20. Her problem

110 24 0
                                    

Minggu pagi itu, Yoona dengan terburu-buru pulang ke rumahnya begitu mendengar kabar dari Yura kalau sekelompok orang mulai menempeli barang-barang di rumahnya dengan stiker merah --yang artinya barang-barang itu akan disita oleh rentenir. Tapi, ia juga mendengar dari ibunya kalau rumah mereka juga akan disita karena tak banyak barang berharga di rumah itu yang bisa menutupi hutang mereka.

Yoona terus meringis kesal dan merutuki dirinya sendiri di sepanjang perjalanannya. Dia mengingat kemarin ingin mengunjungi rumah orangtuanya untuk menjenguk ayahnya yang sakit sepulang bekerja, tapi dia lupa karena rasa lelah yang ia rasakan setelah bekerja cukup keras.

Begitu Yoona sampai di rumahnya, dia membelalakkan matanya saat menatap seisi rumah yang awalnya didekorasi dengan sederhana dan minimalis itu kini terlihat seperti kapal pecah. Benar-benar seperti sekelompok orang baru saja mengobrak-abrik isi rumahnya. Kecuali barang-barang berharga seperti TV, microwave, komputer dan lain sebagainya masih terlihat utuh dengan stiker merah kecil yang menempel.

Kini ia menghampiri ibunya dan adiknya yang sedang dudum terdiam di lantai ruang tengah dengan tatapan kosong. Walaupun hanya diam, Yoona tahu mereka berdua tak baik-baik saja.

"Ibu, Yura, kalian baik-baik saja, kan?" tanya Yoona dengan raut yang penuh kekhawatiran. Ia berharap rumahnya saja yang diperlakukan seperti itu, ia tak mau jika orang-orang itu juga menyakiti keluarganya.

Junghwa --ibu Yoona dan Yura hanya mengangguk. "Ibu baik-baik saja. Tapi, orang-orang itu mengancam akan mengambil tempat tinggal kita." ujarnya sembari berusaha terlihat kuat. Dia tak ingin menangis dan terlihat lemah di hadapan kedua anaknya itu.

"Ayah bagaimana?" tanya Yoona karena tak melihat ayahnya sejak ia datang.

"Ia sedang berbaring, waktu itu aku sudah bilang ayah sakit, kan?" Kali ini Yura yang menjawab.

Yoona pun beranjak dan masuk ke dalam sebuah kamar. Begitu ia masuk ke kamar itu matanya menatap ayahnya yang sedang terbaring lemas, dan hanya bisa menangis dalam diam. Yoona yakin penyebabnya adalah karena tak bisa berbuat apa-apa saat rentenir itu datang.

Yoona menggigit bibir bawahnya melihat keadaan ayahnya.

"Yoona, maafkan ayah. Ayah tak bisa menjaga kalian dengan baik." ucap Jungsoo sembari berusaha terbangun dari posisi baringnya.

Yoona dengan cepat menahan Jungsoo untuk tidak bangun. "Ayah sedang apa? Tak usah bergerak dulu. Sebaiknya ayah beristirahat." ucapnya.

Jungsoo tertawa kecil di sela-sela tangisnya. "Ayah sudah cukup tua, jadi gampang sakit-sakitan. Maaf karena ayah tak bisa memberikan kalian apa-apa. Ayah merasa gagal menjadi kepala keluarga dan tulang punggung."

"Tak apa, ayah." Yoona mengelus rambut hitam Jungsoo yang setengahnya sudah berubah menjadi putih. "Sejak kecil aku sudah mendapatkan cukup banyak dari ayah dan ibu. Sekarang giliranku yang memberi, tapi sebaliknya aku justru tak bisa memenuhi tanggung jawab itu."

Bibir pucat Jungsoo tersenyum tipis melihat Yoona yang mulai mengeluarkan tangis. "Astaga, gadis kecil ayah sekarang sudah dewasa. Entah sejak kapan Yoona dan Yura tumbuh dewasa seperti ini." ucapnya sembari mengelus rambut putri sulungnya itu.

"Aku akan menemui rentenir itu. Aku akan meminta perpanjangan waktu."

Jungsoo menggenggam tangan Yoona, lalu menggeleng. "Jangan. Ayah tak ingin kau terluka."

Yoona tersenyum sembari menghapus air matanya. "Aku sudah dewasa sekarang. Aku bisa melindungi diriku sendiri, dan juga harus melindungi kalian."

Junghwa beranjak dari duduknya saat melihat Yoona keluar dari kamarnya sembari mengusap wajahnya yang penuh air mata. "Kau mau pergi ke suatu tempat?" tanyanya karena melihat Yoona yang tampak terburu-buru.

A Secret Behind UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang