Renjun terbangun saat suara Jeno terdengar semakin jelas, kesadarannya segera terkumpul saat melihat kening Jeno kembali dipenuhi keringat dingin. Ia beranjak mendekati tempat tidur Jeno yang hanya dihalangi meja rias, tempat tidur yang baru seminggu lalu mereka ganti menjadi sepasang single bed portabel. Renjun mendudukkan tubuhnya disisi Jeno lalu mengulurkan tangannya untuk mengusap kening si laki-laki permukaan yang berkerut tegang.
"Lee Jeno.."
"Tenanglah, aku disini.. kau tak akan sendiri."
Kening Jeno masih berkerut tegang, alisnya menukik tajam dan bibir tipisnya sibuk meracau tentang betapa terlukanya ia pada sosok bernama Jaemin. Tiap kali Jeno mengalami mimpi buruk ingin rasanya Renjun membangunkan Jeno dan melayangkan pertanyaan tentang siapa itu Jaemin, tapi keinginan itu hanya sebuah angin lalu karena Renjun memilih mengusap kening Jeno hingga laki-laki permukaan itu kembali tertidur nyenyak.
"Tenanglah.."
Perlahan napas berat Jeno kembali normal, kerutan di keningnya mulai melemah dan alis tebalnya tidak lagi menukik tajam. Renjun tersenyum tipis, ia mengusap keringat dingin yang membasahi kening Jeno lembut lalu membenarkan posisi tidur si laki-laki dominan.
"Sebesar apa sakit hati mu, Jeno? Apa kau terlalu terbiasa di puncak hingga luka yang sekarang kau alami mampu menghancurkan mu hingga seperti ini?" Gumam Renjun pelan.
Setelah memberi usapan terakhir pada kening Jeno, Renjun beranjak meninggalkan kamar. Menikmati dinginnya udara malam lewat jendela menjadi rutinitas buruk Renjun semenjak goresan luka menganga ia terima dari keluarganya. Tangannya dengan telaten menyeduh teh telang dan menuangkannya ke cangkir kaca berisi irisan lemon.
Renjun menarik kursi ke pinggir jendela lalu membuka jendela yang hampir tertutup bunga-bunga hydrangea tempatnya menemukan Jeno dulu lalu meletakkan cangkir tehnya di kusen jendela. Mata Renjun terpejam sesaat, menikmati aroma bunga ceri yang kembali tercium samar akibat hembusan dingin angin malam.
"Ini kah yang kau lakukan? Padahal setiap hari kau melarang ku menikmati buruknya udara malam."
Renjun menoleh, tidak terlalu terkejut saat menemukan Jeno bersandar diambang pintu dapur dengan selimut tebal berwarna coklat melilit tubuh besarnya.
Renjun menyesap tehnya lalu tersenyum, "kau terbangun ya, mau teh?"Jeno menggeleng pelan, "aku hanya ingin memperhatikan mu duduk disana semalaman."
Renjun hanya diam, kembali fokus pada pemandangan langit yang gelap gulita, "sepertinya akan turun hujan.."
"Hmm.. kalau di permukaan pasti aku bisa melihat bintang ya?"
Jeno tak langsung menanggapi, masih sibuk memperhatikan Renjun yang duduk terdiam di depan jendela. Sudah lima kali Jeno menemukan Renjun duduk diam disana, mungkin bisa lebih sering dibanding sepengetahuan Jeno. Awalnya Jeno enggan menegurnya, namun tangisan diam-diam malam kemarin membuat Jeno tergerak untuk mencari Renjun saat mata sipitnya tak menemukan sosok cantik itu di tempat tidurnya.
"Tidak juga.. jika kau tinggal di megapolitan seperti Seoul, Shanghai, Tokyo atau New York kau tidak akan melihat bintang.."
Renjun terkekeh, "aku tidak bisa membayangkan kota-kota yang kau sebutkan.."
"Kita akan kesana suatu hari.."
Renjun tersenyum, "terima kasih telah mengajak ku.."
"Lalu bagaimana dengan Telos? Dari yang aku lihat di televisi, Telos adalah kota yang megah dan-"
"Dan jahat.." potong Renjun cepat.
Jeno menyerit, ekspresi Renjun tidak dapat Jeno tebak. Sosok Renjun yang sekarang sedang mengobrol dengannya seperti bukan Renjun yang biasa memaki, mengomel dan memberinya perkataan menusuk. Perbedaan yang terlalu jelas untuk diacuhkan oleh Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGARTHA
Fanfiction[E-book tersedia di Google Playbook] Segalanya Memiliki Dua Sisi. Bahkan Bumi. Bahkan Hati. Lee Jeno x Huang Renjun MPREG BxB Hollow Earth 🔞 21 Juni 2020 - 03 Maret 2021