Gen 4

726 107 53
                                    

Aku malah nampak seperti badut

Aku benci masa ospek!

Apa manfaat ospek? Eh, Mungkin banyak

Tapi nyatanya ini hanya sebuah budaya yang mengajarkan kita tentang senioritas

Banyak kasus fatal karena masa orientasi ini. Oknum oknum bodoh yang menyalah gunakan wewenang dan menurutku harus di hukum!

Ketakutan? Trauma? Bahkan kematian? Kasus yang menjadikan ironi bagi sebuah instansi pendidikan

Ini sama sekali tidak lucu, bahkan aku bisa mengenal kampusku lebih cepat dari pada harus di suruh berjalan bebek, menyanyi, menggoda kakak seniorku terlebih dahulu

Apa itu termasuk dalam kegiatan pengenalan kampus? Apa korelasi nya?!

Segera aku lemparkan barang barang bodoh yang masih menempel di tubuhku sesampai di rumah

Bu Tia yang membereskannya. Aku sudah mulai terbiasa dengan kemewahan ini, rasanya aku ingin mengutuk diriku sendiri tapi jujur ini cukup menyenangkan.

=====

Setelah selesai mandi aku segera meraih ponsel yang seharian tidak aku mainkan karena kegiatan ospek.

Baru saja ku pegang benda pipih itu, tiba tiba ada panggilan masuk. Tentunya itu dari Mina

Sebuah senyuman merekah begitu saja melihat nama itu keluar dari layar

"Sayang, i miss you soooooooo bad!" Suara perempuan dari sebrang sana

"Glad to hear that. Aku pikir kamu udah lupa sama aku haha" kekehan keluar dari mulutku

"What do you mean?" Tanya nya sedikit kebingungan

"When you nod your head yes but you wanna say no ~" aku bersenandung dengan tawa kecil mengiringi setiap liriknya

"Bisa engga sih kalo bikin jokes yang lucu dikit gitu" ia merengus membuatku semakin di buat tertawa karena gemas

"Engga ah, nanti banyak yang suka" tukasku cepat

"Eummh yeah blablabla..... so, how was your day?" Ia sepertinya cukup khawatir, bisa terdengar dari intonasinya yang semakin menurun

"Exhausted! Apalagi engga ketemu kamu seharian" Aku tau dia sedang tersenyum mendengar itu. Bukan kepedean tapi memang seperti itu bukan orang jatuh cinta?

"Greasy!"

"I learnt from my dad" jawabku cepat membuat kita serentak tertawa

Hingga hening terjadi antara kami berdua. Bahkan beberapa detik rasanya membuat rindu semakin membuncah setelah mendengar tawanya

"Kapan kamu ke rumah?"

Mina masih diam, apa dia sedang ke kamar mandi?

"Spada? anybody home? Left message after beeep beeep beeep"

"That's not funny you idiot! Haha " kekehan keluar dari sebrang sana setelah aku mengeluarkan lelucon yang menurutku tidak lucu sama sekali

"Oke aku ulangi. Jadi kapan kamu ke rumah?" Kembali aku memberi pertanyaan yang sama

"I don't know. Do you think Tante Nayeon gasuka sama aku?" Tawaku semakin pecah

"Dia ngobrol berjam jam sama kamu, bukan sama aku anak tirinya. And you say that she didn't like you? What a shit, sweety?"

"Stop cursing boy! That's not good for your health!" Kembali ia merengus dan membuat tawa semakin terpatri di mulutku

"Is that so?" Pertanyaan itu pasti akan membuat ia semakim geram

"Ah udah ah! Bete aku sama kamu!"

Tuuuut tuuuut tuuuut

What i said? Biarkan, selepas makan malam dia pasti akan menelponku terlebih dahulu

Mina tidak bisa lama lama marah padaku.

=====

Makan malam kali ini cukup tenang, terlebih senyuman terus merekah di wajahku setelah berhasil membuat Mina kesal

"Lagi happy ya?" Tanya tante Nayeon yang mungkin menyadari dengan sikapku

"I always happy" timpalku cepat dengan memasukan garpu berisi potongan daging sapi ke mulutku

"Gimana ospek nya?" Pertanyaan itu seolah memberiku jalan dengan apa yang sedang kupikirkan

"Oh iya yah, boleh aku skip ospek ga?"

Apa kalimat ku kurang jelas? Sebab kedua orang yang berada di meja makan itu nampak kebingungan

"Engga bisa lah, itu kan kegiatan wajib. Nanti kamu harus ngulang di semester selanjutnya" tante Nayeon mencoba menjelaskan hal yang sudah aku ketahui

"Bisa, semua bisa kalo ada uang" ujarku penuh percaya diri

"Sejak kapan pikiran kamu jadi kayak gitu? Kapitalis, hedonism!" Sedikit namun kalimat ayah selalu membuatku tersinggung

"Saya? Apakabar anda yang memaksakan kehendak. Menyuruh orang dalam masukin saya ke fakultas psikologi? Bukan kah uang sekarang sudah menjadi Ilah bagi mayoritas orang? Lihatlah anda bekerja sampai lupa keluarga demi uang"

Aku pikir malam ini tidak akan ada ketegangan lagi di meja makan, nyatanya tidak.

Ayah menyulut dan aku terbakar

"Guru kencing berdiri, anak kencing berlari, tuan Jeongyeon" ayah hanya menatapku sekilas setelah mengatakan itu

Padahal aku sudah siap memasang 'kuda kuda' untuk beradu argumen dengannya

Sepertinya bukan hanya aku yang kelelahan, namun ayah juga. Ia hanya diam dan kembali melanjutkan sesi makan malam nya

"I was stupid to raise you 'till now"

Apa aku seburuk itu di mata ayah?

Aku tak ingin banyak berbicara lagi, mataku terasa panas. Jika aku berbicara aku takut ada air mata yang keluar dari sana.







"I was stupid to rise u"

Kalimat itu bisa saja buat orang tua merutuki karena pola didik mereka yang salah.

Lebih berpikiran luas ya (ngomong ke kaca)


Double up?

GenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang