24. The Weeding

763 77 3
                                    

Tim gercep mana suaranya?

'kangen ga?' g.

.
.
.

"Lai Guanlin, calon suami gue."

Entah mengapa ucapannya tidak mau lenyap dari pikiranku seakan-akan ada hal yang masih janggal dan harus terpecahkan.

Kini dengan kaki yang berposisi yang ku tempelkan di dinding kamar dan mata yang masih belum terlelap hati ini seakan-akan ingin terus menerus mengetahui apa tujuan seorang Guanlin yang kalian tahu sendiri dia itu menurutku pengusik dalam hidupku. Dan saat telinga ini begitu jelas mendengar bahwa seorang Guanlin adalah tunangannya Rose aku sedikit tak mempercayainya.

Otakku terus berputar tetapi aku masih berusaha tenang dan tidak terlalu memikirkan hal yang seharusnya tidak dipikirkan, mengapa? Bukankah seharusnya aku bahagia setelah mendengar kabar itu? Tetapi kini yang kurasakan adalah sebaliknya.

Kehadiran kakakku membuat yang tadinya aku sedang melamun di teras kamar terbuyar begitu saja.

"Apa?" tanyanya.

"Aku dong yang harusnya nanya," balasku, lalu bangun menatap wajah Kak Jeno yang terlihat santai.

"Keluar gih," ucapnya membuatku mengerutkan dahi.

"Ini kamar gue loh."

"Iya tau, kakak minta tolong beliin snack di minimarket deket rumah," balasnya.

"Dih ogah, males."

Kak Jeno malah menyentil dahiku dengan kencang membuatku mengeluarkan ringisan yang lumayan kencang.

"Cepet. Gue laper banget dek, bunda lagi keluar juga." Lalu masalahnya ada di bagian mana?

Mendengus kasar, lalu aku menatap wajah Kak Jeno yang sedang menatapku kembali dengan rautan wajah seperti sedang memohon. Ck.

"Yaudah, sini duit!"

Kak Jeno tersenyum senang hingga matanya pun ikut tersenyum, kalo kata orang-orang pasti seseorang yang akan menjadi pacar Kak Jeno akan melting, blushing dan sebagainya, tetapi tidak denganku yang notabenenya adalah adiknya sendiri.

Dia sedang memilih kartu kreditnya, lalu menyodorkannya kepadaku. Batinku berbicara, lumayan juga, gue abisin.

"Jangan di habisin." Aku hanya mengangguk sambil memberikan sebuah senyuman kecil, mengisyaratkan bahwa yang aku anggukan itu tidak akan terjadi.

Hehe.

Saat kakiku berniat keluar dari kamarku tetapi sebuah ingatan membuatku kembali menghadap kearah Kak Jeno.

"Apa lagi?"

"Kak Jeno ga pesen roti juga? Biar sekalian gitu," kataku serius.

Dia nampak mengerutkan keningnya, "Roti? Kakak gasuka roti, emang roti apa?"

"Roti Jepang! Ahahah!" balasku sambil berlari dengan suara tawaan yang begitu menggelegar di rumah ini.

Kebetulan tidak ada Bunda dan Ayah juga bukan? Mereka memang benar sedang keluar, katanya ingin menjenguk nenek yang berada di rumah sakit karena mengidap penyakit jantung yang belum sembuh hingga kini. Tadinya, aku pun ingin ikut dengan Bunda tetapi, Ayah tidak mengizinkan karena sehabis mereka pulang dari rumah sakit nanti mereka akan mengatasi beberapa bisnis dan tentu saja Ayah tahu jika hal membosankan tidak membuatku nyaman, oleh karena itu aku tidak diizinkan ikut.

after meet you [ selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang