3

12K 1.1K 23
                                    

Bury the hatchet
•﹏•







Setelah dipikir-pikir pada akhirnya Yoongi memutuskan beranjak dari apartemen sesudah meringkas tugas kuliahnya yang sudah siap dikumpulkan esok hari. Tujuan utamanya kawasan apartemen sederhana di dekat sekolah Bighit. Sekitar dua kilo dari sana.

Ketika mobilnya melaju melewati halte sebelum memasuki area gedung apartemen, matanya menangkap siluet tubuh mungil yang tidak asing sedang berjalan pelan dengan kepala tertunduk. Berjalan seorang diri dengan langkah lemas.

Yoongi menepikan mobilnya dengan segera, keluar, dan berjalan cepat untuk mengejar. Sengaja dia berjalan tepat disisi si pemilik tubuh mungil tadi, Namun, tidak seperti yang dia duga, tidak ada respon sama sekali. Kepalanya tetap menunduk dengan tatapan mata kosong.

"Eh, maafkan aku."

Yoongi menggeram dengan rasa bersalah sedikit bergelayut dihatinya saat si mungil sama sekali tidak mengangkat kepala dan hanya mengangguk singkat sebagai permintaan maaf karena sudah menabraknya. Lalu, kembali berjalan linglung seperti orang bodoh.

"Hei, apa begitu caramu meminta maaf?" Yoongi mencekal lengannya sampai si pemilik sedikit tersentak dan berbalik menatapnya.

"Yo-Yoongi Hyung.." Jimin, si mungil itu, melebarkan matanya. Berkedip cepat dan tanpa sadar menarik lengannya yang dicengkeram Yoongi, Namun pria yang masih menjabat sebagai kekasihnya tersebut justru kembali menariknya sampai tubuh bagian depan mereka saling berhimpit. "H-Hyung-"

"Ya, ini aku." Yoongi menjawab dengan tampang datar serta mata menyorot lurus tepat pada netra Jimin. Dia tahu Jimin gugup, tegang, dan takut. Tapi dia memilih mengabaikan semua itu.

"Ma-maaf aku tidak sengaja menabrakmu." Jimin dan segala kepolosannya. Dia meremat bahu Yoongi agar tetap berada pada jarak yang seharusnya.

Yoongi yang gemas hanya mampu berdecak pelan, melepaskan pelukan dipinggul sempit kesayangannya. Tanpa aba-aba menarik Jimin dari sana dan menjebloskannya ke bangku penumpang kemudian melaju untuk dibawa pulang.

Jimin menurut saja, dia tetap bungkam. Mengekori Yoongi yang lagi-lagi menyeretnya turun dari mobil dengan cara menautkan jari-jari mereka sampai di depan pintu apartemen. Bahkan Jimin tidak heran ketika Yoongi sendiri yang membuka pintu dengan password yang benar.

Pria pucat itu membawa Jimin ke kamar, melepaskan ranselnya dan menyuruh pria manis kesayangannya untuk membersihkan diri sedang dia sendiri akan menunggu diluar.

Dua puluh menit yang dibutuhkan Jimin untuk mandi air hangat dan berganti baju. Dia masih sedikit linglung dengan apa yang terjadi pada tiga puluh menit terakhir. Tiba-tiba Yoongi muncul dan kembali berada di apartemennya tepat pada pukul sembilan lewat tiga puluh menit.

Disana Yoongi duduk, disofa cokelat sederhana yang sering mereka gunakan untuk menghabiskan waktu bersama. Duduk dengan kepala terkulai pada sandaran, matanya terpejam, serta hela napas yang teratur. Di meja sudah tersedia dua minuman hangat. Satu kopi hitam pekat, satu lagi cokelat.

Menghidu aroma sabun yang cukup menjadi favorit, Yoongi membuka mata perlahan. Menatap Jimin yang berdiri dengan tangan saling terkait serta kepala yang lagi-lagi tertunduk tidak berani menatapnya. Kemudian, satu tangannya menepuk tempat kosong lain disofa yang dia duduki. Membuat Jimin menoleh dan menurut ketika Yoongi menganggukkan kepala.

"Minum dulu," Yoongi menyodorkan segelas cokelat hangat agar Jimin lebih rileks.

"Terimakasih." jujur saja, Jimin tidak menyangka Yoongi akan muncul dan bersikap begini lembut setelah kejadian kemarin malam.

Daily LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang