Empat

10 2 0
                                    

4 Juli 2017
Dear Diary...

Pagi ini gue bangun dengan semangat. Sepertinya sejak kemarin gue udah gak menghitung hari lagi deh, hehe. Karena gue mulai merasa betah di Padang.

Hari ini gue ke Bukittinggi lagi. Tapi hari ini bareng yang lain karena keluarga paman Tedi dan bibi Ressy berkunjung ke tempat lain. Gue ke Bukittinggi dengan keluarga om Juna dan tante Marissa. Tante Marissa ini sahabat SMA nya mama. Dia punya tiga anak loh. Yang pertama sedang menempuh sekolah kebidanan, namanya kak Resti. Yang kedua baru aja naik ke kelas dua belas, namanya kak Bintang. Dan yang ketiga baru naik ke kelas sembilan, namanya Angga. Keluarga mereka tinggal di Palembang dan sekarang sedang bepergian ke Padang.

Waktu gue kelas lima SD, gue pernah ketemu keluarga om Juna dan tante Marissa. Jadi, ini pertemuan kesekian gue dengan keluarga mereka. Anak-anak mereka juga baik-baik kok, kelihatannya penurut gitu.

Oh iya, perjalanan kita hari ini ke Bukittinggi bukan tanpa alasan loh. Melainkan kak Resti akan dijodohkan dengan anak pertama paman Reza dan bibi Syena. Yaps, abang Dani.

Saat ini gue baru aja beres mandi. Gue mengenakan outfit yang lumayan kalem, yaitu celana jeans panjang, mangset berwarna cokelat disertai rompi selutut berwarna krem, tak lupa kerudung cokelat dan sendal tinggi berwarna krem kecokelatan.

Gue yang sudah rapi dan beres sarapan akhirnya dengan gak sabaran menunggu keluarga tante Marissa di kursi yang berada di teras rumah.

Dari jam delapan sampai jam sembilan gue nungguin, keluarga om Juna dan tante Marissa belum juga dateng. Kemudian ada mobil Avanza silver lewat rumah gue. Gue pikir itu mobil keluarga mereka. Eh, ternyata enggak. Soalnya mobil itu ngelewatin rumah gue begitu aja.

Gak lama kemudian, mobil Avanza silver itu malah putar balik dan memarkir mobilnya di halaman rumah gue. Gue pun berseri-seri dan berteriak kepada orangtua gue bahwa keluarga yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba.

Keluarga mereka dengan semangat memasuki rumah gue. Gue pun tersenyum sopan dan bersalaman kepada om Juna, tante Marissa dan anak-anaknya.

Setelah berbincang beberapa saat, dua keluarga kami memutuskan untuk segera berangkat.

Kami sampai di Bukittinggi sekitar jam setengah dua belas siang. Di rumah paman Reza dan bibi Syena, kami beristirahat dan kembali bersilaturahmi. Saat adzan dzuhur berkumandang, para laki-laki segera sholat di masjid. Dan perempuan sholat dirumah. Btw, rumah paman Reza dan bibi Syena ini bersebelahan dengan masjid megah loh. Jadi, view-nya sangat indah dipandang mata.

Saat gue selesai sholat, gue dan Kenanga foto-foto didepan rumah. Kita mencari spot terbaik untuk di foto. Gue juga foto-foto di ruang tamu. Saat gue mau nyamperin si Kenanga yang lagi foto-foto di teras, gue membuka pintu. Bak slow motion, di hadapan gue si kak
Bintang lagi mau buka pintu juga. Dengan tertunduk, gue keluar dan mempersilahkan dia masuk. Entah mengapa, dan entah angin dari mana,  kenapa jantung gue deg-degan gini sih? Lebay banget sih gue. Masa iya gue suka lagi ke kak Bintang?

Sedikit cerita, dulu waktu gue kelas lima SD, di pertemuan pertama kita, gue dan si Kenanga sok-sokan mau ngegebet kak Bintang dan Angga. Si Kenanga lagi mau-maunya suka ke cowok yang lebih muda. Waktu itu sih kita ngegebet mereka cuma buat bercandaan aja biar ada gebetan. Gue juga dengan alaynya suka dengerin lagu Pura-pura Cinta yang di nyanyikan oleh Cherrybelle. Girlband favorit gue pada masanya. Lagu itu selalu mengingatkan gue akan kak Bintang.

Gue merasa ngegebet kak Bintang tuh salah. Karena apa? Dia anak Palembang dan gue anak Bandung. Karakter dari kota masing-masing aja udah beda jauh. Setau gue, Palembang itu kota yang keras. Dan bagi gue, Bandung itu serba ramah dan lembut. Apalagi usia gue masih kecil, masa iya udah suka-suka ke cowok. Akhirnya seiring berjalannya waktu gue pun move on dari kak Bintang. Di Bandung masih banyak cowok, pikir gue.

Saat gue sedang bernostalgia, ada yang mengejutkan. Yaitu abang Dani yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, kita pun makan siang bersama. Setelah itu, dimulailah proses perkenalan keluarga di lantai satu tepatnya di ruang tamu.

Gue, Kenanga, dan kak Pelangi main handphone aja di lantai dua, mumpung ada sinyal, ahahay. Sedangkan Bimasakti sih lagi tiduran aja. Biasa, anak kecil tuh harus bobo siang katanya.

Waktu gue noong alias nengok ke lantai satu, mata gue bersitatap dengan mata kak Bintang. Dengan cepat gue palingkan pandangan dan dengan grogi gue pura-pura memainkan handphone lagi.

"Tar, nanaonan sih kamu teh liat wae ke bawah?" Tanya kak Pelangi. (Ngapain sih kamu itu liat terus ke bawah?). Dengan cepat gue geleng-geleng dan men-scroll Instagram gue.

"Teuing ih si eta mah noong wae," balas si Kenanga mulai kompor. (Gak tau ih si itu mah nengok terus).

Dengan malas, gue mendelikkan mata dan menjawab, "naon sih kalian teh?" (Apa sih kalian ini?).

Dengan senyum jahil, si Kenanga mulai ngahereyan alias ngebercandain gue. Katanya, "oh ningalikeun aa Bintang meren," (oh ngeliatin kak Bintang kali).

Gue refleks melotot dan menepuk mulutnya, "heh sia teh jangan asal nuduh wae. Geleh ah rujit," kata gue sengit. (Heh kamu ini jangan asal nuduh terus. Jijik ah).

"Udah atuh kalian meni ngabacot wae. Udah diem aja" kata kak Pelangi menengahi kami. (Ngomong terus). Akhirnya kami pun diam dan gue melanjutkan scroll Instagram.

Setelah beberapa jam dan waktu sudah sore, akhirnya proses perkenalan keluarga selesai. Keluarga gue dan keluarga mereka menuju ke Pasar Atas untuk ke toko jam yang ditunggui abang Fadil. Disana kami mengobrol-ngobrol hingga adzan maghrib berkumandang.

Setelah sholat maghrib di Masjid Raya Bukittinggi, kami memutuskan untuk pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, gue menunaikan ibadah sholat isya kemudian mengganti pakaian dengan baju tidur berwarna hijau. Lalu tertidur tanpa ingat bahwa gue udah enggak menghitung hari.

Mungkin, segitu aja cerita gue hari ini. Sampai berjumpa besok diary.

~

Vote dan comment💗🌈

Cerita Bulan Juli [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang