8 + 1

288 30 0
                                    

[Masih hari senin, pagi]

"Bidadari datang dalam hitungan ke 3,2,1."

Edrian bertepuk tangan bangga sambil melihat ke arah Byan, memperlihatkan bahwa dirinya selalu hebat dalam memprediksi dan itu satu-satunya bakat yang dimiliki Edrian.

"Sampai kapanpun itu, Byan nggak akan menganggap itu sebuah keistimewaan." sahut Nadine--sosok bidadari bagi Edrian dan seluruh warga sekolah setelah Iris.

"Kepala sekolah ganti ya?." tanya Iris tiba-tiba.

"Ngasih tanda kehidupan dulu kek, biar aku nggak kaget." protes Nadine.

"Hm, mana sempat." sahut Edrian.

"Dari bannernya sih iya." giliran Byan yang bersuara.

"Aneh." kata Iris.

"Wajar kok." sahut Byan yang rupanya sudah mulai bosan mendengar kata aneh pada hari ini.

"Apaan? Kamunya aja yang nggak peka sama lingkungan." jawab Iris tak mau kalah.

"Wah!! lihat ini!!." Nadine mengalihkan pembicaraan sambil menunjukkan sebuah foto di ponselnya bergantian kepada Iris, Byan, dan Edrian. Seperti yang sudah diduga, Byan sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu. Berbeda jauh dengan Edrian dan Iris yang sama terkejutnya dengan Nadine.

Foto yang tengah dilihat oleh mereka berempat, bahkan semua warga sekolah adalah sebuah foto milik Aeril, murid yang selalu menjadi sasaran amarah Rosa, teman sekelas Byan juga. Tetapi tiba-tiba saja dalam satu tahun belakangan ini, gayanya berubah. Ia bukan lagi Aeril yang miskin dan culun. Tentu itu berita yang sangat menggemparkan pada saat itu.

"Itu semua kurang lebih di atas lima juta." Iris memberi komentar.

"Mungkin dia kerja terus jadi kaya." kata Byan.

"Semudah itu?." tanya Edrian.

"Lah kan bisa aja."

"Udah deh, Yan. Kamu nggak akan bisa menang lawan Byan, ansos emang dia." sahut Nadine.

"Daripada pansos." jawab Byan, dan Nadine langsung diam untuk memberi tanda bahwa perbincangan sudah selesai.

Tetapi siapa sangka tiba-tiba semua murid di dalam kelasnya mendadak mendongakkan kepalanya ke jendela sambil berusaha untuk tidak membuat suara. Nadine dan Iris yang tidak ingin ketinggalan tentu saja langsung mengikuti tindakan teman-temannya. Sedangkan Edrian masih menarik Byan sekuat tenaga agar mau untuk melihat kejadian di luar kelas juga.

"Enak?." tanya Rosa ambigu. Rosa adalah satu-satunya murid yang membenci Aeril, dan alasan kenapa Rosa seperti itu masih menjadi sebuah misteri yang tidak bisa dipecahkan bagi semua teman-temannya, kecuali satu orang.

"Kamu iri?." tanya Aeril. Wah, ini adalah sebuah kemajuan. Setelah hampir satu tahun Rosa membully dirinya, tapi baru hari ini Aeril berani menjawab.

"Kamu bangga dengan semua it--?."

"Mau aku panggilkan seseorang?." tanya Aeril memotong kalimat Rosa sambil menunjukkan ponselnya yang jelas-jelas merupakan keluaran terbaru. Aeril mengancam Rosa secara tersirat.

Guess Who's The Psycho [S1] - SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang