12. Gara-Gara Jamkos

45 11 23
                                    

Habis menjalankan hukuman tadi mereka menghadap Pak San lagi.

"Ini Chandra kenapa nggak memakai sepatu? Udah mau jadi tukang sapu kamu?" Chan emang nggak pake sepatu soalnya tadi dilepas pas mau main.

"Kalian ini sudah besar mbok ngotak dikit."

"Kasihan adek kelas kalian dapet contoh yang nggak baik dari kalian."

"Saya juga dapet contoh nggak baik dari kakak kelas!" Kata Chan nggak mau disalahkan. Sementara kakak kelas sembilan ‘E’ yang sekarang lagi jam olahraga pada mesam-mesem. Ternyata ada juga penerus kenakalan mereka disekolah SMP tercinta ini, begitu kata hati mereka. Haha

"Masih jawab kamu!"

"Ya kan memang seperti itu kenyataannya!" Nggak kalah tingginya jawaban Chan. Jepon sama Jun udah nenangin Chan, soalnya mereka berdua yang ada disampingnya  Chan.

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi kiri Chan. Sekarang dia benar-benar marah. Habis main terus dihukum lari keliling lapangan dan sekarang dia ditampar mana tamparannya nggak main-main lagi. Ditambah pas matahari. Komplit sudah setan-setan yang ada didalam tubuh Chan untuk muntab.

"Mbok ku wae ora tau ngampleng aku. Koe sopo wani ngampleng aku?!" Meskipun suaranya nggak sekeras Pak San tadi. Tapi siapapun juga tau kalau Chan itu benar-benar marah. Dia kalau marah memang sering pakai logat Jawanya.
(Ibuku saja tidak pernah menampar aku. Kamu siapa berani nampar aku?)

Dia udah bersiap buat membalas, untung Jepon sama Jae juga udah siap buat nahan tangannya. Kalau nggak ya mungkin bakalan ada adu jotos antara murid dan guru. Gini-gini Chan juga bisa beladiri.

Semuanya jadi tegang. Anak-anak kelas delapan ‘A’ yang awalnya didepan kelas udah pada masuk kelas dan melihat dari jendela. Sementara tetangannya alias kelas delapan ‘B’ juga melakukan hal yang sama.

Kakak kelas sembilan udah pada mengelilingi. Jaga-jaga kalau benar-benar ada adus jotos. Kan mereka bisa menyemangati ralat emmm memisahkan maksudnya.

Teman-temannya yang lain juga nggak kalah kagetnya. Apalagi mereka ikut terseret dalam hal ini. Begitupun sama Sung kekagetannya nggak sampai disitu aja tentang teman barunya itu, pasalnya dia nggak tahu kalau Chan itu berani banget sama guru. Walaupun di sekolah lamanya juga ada anak yang sejenis Chan tapi dia agak ragu gitu mau nyamain Chan sama teman sekolahnya dulu. Soalnya dia nggak pernah ngelihat Chan bener-bener marah kayak sekarang.

"Dibilangi jangan ngeyel. Kamu disini tanggung jawab pihak sekolah! Memangnya nanti kalau ada orang luar siapa yang nanggung malu? Pihak sekolah!"

"Gurune wae ngampleng muride. Brati muride yo kudu wani males gurune. Kan wes di sinauni." Chan kembali ngomong dengan logat Jawa kentalnya. Sambil mengangkat sebelah alisnya dan menyunggingkan senyuman devil.
(Gurunya saja nampar muridnya. Berarti muridnya ya harus berani membalas gurunya. Kan sudah diajari)

Temen-temennya pada takut kalau sewaktu-waktu Chan benar-benar membalasnya. Walaupun dari mereka kebanyakan nggak tau betul apa arti omongan Chan. Dari nada bicaranya jelas pasti Chan lagi marah. Apalagi mereka itu masa-masanya emosi nggak bisa dikontrol.

"Nggak ada sopan-sopannya ya kamu!"

"Koe wae ra sopan, mosok aku mbok kon sopan. Jare guru iku di gugu lan ditiru. Koe gak sopan aku yo gak sopan. Wong aku milu koe." Chan sekarang kayak jadi mancing kemarahan Pak San ini. Dia malah kelihatan tenang banget, nggak kayak penonton yang udah was-was.
(Kamu saja tidak sopan, masa aku disuruh sopan. Katanya guru itu di gugu dan ditiru. Kamu tidak sopan aku ya tidak sopan. Orang aku ikut kamu)

One Class | LengkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang