Secret Admire

124 7 1
                                    

Hari berlalu tetapi rasa kehilangan itu masih ada. Meski Rio menepati janjinya dengan terus memberikan perkembangan mengenai pengobatannya tetapi tetap saja hal itu tidak cukup bagi Ify. Kehadiran Rio lah yang dia butuhkan.

Ify menghela nafas panjang ketika melihat kursi kosong di sebelah Stev - tempat duduk Rio.

"Udah jangan difikirin terus. Doain aja supaya si cungkring cepet pulang." Tegur Agni.

Ify tersenyum. "Hobi banget manggil Rio dengan sebutan Cungkring."

"Udah kebiasaan fy, mau gimana lagi?"

Ify mengangkat bahunya dan kembali menghembuskan nafas berat. "Udah seminggu ya, Ni."

"Baru seminggu tapi kita udah kangen ya fy."

"Banget."

"Gue kangen berantem sama dia fy." Balas Agni sembari tersenyum tipis. "Tapi nanti kalo dia pulang, gue nggak akan ajakin dia berantem lagi."

"Emang bisa?"

"Haha nggak yakin sih, tapi yah bisa di kurangin lah kadar berantemnya."

"Let see then."

"Sekarang gue ngerti gimana perasaan loe dulu pas nunggu Stev."

Ify tersenyum.

"Sorry ya, gue dulu suka cerewet, bahkan parahnya gue sempet minta loe untuk mundur." Agni diam sebentar, wajahnya berubah murung. "Harusnya gue ngehibur loe, seperti kata Rio, dan sekarang gue yang kena batu nya."

"Jangan ngomong gitu ah, Ni. Aku maklum kok. Lagian kan kasusnya beda. Stev kan dulu menghilang tanpa jejak."

"Siapa yang menghilang tanpa jejak? Pada ngomongin apa hayo?" Kata Stev yang baru saja kembali dari ruang guru.

"Kamu." Jawab Ify santai.

"Aku nggak menghilang tanpa jejak ih." Protes Stev.

"Kan selama kurang lebih empat tahun nggak ada kabar. Apa namanya kalo nggak menghilang tanpa jejak?" Hardik Agni.

"Curang. Dua lawan satu." Stev melipat kedua tangannya di depan dada, bersikap seolah kedua sahabatnya itu telah berbuat tidak adil, ngambek ceritanya.

"Kok gemes sih kalo lagi ngambek." Balas Ify dengan kedua tangan yang sudah menangkup wajah Stev. Agni hanya bisa tersenyum melihat itu, sial, dia kembali merindukan Rio.

"Udah dong, gue jadi makin kangen Rio nih lihat kalian begitu." Keluh Agni.

"Ups... sorry."

"Astaga gue lupa." Stev menepuk keningnya, tangannya sibuk merogoh sesuatu dari dalam saku celananya. "Gue dapet titipan surat tadi."

"Surat apaan?"

"Katanya sih buat Ify."

"Hah? Buat aku? Dari siapa?"

"Duh gue nggak inget mukanya, apalagi nama. Soalnya tadi gue buru-buru."

"Trus?"

"Nggak ada terusannya. Gue baca ya." Tanpa menunggu persetujuan si pemilik surat, tangan Stev sudah bergerak cepat membuka surat itu, membacanya dalam diam.

Ify hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya yang satu itu, ditambah lagi Agni yang ikut-ikutan membaca surat dengan berdiri disamping Stev.

Stev dan Agni saling melempar pandangan setelah selesai membaca isi surat yang ditujukan untuk Ify.

"Udah selesai? Sini gantian aku yang baca."

TRUE FRIENDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang