Tears

105 7 1
                                    

Tears are how our heart speaks when our lips cannot describe how much we've been hurt.

- Jellal Fernandes -


♧♧♧


Ify berjalan keluar dari rumahnya ditengah malam, tujuannya hanya satu - rumah Stev. Belakangan ini dia merasa bahwa sahabatnya itu seperti sedang menyimpan sesuatu yang membuatnya bertingkah sangat dingin, melebihi sikap dingin Rio - dulu.

"Pangeran tukang ngatur!" Teriak Ify. Saat ini gadis itu tengah berdiri tepat di tengah jalan yang memisahkan antara rumahnya dan rumah sahabatnya itu, spot itu berbahaya jika siang hari tapi cukup aman di malam hari.

Ify tahu, tindakannya akan mengundang amarah dari Stev tapi dia tetap melakukannya. Dia masih menunggu disana dengan kepala yang dia dongakkan ke atas dan pandangan yang tertuju pada balkon kamar milik Stev. Tidak lama, terdengar suara langkah kaki mendekat, membuat segurat senyuman hadir di wajah gadis itu.

"Ngapain sih teriak malem-malem?" Ujar Stev sebelum dia menyadari posisi Ify berdiri. Begitu sadar dia langsung berteriak. "Astaga! Jangan berdiri disitu, bahaya!"

Ify hanya terkekeh melihat keterkejutan sahabatnya itu. "Manggil kamu."

Stev geleng kepala melihat tingkah gadis itu. "Masuk. Pintu nggak di kunci."

Ify langsung cemberut setelah Stev memilih untuk langsung berbalik, menghilang dari pandangan. Ify mendengus kesal tapi pada akhirnya memilih masuk ke dalam rumah itu.

"Padahal aku berharapnya kamu turun dan narik tangan aku kesini." Keluh Ify saat dia sudah berada di balkon kamar Stev.

"Nggak usah manja, udah gede juga."

"Emang kenapa kalau aku mau manja? Dari dulu juga selalu gitu kan?"

"Iya dulu pas kamu masih kecil, pas kita sama-sama masih bocah."

"Jadi sekarang nggak boleh manja lagi?"

Stev menghela nafas, menatap ke arah Ify sekilas sebelum akhirnya berjalan masuk kedalam kamar, mengambil minuman dingin dari lemari es berukuran mini yang berada di sudut kamarnya.

"I'm fine." Kata Stev sembari menyerahkan minuman dingin itu kepada Ify.

Ify menerima minuman itu tanpa berkata apapun. Tidak ada yang bisa dia lakukan jika Stev sudah berkata seperti itu. Kata-kata itu mengisyaratkan bahwa pria itu belum siap untuk membagi kisahnya dan Ify tidak ingin memaksanya. Ify tau, jika memang sudah saatnya, tanpa perlu diminta sekalipun, Stev akan menceritakan semuanya.

Keduanya duduk dalam diam dengan pandangan mata yang sama-sama tertuju pada deretan bintang yang bersinar terang diantara gelapnya malam, jauh di atas sana.

Mereka masih diam meski hawa dingin yang di bawa oleh angin malam mulai menusuk, merasuk ke dalam tubuh mereka, membuat keduanya menggigil.

Ify masih menunggu, sesekali merutuki dirinya yang mendadak kehilangan kata-kata. Suasana ini membuatnya tidak nyaman, tapi dia juga tidak tau harus bagaimana.

Ify baru saja akan menghela nafas untuk kesekian kalinya saat pria di sampingnya itu akhirnya bersuara.

"Fy - " panggil Stev.

"Iya?"

"Apakah kamu akan tetap bertahan di sisiku bahkan disaat semua orang pergi menjauhiku?"

Pertanyaan itu sontak membuat Ify langsung menatap kearah Stev. Sahabatnya itu jelas sedang menyimpan kesedihan, ada getir di setiap kata yang terucap, juga pedih yang tergambar dari sorot matanya.

TRUE FRIENDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang