Rèalitas

15.6K 2.8K 1.4K
                                    

Jeno menatap sekitar, tidak pernah membayangkan bahwa bangunan yang terlihat megah dari luar itu memiliki ruang bawah tanah. Lampu-lampu lorong menuju bawah tanah begitu redup kekuningan, dinding bebatuan lorong juga dihiasi garis-garis abstrak dari sulfur yang menandakan tanah Tartarus kaya akan gunung berapi, semakin dalam Jeno digiring menuruni anak tangga ia dapat merasakan bahwa oksigen ikut menipis dan udara terasa pengap.

Sebuah pintu baja terlihat tak lama kemudian, menandakan bahwa lorong panjang berisi puluhan anak tangga telah berhasil ia lewati. Tentara yang membawanya ke penjara segera membuka pintu tersebut menggunakan sebuah kartu akses transparan, dan lagi-lagi Jeno dibuat tidak menyangka dengan teknologi Agartha. Akhir dari lorong panjang itu berisi ruangan yang didominasi warna putih dan aksen bronze, lampu LED berwarna kebiruan dan alat-alat yang Jeno sendiri tidak tahu apa gunanya.

Seorang wanita segera bergerak gesit, menyiapkan beberapa obat-obatan dan jarum suntik. Jeno mundur selangkah ketika tanpa permisi tangan wanita itu berniat membuka pakaiannya.

"Dia sudah steril." Kata tentara yang menemani Jeno sejak penjemputan.

Wanita itu menaikan satu alisnya. "Kau yakin dia tidak membawa apapun?"

"Ya, kau bisa lakukan tugas mu yang lain."

Jeno menatap tentara di sampingnya, sedikit berterima kasih karena diberi pertolongan untuk menghindari pemeriksaan dan masih sempat otak pintarnya berpikir bahwa tentara itu juga membantunya menjaga aset milik Renjun.

"Akhirnya.." Gumam Jeno lega saat borgol berat dari batuan magnet alam itu dilepaskan dari tangannya.

"Duduk!"

Jeno duduk di kursi yang ditunjukkan oleh wanita berpakaian putih, luka di wajah dan kepalanya dibersihkan lalu diberi beberapa obat, namun saat Jeno berpikir perawatan lukanya sudah selesai ia kembali menyerit, wanita itu menggulung lengan kaosnya hingga siku lalu pergelangan tangan Jeno dibersihkan menggunakan alkohol.
"Ini sedikit sakit, tahan."

Awalnya Jeno tidak merasa kesakitan saat jarum suntik itu menembus kulitnya, tapi ia benar-benar tidak menyangka bahwa aliran obat kebiruan di pembuluh darahnya akan terasa menyiksa, rasanya begitu ngilu dan panas seperti terbakar.

"Arghh!"

Tangan Jeno mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih, ringisan terdengar keras dan raut kesakitan terlihat dari wajah rupawan Jeno yang memerah. Wanita itu tidak peduli dengan Jeno yang berteriak sakit, ia memilih terus menyuntikkan cairan obat ke tubuh Jeno hingga pembuluh darah laki-laki permukaan itu terlihat jelas, akhirnya setalah obat itu habis sebuah tiga titik hitam muncul di pergelangan tangan Jeno.

"Selesai."

Belum selesai rasa sakit yang Jeno alami, wanita itu langsung menyodorkan sebuah kapsul berwarna biru gelap.

"Obat mu.."

Jeno menatap kapsul itu dengan tatapan waspada, ia melirik sang tentara lalu mengambil kapsul itu, tanpa pikir panjang Jeno memasukan kapsul perberian si wanita ke dalam mulutnya yang membuat sang tentara menatap Jeno. Setelah yakin bahwa tahanan baru itu menelan obat yang ia berikan, wanita itu memberikan pakaian tahanan berwarna hitam pada Jeno.

"Pakai."

Jeno tidak membalas apapun, memilih diam dan langsung mengenakan pakaian yang diberikan padanya.
"Antar dia ke selnya." Kata wanita itu sambil menyerahkan beberapa lembar pakaian ganti yang sebenarnya sama saja.

Tentara itu mengangguk lalu menarik Jeno menuju pintu yang kembali membawanya ke sebuah lorong, lorong itu tidak begitu panjang karena Jeno dapat melihat ujungnya yang berisi sel-sel tahanan dengan suara gaduh. Sebelum Jeno memasuki ruangan berisi ratusan orang itu, ia mengeluarkan obat yang tadi ia sembunyikan dibawah lidahnya.

AGARTHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang