8 + 1 + 1

147 20 1
                                    

[Selasa, malam]

"Sudah?." tanya Dinda kepada temannya yang selesai mengganti bajunya.

"Sudah, kamu boleh pulang." jawabnya. Dinda menangguk dan langsung merapikan barang-barangnya lalu bersiap untuk pulang. Tetapi saat baru saja ia keluar dari toko tempat kerjanya, Dinda melihat siluet yang tampak familiar. Dinda sampai menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas lagi. Ah betul, dia seorang laki-laki yang kemarin meminjamkan jas hujan pinknya kepada Dinda. Namun ia berjalan semakin menjauh dari tempat Dinda. Dinda yang merasa bahwa waktunya semakin sedikit, langsung saja menghampirinya tanpa mengambil jas hujannya terlebih dahulu.

"Permisi!." teriak Dinda sambil bersiap untuk menyebrang.

"Permisi! Jas hujan pink!." teriaknya sekali lagi setelah sampai di seberang. Laki-laki itu menoleh.

"Saya? Oh, kamu yang kemarin kehujanan tidak bisa pulang?."

"Iya, sebentar aku ambil jas hujannya. Tunggu di sini." kata Dinda.

"Nggak perlu dikembalikan. Ambil saja."

Dinda tercengang, bingung hendak menjawab apa. Sejujurnya ia ingin menolak karena Dinda tidak suka warna pink, tapi kalau ditolak beneran nanti disangka enggak sopan.

"Takutnya kamu masih butuh." jawab Dinda asal.

"Haha, tidak. Itu punya adikku, tapi adikku punya banyak di rumah. Ambil saja." jelas laki-laki di depannya itu, Dinda hanya tersenyum canggung.

"Apa aku boleh pergi? Aku mau ke kantor polisi."

"Hah? Apa terjadi sesuatu?." tanya Dinda panik sambil melihat sekeliling. Laki-laki tersebut tertawa kecil lalu membuka jaketnya.

"Astaga, ka--kamu? Ah tidak-tidak, maaf kalau saya tidak sopan, pak polisi."

"Jangan memanggilku begitu, sepertinya umur kita tidak terlalu jauh. Rafael." katanya sambil mengulurkan tangannya dan Dinda menerimanya sekaligus juga memperkenalkan diri.

"Kamu bekerja di toko itu?." Dinda mengangguk.

"Kalau ada waktu, besok aku mampir. Tapi sekarang aku mau kerja dulu. Permisi." pamitnya sambil tersenyum.

"Oh iya, silahkan."

Dinda merutuki dirinya sendiri sembari menunggu punggung Rafael menghilang dari matanya. Ia benar-benar merasa malu karena kecerobohannya. Seharusnya ia heran dan bertanya terlebih dahulu identitas sosok di depannya tadi. Bagaimana bisa Dinda tidak sadar bahwa celana dan sepatu yang dikenakan Rafael merupakan pakaian yang resmi.

"Ceroboh itu dibuang, bukan di pelihara." gumamnya.

Drrt..drrt..
Ponsel milik Dinda bergetar dan muncul nama adik terakhirnya.

"Apa?." tanya Dinda.

Rupanya Gally hendak pulang setelah melakukan kerja kelompok di rumah temannya, tetapi karena Byan memberi tau dirinya kalau Dinda belum pulang, jadi Gally berniat untuk pulang bersama kakak pertamanya ini.

"Oke, kakak ke sana." jawab Dinda sambil menuju garasi toko untuk mengambil motornya. Lalu Dinda pun menuju ke rumah teman adiknya itu yang sebenarnya lumayan jauh dari daerah ini. Bisa di bilang posisi Dinda ada di ujung kiri, posisi Gally ada di ujung kanan. Tapi tiba-tiba Dinda tersentak.

Guess Who's The Psycho [S1] - SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang