49

4.4K 463 45
                                    

Misconception
















Yoongi menghela napas berat ketika Jimin keluar dari mobil tanpa lupa membanting pintu. Kekasih manisnya benar-benar marah dan dia tidak mengerti kenapa Jimin harus semarah itu. Toh, apa yang dia ucapkan memang benar 'kan? Kalau suatu saat mereka hidup diatas atap yang sama bukankah Yoongi yang akan bertanggungjawab penuh atas Jimin?

Bunyi gemerincing lonceng yang menggantung di pintu seolah menjadi pertanda bahwa badai yang akan di hadapi Yoongi sudah di depan mata. Baru saja kakinya menjejak selangkah lebih dalam, sorot mata tidak bersahabat Seokjin sudah menyambut. Yoongi berani bersumpah, sedetik sebelum mereka adu pandang, dibibirnya masih ada senyum serta sorot ramah sekaligus cemas yang ditujukan untuk Jimin. Sedang kekasihnya langsung melarikan diri ke salah satu sudut ruangan.

"Min Yoongi-"

"Apa?" Yoongi menyahut malas. Dia tahu Seokjin akan menuduhnya macam-macam. Karena dia memang tidak pernah benar di mata si wali kedua kekasih.

"Jangan memotong ucapanku!" ucapan sinis penuh tuntutan itu hanya di tanggapi tatapan datar ala Min Yoongi. "Apa yang kau lakukan sampai Jimin memintaku untuk melindunginya darimu?"

Satu alis Yoongi terangkat, matanya melirik kearah Jimin yang sedang membaca buku menu. "Cih, serius dia meminta hal semacam itu?"

"Jawab saja!"

"Tidak mau mengajakku duduk dulu? Tidak malu pada pelanggan kafemu?"

Seokjin melirik sekitar, lalu menghela napas ketika menyadari beberapa pasang mata terang-terangan menatap mereka yang sedang adu mulut. Yoongi sempat tersenyum tipis saat Seokjin berjalan mendekati Jimin, sayangnya dia salah prediksi. Mereka melewati Jimin yang asyik memainkan ponsel, menuju balkon yang cukup kondusif untuk mengobrol.

"Kupikir kau akan mengajakku duduk dengan kopi sebagai suguhan?"

Seokjin melipat kedua tangan di depan dada, memicing tanpa takut. "Jadi?"

Satu alis Yoongi terangkat begitu tinggi, begitu congkak dan siap menyanggah tuduhan yang dituduhkan padanya. "Pertama, aku tidak melakukan apa pun yang akan kau tuduhkan padaku. Kedua, apa yang Jiminku katakan sampai kau bisa sesewot ini padaku? Ketiga, kau tahu 'kan seperti apa Jimin? Dia selalu menarik kesimpulan sendiri sampai-"

Tidak kuat, Seokjin merogoh saku lalu menunjukkan layar ponselnya pada Yoongi.


Hyung, selamatkan aku! Si psiko Min kembali!


Yoongi membuka mulutnya sedikit, menoleh sekedar menatap kekasihnya yang sedang bercengkrama dengan salah satu pelayan. Astaga, dia tidak menyangka mendapat sebutan yang begitu buruk dari kekasihnya.

"Seokjin, ini-"

"Kau pikir apa yang akan terjadi jika dia mengirim pesan ini pada Seojun Hyung, hah?!"

"Diam dan dengarkan aku dulu, oke?" Yoongi mendengus, kenapa semakin hari Jimin semakin berani saja padanya? Menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan, mencoba menekan emosi yang hampir mencapai ubun-ubun. "Ya, Tuhan, aku tidak percaya dia menyebutku Psiko hanya karena aku ingin menafkahinya di masa depan.."

Seokjin masih diam saja, belum berniat untuk menyela Yoongi yang kini tampak super frustasi. Lihat, wajahnya memerah sampai telinga. Meski sebenarnya Seokjin juga bingung sekaligus terkejut dengan jawaban tersirat Yoongi.

"Seokjin," suara Yoongi merendah, kalau boleh jujur Seokjin merinding dan memiliki firasat buruk. Dia tidak menyanggah kalau Jimin mengatakan Yoongi psico, lelaki pucat di hadapannya bisa melakukan apa saja yang dia inginkan. Bahkan termasuk memelihara buaya di kediaman super mega mewahnya. Dia tahu dari Namjoon, omong-omong.

Daily LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang