1. 💚 Pulang

142 45 37
                                    

"Temu adalah obat paling manjur dalam menangani rindu."

***

"Hei, melamun lagi?" Sebuah suara membuat pria berlesung pipi kanan itu tersentak. Ia menoleh, kemudian tersenyum kecil. Ia memang banyak melamun akhir-akhir ini, hatinya merindukan sosok wanita yang paling dicintai.

"Diam aja, kenapa sih, Hel?" Kini sebuah tangan menepuk pundaknya.

"Entahlah, aku selalu kepikiran kekasihku. Sudah beberapa hari ini, dia tidak ada kabar. Apa dia baik-baik saja atau bagaimana? Aku tidak bisa tidak memikirkan dia." Hello, pria tinggi dengan wajah tampan melepas topi hitam yang dikenakan untuk menghalau panasnya sang surya. Setelah setengah hari bekerja mereka kini saatnya beristirahat dan bersiap makan siang.

"Kalau dia tak mengabarimu, kenapa bukan kamu saja yang memberi kabar?" Pria yang mengenakan kemeja biru muda itu menatap Hello dengan serius.

Hello membuang napas berat, ia berjalan mendekati gubuk kecil yang biasa mereka gunakan untuk berteduh. "Tentu saja sudah aku kabari, Bos. Masalahnya, nomornya yang tidak bisa dihubungi," jelasnya tanpa menoleh.

Pak Ilham, pemilik tanah yang tengah dibangun rumah itu-bos Hello. Meski hubungan mereka tidak lebih sekadar atasan dengan bawahan, tetapi Pak Ilham tidak pernah menganggap pekerjanya berbeda. Dia sudah menganggap Hello seperti sahabat.

"Bagaimana kalau aku pulang dulu, Bos. Em, maksudku ... cuti untuk beberapa hari," usul Hello seraya berhenti melangkah. Ia berbalik, menatap Pak Ilham penuh harap.

Pak Ilham menggaruk tengkuknya yang tak gatal, dengan ringisan kecil dari bibirnya. "Bukannya tidak bisa, tapi bagaimana dengan nasib bangunan ini," katanya.

"Bos, di sini kan banyak kuli yang hebat. Pasti mereka bisa menyelesaikan semua dengan baik. Lagian aku hanya pulang beberapa hari," pinta Hello, tatapannya tak lepas dari wajah sang bos.

Pak Ilham tampak berpikir, harusnya ia memang tak ada hak menahan jika para kuli ingin pulang untuk melepas kerinduan pada orang yang dicintai. Namun, ia juga tak ingin bangunan rumahnya tak maksimal. Secara yang diketahui, Hello merupakan kuli paling rajin dan teliti dalam bekerja.

"Ya, Bos. Aku mohon." Hello menyatukan kedua telapak tangan dan menempelkan di depan dada.

Kalau sudah begitu, Pak Ilham tak bisa berbuat apalagi. Dia hanya mengangguk, lalu menepuk pundak Hello. "Ya, sudah. Pergilah, tapi kamu harus kembali secepat mungkin."

Hello mengerutkan dahi. "Benar, Bos? Terima kasih banyak." Spontan ia menarik tangan Pak Ilham dan mencium permukaan tangan kekar itu sebagai rasa terima kasih. Ia sangat senang punya bos yang sangat murah hati dan pengertian seperti Pak Ilham.

"Hei, aku bukan gurumu! Berhentilah melakukan hal semacam itu!" hardik Pak Ilham sembari menarik tangannya dengan kasar. "Sudah sana siap-siap aja. Sore ini ada bus yang akan membawamu ke kampungmu. " Pria itu berbalik, meninggalkan Hello yang melongo.

"Beneran ini?" Hello menepuk-nepuk pipinya beberapa kali. Ia menoleh ke segala arah, berteriak pada temannya yang baru selesai mengaduk semen. "Aku akan kembali!" Selanjutnya dia berlari menuju ke dalam bangunan setengah jadi itu, berteriak senang dan memberitahukan kabar kepulangannya pada semua orang. Teman-temanya hanya menggelengkan kepala, heran melihat kelakuan Hello yang mirip seperti anak kecil yang akan dibelikan mainan impian.

"Sayna, aku akan menemuimu!" Hello berlari sembari melemparkan topinya ke atas. Ia tak peduli orang-orang yang memperhatikannya dengan heran. Kini, yang ada di pikirannya hanya ingin melepaskan kerinduan pada sang pujaan hati.

Sore hari pun tiba, bus yang dikatakan Pak Ilham benar-benar datang di waktu yang disebutkan. Hello sangat gembira, selama memasuki bus, senyumnya sama sekali tak memudar. Di dalam bus, Hello menatap keluar kaca, membayangkan kejadian di kampung halaman. Mereka semua pasti terkejut dengan kedatangannya.

Hello terlahir dari keluarga sederhana di sebuah desa di pulau Sumatera. Di sana ada banyak orang yang dicintai, ibu, ayah, dan terutama Sayna, sang kekasih. Sudah cukup lama ia tak bertemu dengan mereka. Ya, hampir tiga tahun Hello tak pulang kampung karena memang belum punya uang cukup sesuai dengan janjinya pada keluarga. Ia berjanji akan kembali dengan uang banyak dan bisa mengangkat derajat keluarganya. Selama tiga tahun pula Hello sudah menjalani hubungan jarak jauh dengan Sayna, biasanya mereka berkomunikasi siang dan malam tanpa henti. Hanya saja beberapa waktu ini, Sayna tak menampakkan diri membuatnya harus turun tangan untuk menemuinya. Mengingat gadis itu, senyum Hello kian lebar. Akankah rindu terobati dengan sempurna? Ah tentu saja, itulah yang ada di benaknya saat ini.

Senyuman pria itu tak memudar, ia menatap jalanan yang ramai akan kendaraan. Membayangkan cerita cinta mereka dulu, sebelum ia berangkat ke kota Jakarta. Banyak kenangan, senyum dan tawa lebar mereka. Mereka pernah bolos dari sekolah karena mau jalan berdua. Ah, masa itu begitu membahagiakan.

Pria itu mengambil ponsel dari tas kecil yang diletak di pangkuannya. Membuka telepon dan mencoba menghubungi kembali sebuah nomor yang disimpan dengan love merah, tetapi tetap mbak operator yang selalu menjawab. Jari Hello lanjut menekan aplikasi Facebook, mengetik nama sang kekasih di kotak pencarian. Namun, tak ada tanda-tanda wanita itu aktif. Pikiran Hello kembali diterpa dengan pikiran jelek, ia jadi takut sekarang. Takut Sayna kenapa-kenapa, takut wanita itu punya masalah dan tak mau membaginya dengannya.

Hello menghela napas panjang. Biarlah kepulangan kali ini menjadi surprise, baik untuk keluarga atau pun kekasihnya. Senyum manis lagi-lagi terpampang jelas, entah apa yang dipikirkan sekarang. Pertemuan dramatis dengan kekasih? Wanita itu pasti akan berteriak histeris dan berlari memeluknya, meluapkan kerinduan yang terpendam selama tahunan. Manis sekali.

Bus berhenti di lampu merah, pintu terbuka dan dua sosok masuk dengan alat musik gitar usang. Satu di antaranya memainkan gitar, satu lagi menyodorkan kotak. Hello menyandarkan kepala dan memejamkan mata.

"Kami akan menyanyikan lagu berjudul 'Lupakan aku kembali padanya' selamat menikmati." Lelaki yang memainkan gitar mulai bernyanyi. Suaranya lumayan bagus, Hello cukup menikmatinya.

"Mas." Terdengar suara di dekat Hello. Pria itu membuka mata dan melihat anak itu menyodorkan kotak tempat menaruh uang. Hello menatap kaki anak itu yang tampak tak normal, ada bekas luka yang lebar di sana.

Hello menganggukkan kepala. "Sebentar ya." Ia pun merogoh saku tasnya dan mengeluarkan uang sepuluh ribu dan memasukkan ke dalam kotak tersebut.

"Makasih, Mas, semoga sehat sampai tujuan." Anak itu berlalu ke kursi lainnya.

Tak lama kemudian pengamen itu turun, lampu berubah hijau. Bus pun mulai melaju kembali. Hello memejamkan mata, perjalanan ke kampungnya butuh waktu puluhan jam. Saat ini mereka bahkan belum mencapai setengah perjalanan.

"Aku tak sabar sampai ke kampung," lirih Hello dengan sudut bibir terangkat.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Say Hello, Cinta! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang