Chapter 12

8K 61 3
                                    

Nadila memandang Dion yang kini sudah berlutut di antara kedua kakinya yang terbuka lebar. Lelaki itu tersenyum, dan tangannya membelai bagian dalam paha Nadila. Dion lalu beranjak maju, dan menyentuhkan ujung penisnya di depan bibir vagina Nadila. Ketika penis Dion mulai masuk ke dalam, Nadila pun merasakan rangsangan yang dengan cepat menjalar ke sekujur tubuhnya - seperti sebuah setruman. Tubuh Nadila menggelinjang, menegang, dadanya terbusung naik, dan kepalanya menengadah tak terkontrol akibat dari rangsangan yang ia terima. Nadila mengeluarkan suara desahan yang bereaksi seirama dengan setiap hentakan masuk penis Dion. Seakan tak cukup memberikan rangsangan di vagina Nadila, Dion juga meremas kedua payudara Nadila dan memainkan putingnya.

"Dion, sayang....", ujar Nadila sebelum dirinya membelai pipi Dion. Tubuh Dion ia tarik ke arahnya, lalu Nadila mencium bibir lelaki itu.

Nadila berciuman dengan Dion dalam waktu yang terasa cukup lama. Di tengah percumbuan itu, tiba-tiba Dion menggenggam pundak Nadila dan mengguncangnya dengan keras. Nadila pun heran - apakah ini bagian dari permainan Dion? Jika iya, maka ini terasa sangat aneh dan sama sekali tak terasa nikmat. Nadila, yang memang sangat menikmati percumbuannya dengan Dion, justru semakin erat menahan bagian belakang kepala Dion, sambil bibirnya memberikan ciuman-ciumannya yang mencerminkan nafsunya saat ini. Namun, lagi-lagi Dion mengguncang pundak Nadila.

"Hmmmm, apa sih... Ga usah digoyang-goyangin dong. Genjotnya udah enak kok, ga perlu lebih keras.... aahhhh....", ujar Nadila di sela-sela ciumannya.

Anehnya, itu semua tak menghentikan guncangan Dion di pundaknya. Kini Dion justru terasa semakin keras mengguncang dirinya, dan terasa seperti ingin melepaskan diri dari pelukan Nadila.

Karena berontakan yang begitu kuat, tubuh Dion pun terlepas dari pelukan Nadila. Betapa kagetnya Nadila ketika yang kini sedang bercumbu dengannya adalah Frans, bukan lagi Dion.

"Fra...ns...", ucap Nadila terbata-bata.

"Bukannya sayang? Bukan Dion?", tanya Frans dingin dengan nada yang seperti meminta penjelasan, "Maksud kamu apa? Kamu udah ga setia sama aku cuman gara-gara kepisah lama di desa?", bentak Frans sambil lagi-lagi mengguncang kencang tubuh Nadila. Nadila dapat merasakan kedua payudaranya terhentak memantul akibat kencangnya guncangan dari Frans.

Perasaan bersalah kembali berkecamuk di dalam diri Nadila. Ia masih belum siap untuk menghadapi kesalahannya, apalagi dengan dikonfrontasi oleh Frans seperti ini.

Frans terlihat sangat marah dan berbicara dengan nada membentak ke arah Nadila untuk menuntut penjelasannya. Kedua tangannya mengguncang-guncang Nadila di pundaknya, sehingga menambah perasaan gugup dan takut yang Nadila rasakan. Nadila hanya bisa memejamkan matanya, dan tak ada satu kata pun yang bisa terucap dari mulutnya.

Pada akhirnya, hanya kata-kata maaf lah yang bisa Nadila lontarkan. Berkali-kali Nadila berteriak meminta maaf; sama sekali tak ada pembelaan dari dirinya. Ia sudah pasrah mengakui semua kesalahannya. Saat itu Nadila merasa sangat terpuruk, dan menganggap dirinya sebagai orang yang paling jahat, karena sudah mengkhianati kepercayaan yang kekasihnya berikan kepadanya.

Tiba-tiba, samar-samar Nadila dapat mendengar suara Naomi. Suara itu terdengar samar, namun terasa sangat dekat. Setelah ia memfokuskan konsentrasinya, ia menyadari semua teriakan Frans sudah menghilang. Anehnya, suara itu berganti dengan suara Naomi yang terdengar datang dari tempat Dion dan Frans sebelumnya berada.

"Bangun! Gila lo pagi-pagi udah ga waras!", suara Naomi terdengar berteriak, namun dengan suara yang ditahan agar tidak terlalu keras.

Nadila membuka matanya, dan ia pun terbangun.

Degup jantungnya masih terasa kencang, walaupun dirinya terasa sudah lebih tenang. Ia tak menyangka percumbuannya dengan Dion semalam meninggalkan rasa bersalah yang amat dalam hingga terbawa ke dalam mimpi. Tubuhnya masih terasa letih, entah karena semua yang terjadi kemarin malam, atau karena mimpi buruknya barusan; yang pasti, Nadila hanya ingin kembali tidur. Ia berharap di alam mimpinya nanti, semua akan baik-baik saja. Ia tak peduli akan bercumbu dengan Frans, Dion, ataupun mereka berdua sekaligus, yang penting ia tak ingin mimpinya berakhir dengan munculnya rasa bersalah yang menghantuinya.

KKN di Desa Penari Erotis (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang