chapter 24

6 0 0
                                    

Ada yang rindu? Kalo ada jangan lupa vote ya supaya author semangat lagiii

Jangan lupa tinggalkan jejak!

Enjoyyyy 💚

******

Cahaya matahari masuk kedalam kamar melalui jendela kamarnya, seorang gadis mengerjakan pelan untuk menetralkan cahaya yang masuk.

"Deraa, bangun sayanggg." Renata ---Bunda Debora---- mengetuk pintu kamar gadisnya itu.

Debora melotot mendengar suara tadi, suara itu sangat mirip dengan seseorang yang gadis itu tunggu-tunggu kehadirannya. Apa mungkin mereka sudah pulang?

Debora segera turun dari kasurnya dan membuka pintu, sungguh Debora sangat terkejut. Akhirnya rindunya bisa terbalaskan, di hadapannya ini berdiri seorang wanita tua namun terlihat awet muda yang terus mengembangkan senyumannya.

"BUNDAA!" Jerit Debora, gadis itu pun langsung membenturkan tubuhnya dengan tubuh bundanya itu. Mereka berpelukan sangat erat, seperti sedang membalas rindu.

---Ayah debora--- menyusul keberadaan mereka, lelaki tua itu tersenyum melihat anaknya tumbuh dengan dewasa. Namun, sifat manjanya akan muncul jika sedang bersama kedua orang tuanya.

"Ayok mandi, hari ini ayah yang antar." Herman tersenyum ke arah Deboraa.

"Okay yah!" Seru Debora dan langsung berlari kedalam kamar untuk menjalankan ritual paginya.

15 menit kemudian, Debora menyusul orang tuanya ke ruang makan.

"Yah, pulang jam berapa? Ko gak bilang sama dera sih." Debora menarik kursinya untuk duduk dan menatap lelaki tercintanya.

"Biar suprise sayang." Herman tersenyum.

"Bagaimana luka mu?" Debora reflek memegang bekas jaitannya.

"Tidak terlalu sakit," ucap Deboraa santai.

"Lalu, sekolah mu?"

"Seperti biasa, tidak ada yang aneh." Debora menatap bundanya yang sedang mengoleskan slai coklat ke roti.

"Mungkin Minggu depan ayah dan bunda harus terbang ke Netherlands, ada kerjaan disana. Oleh-olehnya sudah ayah simpan di kamarmu," jelas Herman.

"Secepat itukah?" Tanya Deboraa tak percaya.

Herman hanya mengangguk.

Mau bagaimana lagi, orang tuanya memang gila kerja. Namun masih tau waktu, jika mereka pulang ke Indonesia. Mereka berdua selalu menghabiskan waktunya bersama anak tunggalnya.

"Seminggu ini target kita kemana?" Tanya Renata agar anak gadisnya tak murung.

"Simple! Debora cuma mau kita habiskan dirumah aja," jelas Debora antusias.

"Itu saja?"

"Ya!"

Setelah percakapan di ruang makan itu, kini Debora berangkat sekolah di temani ayahnya.

15 menit kemudian Debora sampai di sekolahnya, gadis itu menatap ayahnya. Goresan keriput sudah berada di sebagian wajah tampan itu.

"Dera sekolah dlu ya yah, i love you." Debora mengecup pipi ayahnya, setelah itu keluar dari mobil ayahnya dan memasuki lingkungan sekolah.

Debora berbalik, ternyata ayahnya sedang menatapnya dengan senyuman yang selalu mengembang. Debora tersenyum, dan melambaikan tangannya di udara.

Mobil Herman pergi dari gerbang sekolah itu, saat mobil itu sudah hilang di tikungan jalan. Debora segera berjalan menuju kelasnya.

Saat Debora memasuki kelasnya, semua teman-temannya menyambut Debora dengan sangat baik. Itu ide Rara agar Debora semangat lagi.

"SELAMAT DATANG DEBORA!!" Teriakan Rara begitu lantang.

Debora tersenyum dan menggelengkan kepalanya, tak di sangka ide Rara seperti itu.

"Thanks guys." Debora menyambut pelukan hangat dari Rara.

Jam pelajaran pun di mulai, semua siswa-siswi SMA Garuda memulai pelajarannya dengan damai.

"Eh Der," panggil Rara setengah berbisik.

Debora menaikan satu halisnya dan melirik sahabatnya, menunggu kelanjutan dari obrolan Rara itu.

"Ko gue liat-liat cowok lu gakada ya?"

"Dia katanya ada urusan." Debora segera fokus kembali mendengarkan guru yang sedang menerangkan.

******

Bel istirahat berbunyi, namun kelas Debora masih belum beres dengan tugas yang di berikan guru itu. Sampai-sampai gurunya tak mau pergi dari kelas itu, kenapa tidak di tugaskan untuk di kerjakan di rumah? Yaaa, guru itu memang seperti itu.

"Bu! Jadiin pr aja lahh udah jam istirahat ini." Teriak Reno.

"Bu, gue bilangin lu ke kepala sekolah karna udah korupsi waktu!" Ancam iyal.

Guru itu pusing dengan anak muridnya yang terus mengoceh, namun sedetik kemudian guru itu membereskan bukunya di atas meja itu. Ada buruknya jika dia tetap berkeras kepala dengan muridnya, guru itu akan di laporkan karna telah korupsi waktu.

"Yasudah itu tugas kerjakan di rumah , lusa saya periksa! Saya permisi." Ucap guru itu sinis dan langsung pergi keluar kelas.

2 menit kemudian...

"Neng deraaaaaaa" jerit lelaki berseragam acak-acakan di ambang pintu.

Semua pasang mata langsung melihat ke sumber suara, terdapat 2 lelaki tampan yang dapat memanjakan mata para siswi kelas 11 IPA 1.

"Apa?" Tanya Debora to the point.

"Ayok! Abang temenin makan di kantinnya."

"Nah loh kan gak tau diri Lo! Jangan sama dia der, cabul diamah. Sama gue aja ayok."

"Apaan sih lo."

"Ipiin sih Li." Lelaki berambut pirang yang berada di sebelahnya menirukan gaya bicara lelaki di depannya.

"Elan, Glen. Plis deh! Kalo mau berantem bukan disini," ucap Deboraa geram.

Yaps, mereka lagi! Yang selalu berdua kemana-mana bagaikan perangko dan surat.

"Gue mau ajak Lo sama sahabat Lo ke kantin," ucap Glen.

"Sans dong, gak liat ha kita lagi beresin buku?" Sewot Rara.

"Yaelah gue liatnya Lo berdua lagi saling pandang."

"Mata Lo di dengkul!!!!" Geram Rara.

Debora hanya bisa menghembuskan nafasnya gusar, kenapa sekarang jadi Rara dan Glen yang beradu mulut? Sungguh Debora pun tak paham kenapa harus berada di lingkungan pertemanan yang seperti ini. Sedangkan Elan sedang menonton adegan adu mulut antara Glen dan rar dengan wajah tak mengerti.

***

Debora [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang