Sepuluh

6 1 0
                                    

10 Juli 2017
Dear Diary...

Selamat pagi dunia, hari ini gue bangun jam lima pagi. Gue sholat subuh dan setelahnya langsung mandi pagi.

Jam setengah tujuh, gue beres berpakaian. Waktu gue mau sarapan, papa tiba-tiba ngajak kita semua nyari durian. Ahahay, okelah. Kebetulan sekarang lagi musim durian. Jadi banyak banget penjual durian dan harganya pun murah-murah loh. Durian ukuran kecil aja bisa seharga lima ribu. Ajaib deh pokoknya. Sedangkan di Bandung, susah banget deh nyari durian murah. Durian ukuran sedang aja sampai dua ratus ribuan.

Kemudian gue, Kenanga dan kak Pelangi segera sarapan dengan lahap biar bisa cepet-cepet berangkat. Gue menuangkan teh manis ke tiga gelas. Yaps, untuk kita bertiga. Setelah beres makan, kita langsung berterimakasih ke bibi Reni dan berpamitan untuk nyari durian. Oh iya, mama yang belum mandi enggak ikutan nyari durian. Sedangkan Bimasakti ikut sama kita.

Kita berangkat menuju ke salah satu daerah yang deket rumah, namanya Padang Sago. Sebelum sampai di Padang Sago, kita melewati daerah rumah kak Bintang. Gue sedikit sedih mengingat kepergian dia hari ini, yaps, dia mau pulang ke Palembang. Entah jam berapa sih, yang pasti hari ini. Yaudah lah ya, kalau jodoh pasti kembali lagi.

Sesampainya di Padang Sago, papa malah melanjutkan perjalanan lewat jalan pintas ke daerah Malalak. Malalak itu adalah daerah berkelok-kelok, dan salah satu jalan alternatif kalau mau ke Bukittinggi. Tapi kita cuma ke Malalak aja, bukan ke Bukittinggi.

"Pa, mau kemana ini teh?" Tanya gue.

"Ke Malalak aja. Lebih banyak duriannya," kata papa menjawab. Gue pun hanya bisa ber oh ria mendengar jawaban papa.

Tiga puluh menit kemudian, kita sampai di salah satu rumah warga penjual durian. Wah, ini sih tempat durian yang gue kunjungi waktu beberapa hari lalu. Tepatnya tanggal tiga. Tetapi, waktu itu lupa gue catat di buku diary. Jadi, sekarang aja deh ya gue kasih taunya.

Papa memilih-milih durian untuk dibawa pulang. Waktu papa lagi sibuk milih durian, gue sama Kenanga nyamperin papa. Kita bilang mau numpang pipis ke rumah penjual durian itu. Akhirnya, anak penjual itu nganterin kita ke dalam rumahnya. Dan sesampainya di toilet, kita langsung pipis secara bergantian. Alhamdulillah, urin gue udah dikeluarin, ahahay.

Setelah pipis, kita berterimakasih kepada keluarga penjual durian. Gue dan Kenanga kembali lagi ke dalam mobil. Gue melihat papa mengangkat sekitar dua puluh durian ke dalam mobil. Setelah semua durian masuk, papa membayar semua duriannya lalu kembali naik ke mobil dan mengendarainya.

Kita pulang lagi ke rumah. Tapi kali ini lewat jalan raya besar. Bukan lewat jalan alternatif dari Padang Sago lagi. Diperjalanan, Kenanga kerepotan nyari kartu SIM handphonenya yang hilang dan gak ketemu-ketemu. Akhirnya dia ikhlasin aja deh. Oh iya, perjalanan menuju rumah memakan waktu tiga puluh menit, sesampainya di rumah gue segera mendudukkan diri di ruang tamu.

Waktu lagi duduk-duduk sama Kenanga, kak Pelangi dan Bimasakti, mama datang lalu ngajak kak Pelangi untuk pergi ke rumah salah satu tetangga. Keluarga tetangga itu besok akan mengadakan pernikahan anaknya. Jadi, mereka meminta bantuan tetangga-tetangganya untuk membantu memasak hidangan. Di kampung gue tradisi ini masih berjalan. Sebenarnya nenek gue sih yang di undang, tapi mama bersedia menggantikan posisi nenek.

Akhirnya mama dan kak Pelangi berangkat ke rumah tetangga. Tersisalah gue, Kenanga, dan Bimasakti. Kita berdua duduk-duduk santai aja. Sampai tiba-tiba Bimasakti ngerengek gara-gara lapar. Gue pun mengambilkan makanan untuk dia. Gue membawa sepiring nasi dan lauk. Gue segera menyuapkan sesendok nasi ke mulut Bimasakti.

Waktu gue lagi sibuk nyuapin Bimasakti, dan Kenanga lagi sibuk main handphone, Bimasakti yang rewel dan gak bisa diem itu malah nyenggol pot kaca kesayangan nenek. Pot kaca itu udah ada dari zaman gue kecil. Omaygat, gimana ini?! Gue dan Kenanga pun kebingungan harus kayak gimana, soalnya waktu pot kaca itu di susun ulang biar gak keliatan pecah, pot kacanya malah tetep keliatan pecah. Akhirnya, kita memilih buat kabur ke dapur sembari kembali nyuapin Bimasakti makan.

Cerita Bulan Juli [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang