35. Detektif

20 6 0
                                    

"Nilai Lo kecil? Di zoom aja."

Begitu saran Jun waktu ngelihat raport Chen. Iya mereka bertujuh pada liat-liatan nilai raport.

Kalau Sung sama Jeje mah gak usah ditanya pasti aman, walaupun Jeje tetap gak naik dan gak turun—diposisi dua terus— kalau dulu yang diposisi pertama itu si Dara, sekarang yang diposisi pertama Sung dong. Gak heran juga sih.

Jepon, nilai dia mah gak besar dan enggak kecil-kecil amat ya ... standar lah.

Kalau Jae, sama kayak Jepon walaupun ada beberapa nilai yang kecengklak dikit. Matematika contohnya.

"Kayaknya gue emang gak jodoh sama matematika deh," gitu keluhnya.

Terus si Lele, dia mah lumayan nilainya, walaupun tetep dibawah Jepon sih dan dibawah Sung juga tentunya.

Dan yang mengejutkan adalah si Jun, dia tuh kayak power ranger yang suka berubah-ubah. Dulu pas semester ganjil kelas tujuh nilainya bagus banget terus semester duanya nurun dan sekarang balik lagi, walaupun gak sebagus waktu kelas tujuh semester satu. Seenggaknya nilai rata-rata diatas delapan puluh lima.

Dan mereka bertujuh balik ke kantin lagi, walaupun sekarang udah gak terlalu banyak orang. Soalnya sekarang waktunya rapat kelas sembilan dan katanya murid kelas sembilan disuruh ikut rapat juga, gak tau mau diapain.

Nah berhubung sekolah lumayan sepi berimbaslah sama para pedagang kantin yang pada nutup standnya, karena ... bentar lagi juga pada bubar.

"Roti Lo rasa apa?"

"Nanas anjir, gue enggak suka!"

Dan seperti biasanya setelah ada pertemuan dengan wali murid pasti pada di kasih satu buah roti sama satu buah gelas air mineral, horeeeee.

"Terima aja napa sih, gratisan ini."

Setelah itu mereka pada makan roti—yang sebenarnya dikasih buat wali murid, ya ... namanya juga mereka pasti pada minta lah sama para wali murid masing-masing— dengan tenang.

"Lo enggak pengen tau siapa orang yang ngambil, Je?" tanya Jepon.

Berhubung tadi mereka mau dengerin cerita uang Jeje yang hilang tapi kepotong sama rapat yang udah selesai dan kekepoan mereka sama nilai-nilai yang sungguh amat paripurna itu jadilah ceritanya baru dilanjutin sekarang.

"Pengen sih, tapi nanti gue malah sedih terus kalo ngingetnya. Pengen ngelupain aja, daripada keinget terus sama sakit hati terus, 'kan?"

Iya si Jeje selain punya penyakit males juga punya penyakit penasaran tapi masih sedikit bisa dikendalikan gak kayak si males.

Ya ... kan daripada penasaran terus nyari info siapa yang ngambil emmmmm atau lebih tepatnya yang nuker dan berimbas nanti dia yang sakit hati, kan mending gak usah.

"Cari bareng-bareng hayuk! Misi para detektif handal, hiyaaaa!"

"Nanti kalo ketemu orangnya, kita pites!"

"Harus digulung kalau kata Apoy mah!"

"Gue gak maksa pengen tau banget kok." Jeje senyum walaupun keenam orang dimeja itu tau kalo senyuman Jeje itu palsu, setidaknya untuk hati ini dan beberapa hari kedepan mungkin. "Gue  jadi enggak enak gini malah ngrepotin kalian."

"Lo mah enggak enak mulu, gue yang cowok aja sering cerita ke Lo!" Sebagai orang yang pernah curhat ke Jeje lagi-lagi Chen gak terima. Kayak, si Jeje tuh terlalu nyakitin dirinya sendiri dengan menerima curhatan orang lain sementara dia sendiri aja punya masalah yang harus diselesaikan.

"Dahlah, ini gak pada pulang?" tanya Jeje waktu ngelihat jam tangan hitamnya yang menunjukkan pukul 10.13, harusnya sih mereka pulang nebeng orang tau masing-masing aja.

One Class | LengkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang