[Sabtu, dini hari]
Uang yang hanya cukup untuk membeli makanan itu membuat Rilia dan Gally terpaksa berjalan kaki di malam hari dengan jarak yang cukup jauh. Tetapi akhirnya mereka sampai juga di depan rumah yang asing bagi mereka. Gally membuka pintunya sambil menyembunyikan Rilia di balik punggung untuk berjaga-jaga.
"Ada orang?." tanya Gally entah pada siapa. Tapi tidak kunjung mendapatkan jawaban. Kemudian Rilia meletakkan makanannya di meja dan ia membuka satu persatu pintu kamar.
"Di sini." ucapnya tiba-tiba. Gally melihat ke dalam kamar yang dimaksud Rilia. Sosok bocah kecil perempuan itu masih terlihat mengenaskan, terlebih luka di lehernya belum membaik sempurna. Kini ia juga diikat dan mulutnya tertutup. Gally membuka penutup mulutnya.
"Kalian siapa?." tanya bocah itu untuk pertama kalinya. Mereka berdua terdiam.
"Waktunya makan." kata Rilia sambil tersenyum hangat. Padahal hatinya teriris melihat bocah kecil tak berdosa ini disiksa. Bocah itu juga walaupun dipikirannya sedang banyak tanda tanya, tetap saja ia membuka mulut untuk menerima suapan makanan dari Rilia.
"Kamu siapa?." tanya Gally. Namun belum sempat dia menjawab, Rilia sudah menyela terlebih dahulu. Ia melarang Gally banyak bertanya agar tidak menambah beban yang harus ditanggungnya. Keingintahuan Gally yang besar adalah suatu kebahayaan bagi mereka berdua saat ini.
"Sudah habis, maaf kakak harus menutup mulut kamu lagi." kata Rilia berusaha untuk dingin.
"Mama di rumah sakit sama siapa?." tanyanya tepat sebelum Rilia menutup mulutnya.
"Mama?." tanya Gally, bocah itu mengangguk. Tapi kemudian Rilia menutup mulutnya dan langsung mengajak Gally pergi dari daerah itu.
"Itu, petunjuk." lapor Gally kepada Rilia yang sedang menutup pintunya.
"Bukan urusan kita." jawab Rilia. Gally hanya menhembuskan napasnya dengan kasar. Lalu, mereka berdua kembali berjalan kaki untuk sampai ke tempat semula, yaitu taman. Namun, ketika sampai di sana tidak ada sosok itu lagi. Akhirnya mereka berdua pulang.
Di dalam taksi Gally tidak hapis pikir, seharusnya sejak awal Gally sudah mencurigainya. Banyak clue clue yang sebenarnya bisa dibuat patokan. Argh, Gally pasti sekarang sedang merutuki kebodohannya.
"Lama banget." kata Byan saat Gally baru saja melepas sepatunya.
"Hm. Tidur dulu ya kak, capek." pamitnya dan langsung pergi ke kamarnya.
⇨✉ results of work, accepted
Gally melemparkan ponselnya begitu saja.
Berbeda halnya dengan sosok berjaket hitam itu, ia sudah berganti pakaian menjadi pakaian yang cerah dan santai, namun ia tetap memakai masker. Tidak mungkin dicurigai, karena ia kali ini sedang berada di rumah sakit.
Ia masuk ke sebuah kamar dengan pasien laki-laki tua lalu tersenyum senang. Itu ayah Rilia, dia sudah membaik setelah operasi dengan biaya darinya. Lalu ia pergi untuk ke kamar tujuannya. Kamar dengan pasien wanita tua.
Ia memandangi wajahnya sebentar lalu tersenyum sebagai tanda penghormatan, setelah itu ia mengeluarkan guntingnya dan memutus selang oksigennya. Tidak lupa, ia memfotonya.
"Selamat tinggal." ucapnya lalu keluar dari rumah sakit ini. Namun tiba-tiba ia berhenti di tengah jalan seperti menunggu seseorang.
"Urusan CCTV aman." ucap seseorang. Rupanya dia Wira.
"Oke, kerja bagus. Pulanglah." jawabnya, Wira pun menurut. Tapi baru beberapa langkah Wira pergi, ia memanggilnya lagi lalu memberikan beberapa lembar uang untuk membeli makanan. Setelah punggung Wira benar-benar hilang dari pandangannya, ia mencari kamar mandi umum untuk ganti jaket hitam sebagai identitasnya.
Ia berjalan ke arah yang asing. Oh, rumah Rosa. Tidak pernah ada satupun temannya yang berkunjung ke sana. Bahkan sosok berjaket hitam itupun baru menginjakkan kakinya di depan rumah itu untuk pertama kalinya. Rumahnya sangat asri, banyak bunga-bunga di halaman depannya. Pada akhirnya, ia terlalu menikmati suasana tersebut sampai bersender di pagar rumah belakangnya.
"Jangan melakukan hal-hal seperti itu lagi." kata seseorang di belakangnya. Ia menoleh dengan cepat. Laki-laki tua yang tinggal di depan rumah Rosa itu hanya menampakkan wajahnya di jendela kamarnya. Ia hanya membalas dengan tatapan datar.
"Kek, sudah malam. Aduh, maaf ya kak. Kakek ini memang suka ngomong yang enggak-enggak." kata seorang wanita sambil menyuruh kakek tersebut untuk menjauh dari jendela. Sepertinya wanita itu terbangun dari tidurnya, karena matanya seperti belum terbuka sempurna.
Setelah ketenangannya diusik, ia pergi dan melewati jalan yang familiar, rumah Edrian. Ia diam di depan gerbang, rumahnya sudah sepi, tapi lampu kamar Edrian masih menyala terang. Dia pasti insomnia.
✉⇦ Belum tidur?
⇨✉ sedang dimana?
✉⇦ [foto]Klek...
Suara saklar lampunya bahkan terdengar sampai luar. Tirai jendelanya tersingkap sedikit. Mereka berdua sedang melakukan kontak mata. Sosok berjaket hitam itu memfotonya lagi lalu melambaikan tangan dan pergi begitu saja.Lagi-lagi jalannya familiar, rumah Nadine. Sosok itu tersenyum misterius saat mengetahui sebuah mobil hitam terparkir di depan rumahnya.
"Lagi-lagi anda pulang dengan selamat." gumamnya. Lalu ia mengeluarkan pulpen dan buku kecil dari saku jaketnya. Ia menulis sesuatu kemudian merobek kertasnya dan menyelipkan di mobil itu.
Setelah dirasa cukup aman, ia kemudian pergi ke rumah tujuan yang berikutnya. Rumah Iris. Sosok itu melihat setiap sudut di rumah Iris.
"Tidak ada tanda-tanda kehidupan." gumamnya.
Tapi ia tidak kunjung beranjak. Ia menikmati kesunyian rumah di depan matanya itu. Sampai tidak terasa ia sudah berdiri sekitar 15 menit sampai akhirnya ia menghilang dalam sekejap.
⇦⇦🔍🔍🔍🔍⇨⇨
[Minggu, pagi]
"Berita terkini, salah satu pasien wanita di Rumah Sakit Harapan Bintang yang diketahui berinisial DW telah meninggal dunia dengan kabel oksigen yang terputus..."
Gally mengerutkan keningnya.
"...CCTV Rumah sakit sedang tidak aktif di jam kematiannya. Diduga ini adalah kasus pembunuhan..."
Gally tidak begitu yakin, tapi bisa jadi itu adalah wanita yang dipanggil mama oleh bocah kecil yang tadi malam ia temui bersama Rilia. Pagi harinya terasa tidak indah hari ini.
✉⇦ kak?
Akhirnya ia mengirimi Rilia pesan, dengan maksud bertanya apakah dirinya juga melihat yang ia lihat.
⇨✉ aku melihatnya
Gally kemudian memakan roti panggangnya dengan setengah hati. Ia memikirkan kata-kata Iris. Ternyata benar yang diucapkan Iris waktu itu, jangan terlalu ingin tau urusan orang lain, nanti membahayakan.
Sekarang, dirinya sudah bahaya. Dihadapkan oleh dua misi sekaligus yang bahkan dirinya tidak tau ujungnya dan manfaat untuk di kehidupannya.
--------------------
◆ Guess Who's The Psycho?
KAMU SEDANG MEMBACA
Guess Who's The Psycho [S1] - SUDAH TERBIT
Mystery / Thriller[TAMAT] Kisah anak SMA yang tiba-tiba mempunyai banyak misi sambil mencari tau siapa dalang dari semua ini. Tidak sedikit korban dan kehebohan yang disebabkannya. Lantas, bisakah mereka menebak siapa psikopatnya? Maukah kamu membantu mereka? Open th...