Bohong jika tumbuh menjadi dewasa itu menyenangkan. Nyatanya semakin bertambah umurku, semakin dekat pula dengan ajalku.
Seperti saat ini, rasanya lidahku kelu. Bahkan aku sudah muak melihat orang orang yang menatapku nanar, sesekali ucapan bela sungkawa terucap dari mulut homo socialis sialan itu dan aku adalah bagian dari mereka but fuck off with that shit!
Aku cukup tabah menerima jika ibuku sudah tiada, bahkan air mata sudah tak ingin menetes lagi. Sudah cukup selama setahun aku memohon kepada Tuhan untuk kesembuhannya, walaupun nyatanya Tuhan tidak mengabulkan do'a ku.
"Tuhan lebih sayang ibu mu, maka dari itu Ia mengambilnya terlebih dahulu"
Oh ....
Aku paham! Mungkin aku belum cukup baik, maka dari itu Tuhan tak mengijinkan kami 'pulang' bersama
Ngomong ngomong soal pulang. Setelah dari pemakaman ini, kemana aku harus pulang?
Rumah ibu? Lalu, aku hidup sendiri? Sepertinya itu menyenangkan tapi bagaiamana aku bertahan hidup? Kerja?
Ada juga pilihan lain, yaitu
Tinggal bersama ayah? Pria yang saat ini sedang memakai turtle neck rajut di lapis dengan mantel yang nampak mahal
Jika aku lihat, matanya menunjukan banyak kesedihan tapi setidaknya keinginanya sudah terwujud sejak menikah dengan istri barunya. Ia memiliki rambut panjang, hal yang tidak pernah di ijinkan oleh ibuku
Pria yang di beri nama Jeongyeon oleh kakekku. Memiliki wajah tampan dengan otak yang cerdas, penyuka kebersihan kelas expert. Bahkan sepertinya sampah dan debu malu bertemu dengan ayah
Sosok sempurna seorang ayah? Tidak, dia terlalu mencintai pekerjaannya, lebih dari anaknya sendiri. Beruntung ia bertemu dengan janda kaya yang nampaknya memiliki sifat yang sama
Tebak dimana mereka bertemu? Di jejaring sosial! Sedikit membuatku tergelitik namun itulah nyatanya
Setelah resmi bercerai dengan ibu, ia sempat menduda beberapa tahun. Aku jarang bertemu dengannya saat itu. Ia seolah tak tahu jalan pulang ke rumah, ayah selalu tinggal di kantor
Lalu beberapa bulan ke belakang ia menikah dengan perempuan yang lebih tua darinya.
Aku benci ayah, bagaimana aku bisa menerima jika ia menikah lagi sementara ibuku berjuang melawan kanker payudara.
Aku sempat berpikir, mengapa aku lahir dari dua insan yang tidak saling mencintai?!
Hidupku lebih sulit dari yang mereka pikirkan. Aku menyayangi keduanya, aku ingin mereka bersatu tapi mereka tidak menyayangi satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gen
Fanfiction#COMPLETED "Remaja bukanlah robot yang harus di atur orang tua" "Patokan kecerdasan anak adalah dari hasil ulangan matematiknya and that's suck!" "we have our privacy" Gender bende alert.