Saltstraumen

15.9K 2.6K 1.2K
                                    

"Aku butuh media untuk menyebar ini."

Sehun menyeritkan dahinya saat Jeno menyodorkan selembar kertas kekuningan dengan goresan pena karbon, merasa takjub saat melihat selembar kertas yang telah lama tak digunakan di Agartha.

"Darimana kau mendapatkan kertas ini?"

Jeno menoleh ke arah Yangyang dan remaja berjiwa aktivis itu langsung menunjukkan cengiran lebar.
"Aku punya banyak.." Kata Yangyang sambil membuka ransel yang ia sembunyikan di bawah ranjang.

"Bagaimana kau bisa membawa itu semua?" Tanya Sehun.

Yangyang berdecak lalu menunjuk bagian bawah ranjang milik Jeno, "aku membawa kertas karena aku bekerja di percetakan, kalau paman.. bagaimana bisa membawa tablet itu?"

Jeno melongokan kepalanya ke bawah ranjang miliknya, disana ia melihat sebuah tablet tipis yang menempel erat.
"Akan sangat lucu kalau saat paman Sehun tidur, tablet ini jatuh mengenai wajahnya."

Yangyang tertawa sementara Sehun mendengus kesal, "aku menyelundupkan tablet itu, seharusnya kau berterima kasih berkat tablet itu aku bisa menghubungi kakak ipar mu."

Renjun yang berusaha memejamkan matanya kini kembali tersadar lalu memperhatikan tiga orang beda usia dibawahnya "Sssttt.. kalian berisik, disana ada kamera pengawas."

"Benda itu sudah berhenti berfungsi sejak satu tahun yang lalu." Jelas Yangyang.

"Tidak diganti?" Tanya Renjun bingung.

Jeno tertawa, "mengganti barang-barang usang disini hanya akan mengurangi uang yang bisa mereka korupsi."

"Jadi bagaimana cara memperbanyak ini?" Tanya Jeno pada Sehun, berusaha kembali ke topik pembahasan mereka sebelumnya.

"Untuk membuat gejolak di Tartarus kita tidak bisa mengharapkan teknologi." Jawab Sehun.

Sehun kembali menatap sosok termuda di sel mereka. "Yangyang, apa kertas milik mu masih cukup banyak?"

Yangyang tersenyum lalu kembali menarik sebuah kotak kayu yang dipenuhi kertas Pinus, "untuk pergerakan pertama sepertinya cukup."

"Kalian mau menulisnya satu demi satu?" Tanya Renjun.

"Ya, tidak ada cara lain."

Kedua alis Jeno menyerit lalu laki-laki tampan itu melipat kedua tangan di depan dada, memperhatikan kotak kayu milik Yangyang dengan tatapan bingung.

"Aku masih heran, kenapa kau diizinkan membawa kertas sebanyak itu?"

Yangyang ikut memperhatikan kotak dan ransel miliknya lalu mengingat-ingat kejadian penangkapan dirinya satu tahun yang lalu.
"Sebenarnya aku ditangkap saat bekerja mengirim kertas ke satu-satunya percetakan di Treva dan karena kertas bukan benda berbahaya jadi aku diizinkan membawanya."

"Seingat ku kita diizinkan membawa beberapa barang, asalkan barang yang kita bawa bukan senjata, alat komunikasi dan alat pemantik api."

Jeno menaikkan satu alisnya, tertarik dengan informasi yang diberikan Yangyang, "memangnya kenapa kalau pemantik api?"

"Ku dengar Tartarus memiliki sebuah gudang bahan bakar fosil di sebelah gudang tempat kita menyimpan belerang."

Sehun menatap Jeno dan Yangyang bergantian. "Belerang dan bahan bakar fosil sangat mudah terbakar, jadi mereka menghindari hal-hal beresiko seperti itu."

Jeno mengatupkan bibirnya sambil menatap Sehun yang menjelaskan alasan Tartarus melarang adanya pemantik api.
"Dari ribuan tahanan, apa mereka yakin tidak ada yang membawa pemantik api?"

AGARTHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang