53

4.2K 375 40
                                    

Have you.
































Yoongi mendengus kasar. Menggebrak meja, nyaris saja mengobrak-abrik seluruh benda yang ada di atasnya jika saja bel ruangannya tidak berbunyi. Perlu sedikit waktu sebelum dia memutuskan untuk membukanya. Awalnya dia ingin menumpahkan seluruh emosinya sekali lagi jika yang muncul Jimin, tapi ternyata bukan.

"Ada apa?"

"Kenapa dengan wajahmu?" Jungwon mengernyit heran, "bukankah seharusnya kau senang karna kerja kerasmu terbayar? Ini kukembalikan."

Ganti Yoongi yang kebingungan ketika Jungwon, yang dikenal sebagai asisten Big Bos diagensinya memberikan sebuah flashdisk. "Apa ini?"

"File musikmu, tentu saja. Tadi Tuan Bang kesini dan mengambilnya sebelum ada perbaikan listrik. Bliau memintaku untuk segera mengembalikannya karena tadi lupa menyimpannya. Tuan Bang berpesan agar kau segera menemuinya setelah ini."

"Oh, shit..."

"Hei, kenapa kau mengumpat?! Tidak sopan sekali!" Jungwon sebenarnya tidak mau ambil pusing, dia masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. "Ah, terserah. Bliau juga mengatakan tertarik pada tamumu tadi. Katanya, wajahnya cocok untuk dijadikan model. Berikan nomor ponselnya jika kau nanti bertemu Tuan Bang. Sudah ya, aku permisi."

Yoongi kehilangan kata-kata. Semua kejadian beberapa menit lalu berulang cepat dikepalanya. Jantungnya berdegup semakin kencang. Kakinya bahkan tanpa aba-aba langsung bergerak cepat diiringi tangan yang memyambar jaket, ponsel, serta kunci mobil. Kakinya melangkah lebar dengan jari yang berusaha memainkan ponsel untuk menghubungi seseorang yang tega dia usir.

"Kumohon, kumohon, jawab aku, Jiminie." sayangnya, sampai dering kesekian kali, satu pun tidak ada yang terjawab.

Sementara Yoongi gusar mencari Jimin, lelaki manis itu justru sedang berdiam diri duduk entah dimana. Menatap ujung sepatunya kosong. Napasnya masih sedikit tidak beraturan karena berlari. Dia hanya tidak tahu harus melakukan apa selain lari sejauh mungkin dari gedung itu. Hatinya terasa sesak, tidak mau ditambah dengan pandangan penuh tanya orang-orang yang bekerja disana. Dia pasti tampak menyedihkan.

"KELUAR KUBILANG!!"

Sebaris kalimat itu mampu membuat hatinya perih. Jauh lebih perih dari yang dia dapat selama ini. Lalu, tanpa permisi seluruh ingatan tentang Yoongi berputar. Tentang kisah mereka dari awal, tentang perjuangan mereka, tentang kenangan indah yang pernah mereka lewati bersama-sama. Jimin sama sekali tidak pernah mengira jika Yoongi mampu membentaknya begitu keras dengan nada penuh kebencian. Jimin hanya tidak pernah membayangkan jika Yoongi bisa melukainya sedalam ini.

Jimin menangis, menutup wajah penuh air mata itu dengan jari-jari kecilnya. Menangis keras, mengabaikan bisikan beberapa orang yang melewatinya. Hatinya sakit sekali sampai Jimin tidak bisa berpikir tentang hal lain agar rasa sesaknya hilang.

Kenapa Yoongi harus sekeras itu? Apa perasaannya sudah berubah? Bagaimana mungkin lelaki pucat yang selalu mengalah dan melindunginya justru melukainya sampai seperti ini?

Atau, mungkin Jimin saja yang terlalu bodoh? Kenapa dia tidak bisa mandiri dan bergantung pada Yoongi? Kenapa dia tidak bisa peka dan membaca situasi saat kali pertama Yoongi muncul dari balik pintu studio? Kenapa dirinya harus berpura-pura tidak tahu dan justru nekad bertamu?

Harusnya dia mengabaikan rasa rindunya. Menekankan pada hatinya untuk kesekian kali agar bersabar sedikit lagi. Ya, Jimin hanya terlalu lemah sebab hanya mampu berjalan dibelakang bayang-bayang Yoongi.

Daily LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang