Hai. Gue bikin epilog nih
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°Laptop yang berada di depanku masih menyala. Beberapa kali ku sesap kopi V60 yang sudah ku pesan.
Kali ke empat aku melirik jam tangan Gshock yang ku kenakan di pergelangan tangan.
Sebuah senyuman merekah saat melihat sesosok perempuan baru saja tiba dan duduk di meja sebrang. Tentu saja perempuan itu tidak bisa melihatku sebab aku berada di smoking area
Perempuan bersurai hitam yang baru saja mengeluarkan laptop dari tasnya dan nampaknya ia sedang berdiskusi santai namun serius dengan rekannya.
Beberapa menit kemudian datang seorang pria dengan membawa gelas cup berisikan kopi dingin dan juga seikat bunga. Senyumku semakin merekah saat pria itu berbincang dengan si perempuan.
Tak lama gadis itu mengedarkan pengelihatannya dan tersenyum padaku
"Jika kata tak bisa merubah perasaan, maka waktu yang akan merubahnya"
Gadis itu menemukan keberadaanku dan segera ku lambaikan tangan untuk menyapanya yang terhalang kaca besar yang bening.
Rona merah tergambar di wajahnya dengan senyuman tipis menghiasi parasnya yang sedang malu karena di goda oleh beberapa temannya
Gadis itu kembali fokus dengan menyelipkan rambut ke belakang telinga. Aku hanya terkagum melihat pemandangan itu. Tidak ada yang berubah darinya. Hanya rambut pirang itu kini berganti jadi hitam.
Setahun lebih dua bulan ia memutuskan hubungan kami.
Calon dokter yang pasti akan membuat pasiennya terdistraksi dari rasa sakit karena keindahan parasnya
Satu bulan ke belakang ini mungkin sudah beberapa ikat bunga yang aku berikan padanya, apakah itu cukup romantis?
Amarahnya sudah hilang, kebenciannya padaku sudah hancur, kini hanya rasa rindu yang semakin menyeruak. Kata kata kasar itupun hanya menjadi masa lalu dan tentu pengingat bagiku agar tak melakukan kesalahan yang sama.
Kita berdua terluka, kita berdua terpuruk saat jarak dan rasa benci menyelimutinya.
Tak ingin lagi termakan ego, ia mengijinkanku untuk mendekatinya (kembali) dan memperbaiki semua. Perasaan cinta mengalahkan ketakutannya akan masa lalu yang buruk.
Tidak ada ikatan antara kami namun saling menghargai bahwasannya kami harus menjaga perasaan masing masing.
"Aku masih terluka dan menjalani hubungan bukanlah obat untuk saat ini. Biar aku sembuh dengan sendirinya"
Tidak mudah untuk meruntuhkan egonya. Apakah kalian tahu Jaebum pernah memukulku karena berani datang menghampiri adiknya yang sedang menangis.
Kejadian yang sudah berlangsung beberapa bulan yang lalu. Namun ingatannya masih terpatri di benakku.
Mina mulai luluh saat aku 'ngotot' untuk menemuinya sedangkan kakaknya terus berusaha mengusirku
"Residipis tidak pantas untuk Mina"
Sebuah kesalahan pahaman, perjuangan dari seorang laki laki yang keras kepala dan kerinduan dari pria yang penasaran akan barang haram. Itulah yang membuat Mina berubah pikiran, ia akhirnya mulai mengerti.
Tante Jihyo tentu berperan penting untuk merubah pikirannya. Ia tahu jika kami saling mencinta. Ia tahu jika anaknya sering menangis saat merindukanku. Ia tahu seberapa besar cinta Mina kepadaku, hanya karena kekecewaan membuat Mina terbelenggu rasa benci.
Kini kita mulai menata cerita baru. Dimana dia tetap menjadi pemeran utama wanita dan aku yang berjuang untuk mendapatkannya.
Setelah satu batang rokok yang sedang ku hisap itu habis, aku bergerak untuk membenahi barang barang milikku yang berada di atas meja. Setelah semua sempurna masuk ke dalam tas, aku segera beranjak pergi dari smoking area dengan menggendong tas di bahu kiriku
Senyuman manis menyambutku saat sudah berada di hadapannya
"Boleh di sini kan?" Dengan penuh kesopanan aku meminta ijin kepada rekan rekan Mina
Mina menatap ke arah teman temannya, sementara yang lain mengangguk dengan memberikan senyuman
Ku biarkan mereka berdiskusi tanpa menganggu. Hanya satu orang yang membuatku tidak tenang.
Pria dengan aksen Australia yang kental yang sedang duduk di pinggir Mina. Kenapa aku selalu bermasalah dengan keturunan suku asli Aborigin itu?
Cemburu sah saja bukan? Tapi perjanjian tetap harus di tepati. Aku harus bisa mengontrol emosi, sebab sekarang aku bukan kekasih Mina. Hanya seorang pria yang sedang melakukan penjajakan (kembali)
Mina sedikit memundurkan wajah saat pria itu melihat ke arah laptop Mina. Tanganku mengepal namun tangan Mina tak kalah cepat mengusap pahaku, tanda agar aku bersabar, tanda agar aku tenang dan tanda jika ia peduli padaku.
"Ekheum" dehaman keluar dari teman Mina yang lain memberi isyarat kepada pria itu saat melihat wajahku yang mulai tidak ramah
"Eh sorry" ucap pria itu tentu di tujukan pada Mina dan aku
"Don't mind it! Tapi dia kan cewek, gaperlu deket deket gitu" nada mengancam tapi tetap sopan namun nyatanya tidak bisa di terima baik oleh pria yang sekarang sedang menggaruk tengkuk yang aku tahu itu tidak gatal
Mina? Dia hanya tersenyum. Terkadang kecemburuan membuat pasanganmu bahagia bukan? Itu tanda jika kamu peduli padanya
Kerja kelompok itu kembali berjalan dengan aku yang masih mengawasi pria yang kini berpindah tempat duduk.
Tangan yang masih menempel di paha perlahan mulai ku genggam. Tak ada perlawanan, hanya sebuah senyuman yang semakin merekah dari wajah wanita itu.
Ah rasanya aku ingin segera lulus kuliah dan menikahinya.
Happy Ending kan?
Terimakasih yang sudah membaca Gen Y. Jangan lupa mampir ke cerita lain di akun @skyisme20
Take care, keep safe. I love you all
KAMU SEDANG MEMBACA
Gen
Fanfiction#COMPLETED "Remaja bukanlah robot yang harus di atur orang tua" "Patokan kecerdasan anak adalah dari hasil ulangan matematiknya and that's suck!" "we have our privacy" Gender bende alert.