Bushcraft

15.9K 2.7K 1.3K
                                    

Pagi pertama Renjun di Tartarus dikejutkan oleh suara gaduh para tahanan yang berada di lantai dua, teriakan memenuhi ruangan besar penjara, menggema dengan suara tidak menyenangkan yang membuat Renjun tidak dapat memejamkan matanya lebih lama. Tubuh ringkih Renjun dipaksa untuk duduk dan tanpa sadar satu tangannya mengucek mata, setelah memastikan kantuknya berkurang, Renjun menoleh dan tidak menemukan Jeno di tempat tidurnya dan akhirnya Renjun melongokan kepalanya ke bawah. Kedua alis Renjun menyerit saat melihat Jeno, Yangyang dan paman Sehun sudah berdiri di depan jeruji sel mereka sambil berdiskusi serius.

"Apa yang terjadi?"

Suara serak Renjun membuat ketiga tahanan lain menoleh padanya, orang pertama yang menyunggingkan senyum adalah sosok laki-laki rupawan yang menjadi sandaran ternyaman untuk Renjun.

"Kesayangan Jeno sudah bangun?"

Renjun tersipu malu sementara Yangyang dan Sehun hanya menyerit, tidak menyangka kalau manusia permukaan yang gemar memberontak dan memaki para sipir memiliki mulut semenjijikan itu.

Renjun berdeham saat wajah bersemunya diperhatikan oleh Yangyang dan Sehun, untuk membuang rasa malunya Renjun memilih mendelik pada sang dominan, "diam.. pagi-pagi jangan membuat ku geli."

Sehun merotasikan matanya lalu mengacak rambut hitam Yangyang, "pasangan muda memang seperti itu, jangan meniru mereka."

"Tidak apa-apa meniru asal pasangan mu bukan hasil curian."

Yangyang mendengus kesal, "Jeno Hyung tidak jelas.."

Renjun menghela napas pelan lalu perlahan turun dari tempat tidurnya yang berada di tingkat kedua. "Apa setiap pagi kebisingan ini selalu terjadi?"

"Tidak, sepertinya ada korban diatas sana." Jawab Sehun sambil menunjuk ke deretan sel di lantai dua.

Renjun ikut mengintip di sebelah Jeno, mata cantiknya memperhatikan dua orang sipir dan beberapa orang berpakaian putih datang dengan sebuah tandu dan kantung mayat. Jeno dan Renjun saling bertatapan, merasa ada suatu hal buruk yang terjadi.

"Siapa lagi yang mati?"

Masih dengan mata tajam yang memperhatikan para petugas menaiki satu demi satu anak tangga menuju sel yang bermasalah, Jeno melayangkan sebuah pertanyaan pada Sehun.
"Sudah biasa ya?"

Sehun mengangguk. "Kebanyakan lansia dan anak-anak."

Jeno terdiam, matanya terus menyipit untuk memperhatikan gerak-gerik para petugas yang mulai mengangkat kantung mayat ke lantai dasar. Laki-laki tampan asal permukaan itu tertegun saat petugas tidak langsung membawa mayat itu keluar ruangan, kantung mayat yang mereka bawa diletakkan dengan kasar di lantai, tepat di tengah-tengah puluhan sel yang membentuk leter u, kantung itu dibuka lebar membuat sosok mungil dengan tubuh dingin nan kaku terlihat jelas. Renjun langsung menutup mulutnya terkejut, wajahnya memucat dan matanya menunjukkan sorot tak tega.

Jeno menegang, tubuhnya semakin merapat ke jeruji besi dan tanpa sadar merematnya, "anak itu.."

Sehun menepuk bahu Jeno saat mengenali anak kecil yang dibela Jeno di pertambangan, jelas sekali saat itu si bocah ringkih sedang tidak sehat, namun ia dipaksa bekerja dan berakhir tewas pagi ini.

"Mungkin, suatu hari kalian akan berakhir menjadi bangkai disini!" Suara sang sipir menggema.

Seorang sipir menendang kaki kurus bocah tak berdosa di bawahnya, "seperti anak bodoh ini!"

Semua tahanan tidak dapat berkata-kata melihat perlakuan sang sipir, memilih diam daripada menjalani masa tahanan yang lebih lama dan menyiksa.

"Ini alam liar, kalian hanya landak kecil diantara para singa.. hahaha orang-orang lemah seperti kalian hanya tinggal menunggu waktu.."

AGARTHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang