KIM Namjoon sudah membaca ribuan puisi selama 32 tahun hidupnya. Tapi, baru kali ini ia melihat bait-bait indah tanpa kata tergambarkan ketika melihat gadis tinggi semampai itu berjalan ke arahnya dengan rambut panjang bergelombang indah menjuntai hingga lengannya.
Yun Wiseok. Ia membaca name tag yang tertera di sudut kiri pakaian gadis berambut cokelat keemasan itu ketika jarak mereka hanya menyisakan 3 meter. Namjoon tersenyum, pelayan toko fashion langganannya memiliki karyawan baru yang sangat rupawan.
Apakah kau seorang Dewi yang tersesat ke bumi? Naluri Namjoon berbisik kalimat yang menggelitik hatinya sendiri. Wiseok tersenyum tepat di depan matanya sembari menyusuri panjang dasi yang tengah digenggam. Menggoda Namjoon dengan kedipan penuh arti tatkala bola mata dengan kontak lensa berwarna biru berbicara; kau tertarik padaku, Tuan?
Sunggingan senyum Wiseok semakin merekah ketika Namjoon tersenyum padanya diikuti dengusan pelan dari hidung, lalu menunduk singkat dan kembali menatap Wiseok dengan manik mata mengiyaratkan jawaban; tentu saja aku tertarik padamu, cantik.
"Aku baru saja tukar shift, Tuan Kim. Jadi, biarkan aku melayani kebutuhanmu di sini." Wiseok memberikan dasi yang sedari tadi digenggamnya. Namun, tangan besar dengan lekukan urat disela jarinya itu menggenggam tangan Wiseok perlahan.
"Bisa kau pakaikan untukku?"
Wiseok mengangguk dengan seulas senyuman lalu mengalungkan dasi itu dan mengenakannya dengan jemari lentik yang terus Namjoon perhatikan dengan beberapa kedipan penuh damba. Wiseok sudah pada tahap akhir, menyerutkan dasi itu hingga pangkal, lalu merapikan kragh kemeja dan berlanjut memasangkan kembali jas kantor yang sempat terlepas. Sepanjang aktivitas itu, Namjoon dan Wiseok saling melempar pandang. Bahkan Wiseok sengaja berjinjit dan mendekat pada dada bidang Namjoon hanya untuk merapikan jas dari belakang hingga depan.
Tentu saja, gerakan itu membuat Namjoon sedikit menunduk dan tak sengaja mencium wangi shampoo yang digunakan Wiseok. Refleks ia memejam, lalu membuka mata kembali setelah Wiseok menepuk pelan pundaknya. Keduanya saling menatap singkat sampai akhirnya Namjoon membalikkan tubuhnya ke sisi kanan dan melihat cermin di sana.
"Apa sudah sesuai dengan seleramu, Tuan Kim?" entah mengapa, suara Wiseok terkesan pelan dan memiliki intonasi lain. Membuat Namjoon seolah mengerti dan bukan memandangi dasi—malah menatap Wiseok penuh arti.
"Benar-benar seleraku."
Wiseok mendengar ada getar parau yang tak bisa dipungkirinya. Ia tersenyum, sejak melihat Namjoon dari kejauhan sebelum tukar shift, ia sudah tertekad untuk mendapatkan perhatian lebih dari pria tampan dan mapan ini. Ia berharap Namjoon terpikat padanya. Ternyata, ia berhasil. Wiseok dengan rok pendek berwarna hitam dibaluti stoking senada juga kemeja putih yang cukup mencetak tubuh indahnya mampu ia bumbui dengan gelagat andalannya, mampu menghipnotis pria ini. Meski dalam hati ia ragu, apa CEO dari Diamond Bright ini masih lajang?
"Oh, ponselmu berdering, Tuan." Wiseok akhirnya menyadari lebih dulu ada suara ponsel yang berdering dari dalam jas abu-abu milik Namjoon. Tatapan mereka dari cermin seketika buyar ketika pria itu mengambil ponsel dan melihat satu nama yang tertera di sana tengah melakukan panggilan video.
"Istriku?" Wiseok menyunggingkan senyuman lalu berdiri di depan Namjoon sembari melipat tangan di dada. "Pria beristri masih termasuk ke dalam seleraku. Angkat saja, Tuan Kim. Aku akan menunggu."
Namjoon yang semula mendung karena merasa "ketahuan" terlalu cepat akan statusnya, kini berganti bak langit biru yang cerah. Ia tersenyum lalu mengangkat panggilan video itu sembari membenarkan dasi seolah tengah menatap cermin, padahal nyatanya ia memandangi Wiseok yang kini mengikat rambut menunjukkan leher jenjang yang amat menyilaukan mata. Oh, sh*it. Batin Namjoon memekik tersiksa dengan pemandangan indah ini.
"Sayang? Apa kau sudah menemukan dasi yang cocok?"
"Oh, sudah. Bagaimana menurutmu?"
"Yang sedang kau gunakan itu? Hm, cocok. Aku juga menyukainya."
"Aku lebih menyukainya." Namjoon tersenyum pada Wiseok yang tengah tersipu dan menunduk malu, ia segera menatap layar ponselnya dengan senyuman—menunjukkan lesung pipi yang semakin membuat ia terlihat tampan dan manis dalam satu waktu. "Aku akan segera membayarnya. Sebentar lagi aku pulang, kau sudah selesai dengan meeting-mu, Wanita Karirku?" ia menyanjung isterinya dengan bangga. Im Ryuna, isterinya yang masih berusia 23 tahu, seorang pemilik brand roti ternama yang tengah marak dibicarakan. Ryuna berencana membuka cabang yang ke 12—ia amatlah sibuk akhir-akhir ini.
"Baru saja selesai pukul empat sore tadi. Maafkan aku, seharusnya aku ada di sana untuk menemanimu."
"Tak apa-apa, aku sudah terbiasa memilih pakaianku sendiri. Kita baru menikah satu tahun, jadi aku rasa kebiasaanku ini masih bisa diterima. Mungkin jika kita sudah menikah belasan tahun, aku pasti akan protes. Jadi, jangan jadikan aku beban, ya? Fokus dengan bisnismu. Tugas utamaku dalam pernikahan ini adalah mendukung karirmu. Aku tak masalah, sungguh."
"Namjoon oppa, itu terdengar sangat menyakitkan. Aku hanya butuh enam bulan untuk mencintaimu. Aku sekarang sudah mencintaimu, jadi tugas utamamu kini menjaga perasaanku. Kau mau bekerja sama untuk itu juga, kan?"
Namjoon terkekeh pelan membuat matanya tertutup karena dorongan pipi atasnya. "Kau sangat menggemaskan. Baiklah, aku akan menjaga perasaanmu dengan baik. Apa kau sudah lega?"
"Aku merasa lega setiap hari karena kau selalu bersikap baik padaku. Kau sangat lembut, bagaimana aku tak bisa mencintaimu dengan mudah? Walau aku sangat benci perjodohan ini pada awalnya, tapi aku sangat bersyukur memilikimu sekarang. Oh, astaga! Apa ada orang lain di sana? Ini panggilan video dan kau tak menggunakan earphone!"
"Tak ada siapa-siapa, tokonya memang sepi jika aku datang. Karena aku yang memesan beberapa jam khusus untukku berbelanja. Ah, kau baru tahu ini, ya? Mian, Ryuna-ya."
"Tak masalah. Sekarang aku jadi tahu. Masih banyak lagi yang ingin aku tahu darimu. Ah, baiklah, sampai jumpa, oppa!"
Namjoon tersenyum lalu panggilan video itu berakhir. Ia segera menyimpan ponselnya di dalam saku jas lalu menatap Wiseok yang tengah menahan tawa dengan sebelah tangan yang menutup bibir bawahnya.
"Ada apa? Apa aktingku buruk?"
Wiseok menggeleng dengan seringai di bibirnya. "Dijodohkan? Dia yang belum mengenalmu dengan baik? Sainganku mudah sekali. Itu terdengar sangat lucu. Hubunganmu yang masih singkat, aku bahkan bisa merebutnya hanya dengan waktu satu malam. Sangat, amat, lucu bagiku, Tuan Kim." Ia terkekeh diujung kalimatnya sembari mengusap pelan dada bidang Namjoon. Ia menatap manik mata cokelat pria itu yang menatap padanya penuh damba. "Bahkan kau tak menatap isterimu seperti ini."
Namjoon menggenggam tangan Wiseok, menurunkannya lalu mengusapnya lembut dengan ibu jarinya. Tatapannya masih terfokus pada gadis itu yang kini semakin tersenyum dan berani merapatkan tubuhnya lebih dekat. Ia sudah gila, bahkan ia tak bisa lagi mengukir kata dan dengan serampangan menjabarkan maksud tanpa peribahasa.
"Jadi, kapan kau ada waktu untukku,Wiseok-ssi?"
"Ada sepuluh pria yang menunggu keputusanku untuk berkencan dan mengajakku keluar negeri. Tapi, melihat cela terbesar di depan mataku—aku bisa membuang sepuluh negara paling romantis hanya untuk menggenggam seluruh dunia di tanganku. Kau, Tuan yang sudah beristeri."
Namjoon mendekatkan bibirnya tepat di telinga Wiseok kemudian berbisik, "jika isteriku adalah rumah, maka kau adalah duniaku. Kau milikku, Yun Wiseok."
To be continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bad) Marriage Life: My Second [COMPLETED]
FanfictionApa pihak ketiga sepenuhnya patut untuk disalahkan? Cr pict @pinterest