"Kuat jalan, kan?" Tanya Mark sambil membawa tas punggungnya.
Yang lain mempersiapkan diri sambil menganggukkan kepala.
"Sing ati-ati, yo nduk. Dalanne diperhatikan. Ojo nganeh-nganeh supaya ora diganggu, nggih?" Pesan penduduk setempat.
(Hati-hati, ya nak. Jalannya diperhatikan. Jangan aneh-aneh biar nggak diganggu, ya?)Yena yang paling mengerti bahasa Jawa tersenyum sambil mengangguk patuh pada wanita tua tersebut. "Nggih, mbah. Matur suwun, nggih."
(Iya, nek. Terima kasih, ya.)"Wis, ndang mlaku. Mengko peteng ora iso ndeleng." Ucap Si Nenek sambil tersenyum.
(Dah, cepet jalan. Nanti gelap nggak bisa liat.)Yena melakukan hal yang sama yang sebelumnya Ia lakukan. Lalu Ia menyuruh teman-temannya untuk segera berjalan.
Tak ada suara yang berkumandang ketika mereka berjalan, semua fokus memerhatikan jalan. Hanya suara daun yang diinjak, juga hembusan angin yang menemani.
Hingga tiba-tiba Doyeon tersadar. Ia langsung menoleh ke kanan, dimana Joochan sedang sibuk melakukan sesuatu.
"Chan? Lo ngapain?" Tanya Doyeon dengan raut wajah herannya.
Suara Doyeon yang sedikit keras ditambah dengan keadaan yang sepi membuat yang lain berhenti berjalan, dan secara serempak menoleh ke belakang.
Joochan menoleh. "Buat tanda aja, kalo kesasar nanti, kan, bisa balik ke jalan yang benar gitu." Jawab Joochan masih dengan kesibukannya membuat tanda pengenal.
"Ih, kan tadi neneknya bilang nggak usah aneh-aneh! Tinggalin!" Seru Doyeon.
"Nggak aneh-aneh kok. Gimana kalo nanti beneran kesasar? Nggak mungkin make gps, 'kan? Di hutan mana ada sinyal. Dan lagi hutan ini luas, mau make insting? Makin nggak jelas arah Lo berjalan nantinya." Sahut Joochan.
Penjelasan yang cukup panjang dari Joochan cukup untuk membuat Doyeon terdiam.
"Bener kata Doyeon, Chan. Gimana kalo nanti ada orang luar yang berhasil bertemu kita, terus kita diapa-apain karena tanda jalan yang Lo buat?" Ucap Mark.
"Lanjutin aja Chan, gue buta arah jalan. Takutnya beneran kesasar." Celetuk Yena.
Oke, Joochan bingung sekarang. Ia setuju dengan ucapan Mark, tapi hatinya mengatakan untuk terus membuatnya saja.
"Kan bisa ajak mereka, Yen. Berani Lo jalan-jalan sendirian di hutan?" Tanya Changbin.
Yena nyengir sambil menggelengkan kepala. "Kagak, ehehe." Jawab Yena.
Mungkin memang Joochannya saja yang terlalu khawatir. Mungkin memang Joochannya saja yang terlalu berlebihan. Mungkin memang Joochannya saja yang berpikir terlalu panjang.
Joochan menghela napas dan membuang sebilah kayu yang Ia temukan tadi ke sembarang arah.
"Yok lah lanjut. Yang tadi nggak usah dipikirin lagi." Ujar Joochan yang berjalan lebih dulu.
Ya, Joochan yakin yang tadi hanya sebatas angannya belaka.
Joochan hanya takut, tidak lebih.
Joochan menengadahkan kepalanya, berjalan sambil menatap rerimbunan daun pohon yang menutupi langit hampir sempurna.
"Jalan yang bener, kesandung nggak gue tolong ntar." Ucap Gyehyeon.
Joochan kembali menghadap ke depan.
Ketakutannya tidak akan menjadi sesuatu yang berarti, 'kan?
Iya, 'kan?
oke, buat memperjelas aja.
seperti yg udah aku bilang,
aku update tiap hari senin
kamis. nah, hari senin aku
update saat mentari masih
menyapa, hari kamis ketika
bulan menggantikan posisi
matahari.ceilah bahasanya.
intinya
senin : pagi/siang
kamis : sore/malamoke, bhay
----------
Kagome Kakurenbo
©moonchaey, 2O2O
KAMU SEDANG MEMBACA
Kagome Kakurenbo || 99Line [✔]
Fanfic[SELESAI] semuanya udah salah sejak permainan itu dimulai. ©moonchaey, 2020