Season 3 [32] chris got mentally

44 2 0
                                    

Our readers annyeong.
Wahh lama ngga update, maaf ya baru sempet up sekarang T_T

Pokoknya enjoy the story yauu, salam peluk hangat dari author 🖤

Happy Reading!!
.

.

.

.

Wajah cantik nan teduh menggemaskan tengah terlelap. Bulu mata lentik, tangkai hidung tegas serta siluet bibir sempurna.

Liona berdiri di ambang pintu. Memandang lekat kearah sosok gadis yang tengah terlelap dalam balutan selimut putih yang hangat. Tak lupa ia menyadari atensi tiang infus yang masih menggantung uluran selang kecil yang terhubung ke pergelangan tangan.

Hazel tengah terlelap. Pagi hari ini ia datang berniat untuk menengok putrinya itu. Dan tentunya ingin meminta maaf atas kejadian yang terjadi akibat tindakan bodohnya.
Namun langkahnya terhenti ketika mendapati gadis itu masih terlelap. Daripada membangunkanya, Liona lebih memilih mengabadikan pemandangan ini lebih lekat dalam ingatannya.

Memandang penuh kasih pada putrinya. perlahan langkahnya mulai mantap mendekat pada ranjang itu. Tangannya meraih pucuk kepala putrinya. Mengelus dengan lembut dan penuh hati-hati gara tak mengganggu tidurnya.

Sesaat ia kembali teringat kejadian kemarin. Kembali berandai bahwa itu hanya mimpi. Tapi torso putrinya yang terbaring memaksanya untuk terus mengingat bahwa itu bukan mimpi buruk semata. Tak akan jadi seperti ini jika ia meraih dan memeluk hazel saat anak perempuan itu datang membawa medali kearahnya.

"Harusnya begitu"
Gumam Liona dalam lamunannya.

Sedangkan hazel mulai merasakan atensi tangan Liona. Gadis itu membuka matanya perlahan. Sosok Liona mulai terlihat jelas ketika kelopak matanya terbuka sempurna.

"Ibu?"
Celetuk Hazel.

Liona sedikit terkejut. Ia tersadar dari lamunannya. Mendapati hazel sudah bangun. "Hazel. Apa ibu membangunkanmu nak? Maaf"

"Tidak, aku terbangun karena infusku habis"
Imbuh hazel.

Benar saja pergelangan tangan gadis itu sudah berdarah. "Ya ampun! Bagaimana ini!"
Ucap Liona hawatir. Ia segera memencet tombol darurat itu.
Sampai akhirnya seorang suster datang dengan membawa perlengkapan rumah sakit.

"Infusnya sudah diganti. Kami minta maaf atas keteledoran kami karena lupa memeriksa infusnya tadi malam. Tapi nona hazel akan baik-baik saja"
Imbuh suster itu pada Liona.

Liona mengangguk. "Terimakasih. Tolong lebih tingkatan perhatian kalian terhadap para pasien"

"Tentu nyonya Huang, kami benar-benar minta maaf. Saya permisi"
Lirih suster itu sebelum meninggalkan kamar hazel.

Liona menghela nafas. Ia kembali memfokuskan perhatiannya pada sang putri. "Kau baik-baik saja kan? Apa sakit?
Darahnya banyak sekali."
Monolog Liona.

"Sejak kapan ibu disana?"
"Hm?"
"Sejak kapan ibu berdiri di sana?"
Tanya hazel.

"Belum terlalu lama"
Timpal Liona.

Hazel menghela nafas. ia kembali menatap manik Liona. "Kenapa ibu tidak membangunkanku? Dan kenapa ibu hanya berdiri, padahal kursi ini kosong"
Ucap hazel dengan sedikit penekanan.

Liona tersenyum. Bagaimana bisa ia tak bersyukur memiliki anak tiri sebaik hazel. Bagaimana bisa ia tak menghargai jerih payah hazel. Dan bagaimana bisa kata-kata tak bersyukur itu keluar dari ranumnya sebagai seorang ibu?.

Single Mom Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang