Part↪33

4.2K 172 9
                                    

''Aku menyesal menyelamatkannya jika akhirnya kalian tidak menjaganya dengan baik dan berakhir seperti ini, brengsek!!!''

Michelle yang terkejut pun membuka matanya dan melepaskan pelukan Dion. Kemudian matanya membelalak menatap wanita di depannya.

''Maria...''

***

Wanita cantik itu menggeleng-gelengkan kepalanya, menolak mentah permintaan sang putri yang kini berbaring lemas di depannya. Tangisnya sudah tak lagi ia tahan ketika mendengar penuturan anak satu-satunya tersebut.

''Sarah mohon, mama, penuhi keinginan Sarah. Sarah rasa ini adalah permintaan terakhir Sarah pada mama dan papa.'' pinta gadis manis itu, tangannya menggenggam tangan ibunya erat. Membujuk ibunya tersebut untuk mengabulkannya.

Wanita itu menggeleng tegas, mencoba melepaskan genggaman tangannya. ''Kamu pasti sembuh, Sarah. Mama akan melakukan apapun agar kamu selamat. Singkirkan permintaan bodohmu itu atau mama akan membencimu.'' wanita itu kemudian pergi keluar ruangan tersebut meninggalkan putrinya yang kini menangis terisak.

Sang papa yang sedari tadi hanya diam mendengar percakapan anak isterinya bangkit dari sofa menghampiri putrinya. Membawa tubuh kurus pucat itu ke dalam pelukan hangatnya. ''Sudah, sayang. Jangan menangis. Papa akan membujuk mama untuk memikirkan lagi permintaanmu.'' ucapnya menenangkan sembari tangannya mengusap lembut kepala putrinya.

''Papa janji?''

Pria itu mengangguk. ''Janji, sayang. Sarah istirahat, yah.'' Sarah dengan cepat menuruti ucapan ayahnya. Tubuhnya ia baringkan pelan-pelan yang tentu dibantu sang ayah lalu memejamkan mata. Ayahnya dengan telaten mengelus puncak kepala sang putri, membawanya masuk ke alam tidur.

Diam-diam pria itu menitikkan air mata. Sebagai seorang ayah, tidak mungkin ia tidak merasa sedih mendengar permintaan putrinya tadi pada isterinya. Ia memilih diam karena tidak mau menampakkan emosinya pada kedua perempuan yang ia cintai dalam hidupnya tersebut. Sekarang, ia melampiaskannya pada air mata yang mengalir dari kedua matanya.

PPOK atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik, sebuah penyakit mematikan yang tidak bisa disembuhkan namun pasien masih dapat hidup dengan baik meski mengidap penyakit ini. Sarah, gadis remaja yang selama kurang lebih dua tahun ini mengidap penyakit tersebut. Ia dapat bertahan sampai sekarang karena selalu patuh pada orang tuanya untuk selalu menjalani perawatan yang dianjurkan.

Kapanpun dan dimanapun ia berada, gadis itu selalu membawa inhaler darurat untuk membantunya. Tidak jarang teman-temannya menatapnya dengan pandangan yang berbeda; prihatin, mengasihani, menyemangati, atau bahkan mencela. Sarah sudah tidak lagi mempedulikan itu semua berkat orangtuanya yang selalu menasihatinya. Ia menjadi bisa menjalani kehidupan remaja yang penuh warna.

Namun semua itu berubah sejak tiga bulan yang lalu. Sarah menjadi lebih sering batuk berdahak dan sulit bernapas. Semua kegiatannya mendadak dihentikan, warna pelangi dihidupnya berubah pudar menjadi kelabu, saat dokter menyatakan jika penyakitnya menjadi eksaserbasi akut. Dengan kata lain, penyakitnya telah memburuk.

Pria itu mengecup kening putrinya saat dirasa Sarah sudah pulas dalam mimpinya. Tangannya menarik selimut untuk menutupi tubuh Sarah sampai batas dada, kemudian ia berlalu meninggalkan anaknya menyusul sang isteri.

Saat ia keluar, pria itu mendapati isterinya sedang duduk termangu menatap sepasang suami isteri yang sedang menangis di seberang mereka. Dengan pelan ia mendekati sang isteri lalu mengusap pelan pundaknya. ''Kenapa, Maria?''

Maria mengusap matanya yang kembali berair. Rupanya sedari tadi wanita itu menahan tangisnya. ''Aku merasa kasihan kepada mereka. Walau bagaimanapun, aku juga merasakan apa yang mereka rasakan sekarang. Tapi di sisi lain aku tidak bisa kehilangan putri kita, Henry. Apa aku egois?''

Forbidden Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang