✨ New Story ✨

121 20 6
                                    

♦️ Third Person Pov ♦️

Flashback On

Seorang pria terlihat meninggalkan sebuah dermaga dengan tergesa-gesa. Raut wajahnya menunjukkan sebuah kekawatiran. Tanpa ia sadari ada seorang anak kecil yang melihat tingkah lakunya itu. Anak tersebut sedang mencari ayahnya yang tak kunjung pulang sejak 3 jam yang lalu. Ia ingin mengajak ayahnya pulang karena ibunya sedang sakit di rumah.

Tetapi pencarian anak itu tidak membuahkan hasil padahal sudah 1 jam lamanya ia mencari. Ia pun memutuskan untuk pulang karena mengira mungkin ayahnya sedang ada urusan mendadak dan tidak sempat berpamitan.

Kringg

Sekitar pukul 9 pagi harinya ibu anak itu mendapat sebuah panggilan telefon. Sepertinya bukan kabar baik yang di dapatkan oleh ibu anak itu. Terbukti dengan raut wajahnya yang terlihat sangat syok dengan posisi yang jatuh terduduk di lantai, kakinya terasa sangat lemas, tidak berdaya bahkan hanya untuk menopang berat badannya sendiri.

"Eomma!! Waegurae~ Eomma?" tanya anak itu.

Bukan jawaban yang didapat anak itu, malah sebuah tangisan pilu yang ditunjjukkan oleh ibunya. Kali ini bahkan lidahnya terasa kelu hanya untuk berbicara saja. Mendengar kabar tadi seperti melemahkan satu persatu indra yang ia miliki.

Mengetahui ibunya sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, anak itu memutuskan untuk memeluk ibunya, berharap bisa menyalurkan kehangatannya.

○○○

Sudah 1 bulan keluarga kecil itu terpuruk. Apalagi keadaan sang ibu kini semakin mengenaskan, hampir setiap malam ia tidak bisa tidur karena selalu menangis tanpa henti. Ia benar-benar merasa sangat hancur. Lelaki yang sangat ia cintai, suaminya, sudah pergi untuk selamanya, ia di temukan meninggal karena tenggelam sebulan yang lalu. Dan parahnya, kasus meninggalnya sang suami dinyatakan sebagai kasus bunuh diri karena tidak ada bukti yang bisa menyatakan kalau kematiannya tersebut adalah sebuah kasus pembunuhan.

Tapi ia lebih kenal dengan suaminya, ia sudah hidup bersama sekitar 15 tahun lamanya, suaminya bukan tipe orang yang akan mengakhiri kehidupannya dengan cara bunuh diri. Ia sangat yakin tentang hal itu.

Ia merasa sangat putus asa, tapi ia berusaha tetap bertahan demi putra tercintanya. Ia berusaha selalu tersenyum walaupun semakin hari kondisi mentalnya malah semakin bertambah buruk. Apalagi ditambah keadaanya yang kurang tidur, kondisi badannya pun juga menjadi semakin buruk. Semakin ia berusaha bahagia ia malah semakin tersiksa. 

Sampai pada suatu malam ia sudah tidak bisa menahannya lagi. Ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya malam itu juga. Dengan menenggelamkan dirinya di tempat yang sama yang telah merenggut nyawa suaminya. Ia ingin bersama dengan orang yang ia cintai selamanya walaupun harus tenggelam bersama pun ia akan melakukannya. 

Sebuah berita kematian dari orang terkasihnya kembali terdengar di telinga si anak. Hal itu tentu membuat jiwanya yang belum sembuh kembali terluka lagi, bahkan lebih dalam sampai tak berdasar. Ia tak tau harus bagaimana lagi, kedua orang yang sangat ia sayangi pergi meninggalkannya seorang diri, tanpa sebuah kata perpisahan sedikitpun. Kedua orang yang menjadi tujuannya untuk hidup telah pergi, orang yang ingin ia bahagiakan sampai akhir hayat mereka telah pergi. Dia gagal, dia gagal mengukir senyuman di wajah mereka saat Tuhan memutuskan untuk mengambil mereka dari sisinya. 

Kehilangan yang bertubi-tubi itupun menjadi titik balik perubahan dirinya. Ia yang dulunya ceria, bahagia, penuh senyuman, selalu membuat orang di sekitarnya merasa nyaman telah tiada. Semua sikapnya itu seakan mati bersamaan dengan kematian kedua orang tuanya. Ia yang sekarang adalah seorang dengan hati yang dingin, yang dipeuhi oleh rasa dendam yang sangat tinggi. Keinginannya hanya satu, tujuan hidupnya sekarang hanya satu, menghancurkan semua yang telah menyebabkan ibunya memilih mati, meninggalkannya seorang diri di dunia yang kejam ini. 

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang