Intramolekuler

18.4K 3.3K 2.4K
                                    

Langkah anggun sosok kakak Renjun semakin dekat, senyum manis itu terukir indah seolah kunjungan yang dilakukannya adalah hal wajar tanpa tahu kalau Renjun dipenuhi perasaan yang tidak dapat dijelaskan.

Tak!

Langkah terakhir mendarat sempurna di batu andesit yang baru saja Jeno pasang menimbulkan suara keras akibat tubrukan hak kayu dengan kerasnya batu.

"Lama tak berjumpa, adik ku terlihat sehat walau emm.."

Mata yang terlihat polos milik kakak Renjun beredar ke sekeliling, memindai seberapa layak rumah yang dihuni sang adik.

Dia terkekeh pelan, jemarinya yang lentik dan terawat menutup mulutnya penuh sopan santun. "Melihat kondisi rumah yang diberikan seorang penjaga gerbang, aku yakin kau rindu kamar mu haha.."

Renjun menunduk dalam sambil mengepalkan tangannya menahan semua perasaan yang ingin meluap, rasa takut, benci, iri dan amarah yang melebur menjadi satu, sementara Jeno masih terdiam dan memperhatikan sosok cantik dengan senyum manis di depannya.

"Siapa?"

Sosok itu menaikkan alisnya lalu tertawa pelan, "seharusnya kau sudah tahu siapa aku, memangnya kau sendiri siapa?"

"Aku Lee Jeno.. jika kau saudaranya seharusnya kau tahu aku siapa." Balas Jeno tajam.

"Hahaha begitu ya? Huang Renjun adik ku yang malang."

Jeno menyerit, merasa tidak senang dengan gaya bicara orang di depannya. Tiap kata yang keluar dari mulutnya memang lembut, namun penuh bisa.
"Maaf disini tidak ada Huang Renjun!"

"Huh?"

"Tidak ada Huang di rumah ini, karena dia menyandang marga Lee.."

Renjun mendongak menatap Jeno dengan tatapan tidak percaya, ia merasakan genggaman Jeno mengerat dan melingkupi jemarinya dengan kehangatan yang sempurna. Sementara kakak Renjun mendelik kaget saat mendengar jawaban mengejutkan dari laki-laki asing yang menggenggam tangan adiknya.

"Kau mau didampingi anak buangan sepertinya? Wah aku iri padanya.."

Jeno hampir menarik helaian keemasan orang di depannya yang berbicara tanpa didasari pemikiran itu jika saja Renjun tidak menahan lengannya. Renjun menatap Jeno sejenak sebelum memberikan galengan pelan.

Renjun melepaskan genggaman tangannya pada Jeno, ia mendekati kakaknya dan memberikan sebuah senyum tipis.
"Jungwoo Hyung.."

"Ayo masuk dulu.."

Jungwoo -kakak Renjun- semakin menyatukan kedua alisnya.
"Kau yakin dengan tawaran mu?"

"Tentu."

"Hahaha! Kau ingin melakukan sesuatu, eh?"

"Yang pasti aku tidak akan mebunuh mu.." Bisik Renjun pelan, tatapannya yang semula penuh luka itu berubah kosong tanpa satu orang pun mampu menebak isi pikirannya. Keramahan tadi entah hilang kemana dan digantikan bekunya bisikan tajam serta getaran kaku di ujung jari.

Jungwoo tertegun, dirinya tahu bagaimana sifat Renjun yang akan menyuarakan apa saja di kepalanya, namun kata membunuh tidak pernah terpikirkan oleh Jungwoo akan keluar dari bibir kemerahan sang adik. Tidak hanya Jungwoo, Jeno juga sangat terkejut dengan ucapan Renjun terlepas ucapan itu serius atau hanya gertakan. Sampai sekarang Jeno tidak dapat mengerti dengan isi pikiran Renjun, sosok manis itu seperti menyimpan banyak rahasia kelam yang membuatnya terpuruk.

"Aku sudah berada di dasar jurang, jadi Hyung tidak perlu bersusah-payah menumpuk rasa iri." Kata Renjun gamang.

Jungwoo kembali ditarik ke kenyataan sebelum berusaha memberikan senyum manis pada Jeno, "yah.. baiklah, kembali ke tujuan awal ku sampai mau repot-repot mencari mu.. sekarang marga Renjun memang Lee, tapi walau dia dibuang dan menjadi rendahan tetap saja darah lebih kental dibanding air, kan?"

AGARTHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang