chapter 19

9 3 1
                                    

Suara deruman motor memasuki kawasan sekolah, mereka berhenti di depan gerbang SMA Garuda. Satpam berdiri di depan gerbang sambil berkacak pinggang melihat anak muridnya dengan tatapan intimidasi.

Salah satu lelaki turun dari motornya, menatap satpam tajam.

"Pak! Kita mau masuk, bukain pintunya," ucap Glen dengan pandangan tajam.

"Liat jam!!"" Bentak pak satpam.

"Jam 7.30 pak" sahut Glen dengan wajah polosnya.

"Terus kenapa baru dateng?"

"Kesiangan." ucap Megan dingin.

"Y-yaudah kalian push up 2 seri! Jangan di ulang lagi"

Mereka ber5 pun segera melakukan hukumannya yaitu push up 2 seri, satpam pun membuka pagar sekolah agar mereka bisa masuk.

Dalton dan sahabat-sahabatnya berjalan di koridor menuju tempat piket guru, karna pak satpam menyuruh mereka untuk menghadap guru piket tersebut.

"Ehemm." dalton berdehem.

"Kenapa?," Ucap Bu Imel ---guru piket--- dengan mata yang masih fokus dengan cermin yang guru itu pegang.

"Kita telat." Ucap Elan.

"Terus?" Tanya Bu Imel dengan wajah santainya.

"Udah gais yuk masuk kelas!" Sahut Glen Dan merangkul Elan dan Alan.

Saat mereka akan pergi menuju kelasnya, Bu Imel  segera mengintrupsi.

"Kalian berdiri di depan tiang bendera dan hormat selama  1 pelajaran pertama," ucap Bu Imel tegas tak terbantah.

"Kita udah di hukum," ucap Alan.

"Kalian gak nurut? Mau nambah?"

"Kita ke lapang!" Ucap dalton dingin dan datar.

Mereka harus mendapat hukuman kembali oleh guru piket tersebut, yang mengharuskan mereka untuk berdiri di depan tiang bendera selama 1 pelajaran pertama berlangsung.

******

Kelas Debora sedang  jam kosong karna guru yang mengajarnya berhalangan, suasana kelas begitu hancur.

"Woi Woi ayok ikut-ikut!" Seru Refan mengajak teman sekelasnya untuk ikut bermain toktok.

"Apaan sih alay banget!" Ucap salah satu siswi teman kelasnya.

"Udah kita berdua aja," lerai Dino.

"1... 2... 3... Entah apaa yang merasukinya" nyanyi Refan dengan memperagakan jogetnya.

"Ngak! Ngak! Ngak! Ngak!." Dino bertugas dengan suara burung gagak di lagu itu.

Kelas seketika sepi saat suara Dino dan Refan terdengar di telinga mereka, semua pasang mata terpokus kepada Dino dan Refan yang sedang bermain toktok. Mereka semua melongo melihat tingkah laku ketua kelasnya seperti itu.

"Km kelas gue gini amat dah." ucap salah satu murid kelas Debora.

Debora dan Rara hanya bisa tertawa melihat tingkah teman sekelasnya, memang sangat beragam kelas ini. Beberapa menit kemudian Debora merasa ada panggilan alam, Deborapun memanggil Rara yang sedang menonton Drakor.

"Ra! Gue ke toilet dulu bentar ya?" Ucap Debora.

"Okey, tapi sorry gue gak bisa nganter. Lu sendiri aja gapapa kan? Belum beres Drakornya nih" ucap Rara, dengan mata yang masih fokus di layar laptopnya.

"Iya gapapa Bentara ko." Debora berdiri dan meninggalkan kelasnya.

Gadis itu melihat di lapangan kekasihnya dan teman-teman dalton sedang berdiri dan hormat di depan tiang bendera, Debora hanya bisa tersenyum melihat tingkah mereka.

Pasti telat gumam Debora dalam hati.

Debora berjalan di koridor menuju toilet, namun gadis itu merasa sedang ada yang mengikutinya. Gadis itu membalik melihat suasana koridor di belakang Debora, namun kosong.

Waktu masih menunjukan jam belajar berlangsung, membuat koridor begitu sepi. Dan koridor yang Debora lewati itu menuju toilet dekat gudang, jauh dari kelas-kelas.

Perasaan Debora semakin tidak enak, karna di koridor tersebut hanya ada dirinya saja. Namun, gadis itu merasakan ada yang mengikutinya.

"Emhhh--" seseorang membekap mulut Debora dengan sapu tangan.

Debora memberontak, namun sayangnya tenaga seseorang itu sangat kuat. Seseorang itu menarik Debora ke gudang sekolah yang tak jauh dari tempat itu, dan mendorong badan Debora sampai duduk di salah satu bangku dan memasangkan tali di tangan Debora.

Lelaki itu menatap Debora intens dengan senyuman licik, Debora tak mengenal lelaki itu. Debora takut jika lelaki itu melakukan sesuatu pada dirinya, gadis itu terus memberontak mencoba melepaskan tali pada kedua tangannya.

"Cantik." Hembusan nafas lelaki itu terasa di leher Debora, lelaki itu berbicara tepat di telinga Debora dengan suara selembut mungkin.

Tubuh Debora mematung, bulu tangan dan kaki Debora merinding. Lelaki itu melihat reaksi Debora, lelaki itu tertawa.

"Gue sih di suruhnya buat cepet-cepet bunuh Lo, tapi sayang barang bagus, jadi gue mau sedikit bermain-main dulu sama Lo." Tangan lelaki itu memegang dagu Debora kuat.

Debora memberontak, menghadapkan jwajahnya ke arah lain agar cengkraman itu lepas. Namun gagal, cengkraman itu semakin kuat membuat Debora meringis.

Jari lelaki itu berpindah dari dagu Debora menyusuri lekukan rahang sampai dada, lelaki itu membuka kancing baju Debora satu persatu. Kini tengtop miliknya terekspos, lelaki itu menggeram.

"Anjing kenapa ada penghalangnya lagi!" Geram lelaki itu.

"Ja--jangan!!" Lirih Debora.

Gadis itu ingin menangis, melihat dirinya di perlakukan tidak senonoh oleh lelaki yang tidak di kenalnya. Gadis itu mencoba memberontak agar lelaki di depannya tidak dapat melakukannya.

"Diem Lo! Susah gue jadinya" ucap lelaki itu dan langsung merobek tengtop milik Debora.

Gadis itu tak bisa menahan nangisnya, lekukan badannya sudah terekspos. Mata lelaki itu menambah intens, lelaki itu menggigit bibir bawahnya sensual.

Lelaki itu membuka 1 penghalang lagi yang berada di dada gadis itu, kini badan atasnya tak tertutupi sehelaipun. Mata liar lelaki di depannya membuat Debora kecewa terhadap dirinya sendiri, tangan lelaki itu ingin menyentuh badan Debora.

Brakk!!

Bersambung 💚
Tinggalkan jejak ayo!

Kangen gak ?

Kangen dongggg?

Enjoyyyy 💚

Debora [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang