~Akan ada hari di mana aku akan melepasmu karena bukan inginku~
Awan berdecak karena ulah Nata. Kakaknya itu mengatakan tidak tahu di mana letak kamar yang dimaksud, tetapi gadis itu sedari tadi melewati kamar inap sang ibu. Nata menghapus sisa air matanya kala melihat ibunya tak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit. Andai di ruang ini hanya ada keluarganya, Nata pastikan akan menangis kencang.
"Kak, Ibu kenapa? Kenapa baru ngabarin aku sekarang?" tanyanya setelah berdiri tepat di samping ranjang. Matanya kembali memanas saat ditatapnya wajah Hana yang pucat pasi. Untuk pertama kali ia melihat ibunya seperti ini, memakai alat bantu pernapasan juga infus.
Lia enggan menatap adiknya, tetapi tetap menjawab pertanyaan yang dilontarkan. "Kakak tahu kamu lagi sibuk tadi, makanya baru aku kasih kabar ke kamu," lirih Lia diikuti oleh tumpahan air mata. "Ibu ... mengidap kanker otak stadium akhir, Nat." Tangisan Lia semakin pilu. Perempuan berumur dua puluh enam tahun itu meremas selimut ibunya, lantas membaringkan kepalanya di atas selimut itu.
Nata jatuh terduduk, kakinya seketika lemas kala mendengar kenyataan menyakitkan itu. Awan yang melihat kakak keduanya tak bisa menahan sedih, memilih beranjak ke arah jendela, menatap langit sore diiringi tangisan tanpa suara.
"Kata dokter, umur Ibu gak akan lama lagi. Kita terlalu terlambat mencegah penyakitnya," lanjut Lia, masih tidak sanggup mengangkat kepalanya.
"Gak mungkin, Kak. Ibu selama ini baik-baik aja, kok. Kenapa tiba-tiba mengidap kanker?" Nata menolak percaya sembari menggeleng cepat. Ia lantas bangkit dan memeluk tubuh ibunya. Sekarang pun ia baru menyadari bahwa Hana semakin kurus.
"Kakak rasa ... Ibu sengaja nyembunyiin ini dari kita semua, Nat. Kamu tahu Ibu gak suka ngerepotin orang," isak Lia.
"Terus Ayah ke mana?" tanya Nata dengan wajah datar. Kata-kata kasar sang Ayah yang selalu dilayangkan untuk ibunya kembali menyambangi pikirannya, membuat Nata semakin menitikkan air mata.
"Ayah lagi nyari uang pinjaman buat dana pengobatan ibu sama keluarga kita yang bersedia."
Mendengar ucapan Lia, Nata membuang napas lega. Setidaknya sang ayah masih mempedulikan istrinya. Ia pikir ayahnya tidak mau ambil pusing karena kerap kali mengatai ibu adalah makhluk yang merepotkan. Nata mengepal tangannya kuat-kuat, mengingat itu ia kembali merasa terpukul. Ayahnya harus berterima kasih kepada ibu karena telah berhasil membujuk anak-anaknya untuk tidak membenci sosok tulang punggung keluarga, sebab kemarahannya selama ini adalah bentuk pelampiasan dari kekurangan penumpang saat bekerja.
Nata memejamkan matanya rapat-rapat, merasakan cairan panas di pipinya yang terus luruh membentuk sungai kecil. Ia berharap semoga keajaiban sudi menghampiri ibunya. Meskipun ia tahu perpisahan paling menyakitkan itu mutlak akan terjadi dalam waktu dekat.
"Sekarang kamu pulang dulu, Nat, Awan. Mandi biar seger baru ke sini lagi," suruh Lia, tetapi Nata tak menggubrisnya. Berbeda dengan Awan, remaja satu itu langsung melesat tanpa mengeluarkan kata-kata.
"Nat, udah. Biar aku yang jagain Ibu dulu, nanti kita tukaran, hem." Lia bangkit dari duduknya dan memeluk Nata. Dirasakannya pelukan adiknya begitu erat bahkan sangat erat. Ia pun bisa merasakan air mata Nata menetes pada pundaknya. Tepukan pelan di punggung adiknya pun semakin membuat tubuh Nata berguncang hebat.
***
Setelah cukup lama menangis dalam dekapan sang kakak, Nata akhirnya memutuskan untuk pulang. Matanya menatap kosong ke arah lantai rumah sakit, ia menyadari bahwa kehidupan yang ia lalui begitu menyakitkan. Membayangkan tak ada sosok ibu di kesehariannya seketika membuat tungkainya melemah, tetapi gadis beralmamater merah terang itu terus melangkah gontai ke arah parkiran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jurnal Biru ✓
Dla nastolatkówNata melempar jurnal birunya kesal. Bagaimana tidak, usahanya untuk melupakan Tirta semakin sulit ia lakukan. Semakin ia ingin menjauh maka semakin Tirta menariknya. Hingga Tuhan pun membantu Nata untuk benar-benar menjauh dari Tirta saat cowok itu...