Jeno membuka matanya perlahan lalu mengedip beberapa kali untuk mengumpulkan seluruh kesadarannya yang sempat melayang entah kemana, ia merasa lengan kirinya kebas karena terlalu lama menjadi tempat beristirahat yang menurut Jeno paling nyaman bagi Renjun. Kekehan samar terdengar saat mata tajamnya menangkap pemandangan penghangat hati, wajah damai Renjun terlihat begitu menenangkan dan tanpa beban seolah sosok cantik itu telah melepas semua rasa sakitnya.
Jemari Jeno bergerak perlahan untuk menyingkirkan rambut lembut Renjun yang telah menutupi kening dan alis si submisif, mengusap penuh kelembutan kening Renjun yang berkeringat akibat suhu lembab.
"Seperti ini lebih indah dibanding kau merengut sambil mengomel berjam-jam." Bisik Jeno bersamaan dengan ibu jarinya yang bergerak lembut mengusap alis kecoklatan sang submisif.Sejenak Jeno terkurung dalam pesona sosok manis yang ternyata adalah salah satu bagian dari keluarga terkemuka di Agartha, wajahnya yang ayu dihiasi bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir mungil nan merona, jika ia bisa maka ia akan menyuarakan ke seluruh penjuru dunia bahwa Renjun adalah sosok yang begitu indah dari segi apapun.
"Seperti apa bentuk kedamaian yang mereka inginkan sampai-sampai melukai sosok seperti mu, Huang Renjun?"Bibir Jeno terkatup rapat sebelum terkekeh pelan, tatapannya begitu lembut seolah Renjun adalah sosok yang akan hancur hanya karena tatapan tajam. "Aku lupa, tidak ada Huang di rumah ini.."
"Ku harap kau tidak memaki ku setelah ini.."
Jemari Jeno berhenti bergerak, ia menarik tangannya perlahan saat mengetahui hari mulai petang, dengan penuh kehati-hatian ia mengangkat kepala Renjun lalu meletakkan bantal kapas sebagai pengganti lengannya. Jeno mendudukkan tubuhnya sebelum beranjak dari ranjang, tak lupa membenarkan posisi Renjun agar submisif cantik itu tidur nyenyak.
Jeno tersenyum lalu menggeleng pelan dan menepuk pipinya yang terasa panas, ia tidak mengerti kenapa sosok penuh wibawanya menguap entah kemana hanya karena menatap betapa manisnya Renjun ketika tertidur.
Ibu jari Jeno mengusap pipi Renjun, berusaha menghapus jejak-jejak air mata yang mengering. Senyumnya melembut sebelum berbisik, "sleep well, sugar.."
Akhirnya kamar bernuansa putih gading itu kembali menghening sepeninggal Jeno, meninggalkan Renjun dalam buaian alam mimpi.
........
Langkah kakinya membawa Jeno menuju teras, berniat membereskan kekacauan yang sempat ditinggalkan begitu saja. Saat ia telah menginjak dinginnya lantai teras, mata tajamnya menyipit berusaha fokus dengan sebuah kertas putih berbentuk persegi tergeletak di lantai, ia memungut kertas tersebut lalu membaca tiap kata yang ditulis menggunakan tinta emas.
Alis Jeno menukik tajam, tidak terlalu mengerti dengan apa yang tertulis disana dan seingatnya kertas itu adalah undangan untuk Renjun. Cukup lama ia menatap kertas itu dengan tatapan kosong, ingatan tentang bagaimana mulut tajam Jungwoo mampu membuatnya meledak penuh amarah, masih tidak terima dengan setiap kata yang menghujam hati Renjun hingga lelehan air mata kembali membasahi pipi lembut si mungil.
"Jeno.."
Jeno tersentak, ia menoleh dan menemukan sosok laki-laki paruh baya sedang berdiri sambil membawa sebuah kotak karton.
"Paman Chen, ada apa?" Tanya Jeno ramah.
Laki-laki yang dipanggil paman Chen itu tersenyum, ia menyodorkan kotak karton yang dibawanya, "pie daging hangat untuk makan malam dan pudding coklat untuk memperbaiki suasana hati kalian.."
Mata Jeno membulat, menatap penuh waspada pada kotak berisi seloyang pie daging lezat buatan Chen. Melihat ekspresi Jeno membuat Chen tertawa pelan.
"Kali ini aku tidak menambahkan bubuk cabai, sangat aman untuk perut mu."
KAMU SEDANG MEMBACA
AGARTHA
Fanfiction[E-book tersedia di Google Playbook] Segalanya Memiliki Dua Sisi. Bahkan Bumi. Bahkan Hati. Lee Jeno x Huang Renjun MPREG BxB Hollow Earth 🔞 21 Juni 2020 - 03 Maret 2021