Part 6 - Ace

131 17 27
                                    

NAMJOON pulang sekitar pukul 11 malam setelah 1 jam sebelumnya mengabari Ryuna. Pria itu menekan bel rumah namun setelah 3 kali tak juga ada yang membukakan pintu. Ia menegeluarkan kunci cadangan yang selalu ia bawa—meski baru kali ini ia gunakan, lalu melangkahkan kaki menuju kamar. Mungkin Ryuna sudah tidur, pikirnya.

Namun, selagi menaiki tangga ia mendengar samar-samar suara isak tangis Ryuna dari kamarnya. Ia segera melangkahkan kaki lebih lebar, sedikit berlari hingga mendapati Ryuna yang tengah menangis di atas ranjang dengan posisi kaki yang ditekuk dan wajahnya yang ditenggelamkan diantara lututnya. Ada apa? Apa Ryuna sedang menangisinya?

Apa ia sudah ketahuan?

Padahal, Namjoon merasa sudah bermain dengan rapi.

Meski ragu dan sedikit bimbang, Namjoon yang sedari tadi berdiri diambang pintu kini mulai berjalan masuk dengan langkah pelan dan hati-hati. Ia mengelus tengkuknya lalu duduk di tepi ranjang, memerhatikan Ryuna yang belum juga menyadari kehadirannya.

"Baby?"

Ryuna menghentikan tangisnya sejenak, mendongkak melihat Namjoon di depannya lalu segera memeluk suaminya dengan erat. "Hatiku sakit, masih sakit. Aku tak tahu bagaimana cara menyembuhkannya. Aku melihat Yoongi lagi, dia terlihat baik-baik saja. Aku membencinya. Sangat."

Oh, bukan karenanya.

Syukurlah.

Namjoon menghela napas lalu membalas pelukan Ryuna tak kalah erat sembari mengusap lembut rambutnya. Sesekali mengecup puncak kepala isterinya itu berharap sentuhan hangatnya mampu menenangkannya. Namjoon tentu tahu siapa Min Yoongi. Ryuna pernah menceritakannya ketika mereka mulai saling terbuka setelah 7 bulan hidup bersama. Ia juga sangat kesal, mengapa Yoongi bisa berbuat sekeji itu. Ia bahkan marah dan ingin memukul Yoongi. Namun, melihat keadaannya sekarang rasanya ia sudah sama berengseknya. Namjoon juga merasa pantas untuk mendapat pukulan keras. Tak ada tindakan lain yang bisa ia lakukan selain membiarkan Ryuna menangis di dalam pelukan suaminya yang berengsek ini.

Setelah 5 menit memeluk Ryuna, mereka saling merelai pelukan lalu menatap satu sama lain. Ryuna masih tampak kacau. Namjoon mengambil selembar tisu yang ada di nakas lalu mengusap sisa air mata di sana. Jika Ryuna kelak menangis karenanya, apakah ada yang akan menghapus air matanya seperti ini?

"Kau tak akan pernah bisa melupakan seseorang yang pernah melukai hatimu teramat dalam. Tapi, bukan berarti kau harus menyiksa dirimu seperti ini. Dia sekarang mungkin sedang tertawa. Dia tak tahu kau menangis. Maksudku, balas dendam terbaik adalah dengan tidak memberinya air mata. Bulir bening ini sangat berharga, kau harus meneteskannya untuk kebahagiaan. Kau layak untuk bahagia, isteriku."

Ryuna sekali lagi meneteskan air matanya lalu menggamit tangan Namjoon dan menempelkannya pada pipi. Tatapannya sendu dan bimbang. Ia sangat tersentuh dengan ucapannya, bak duri yang menusuk di balik punggungnya lenyap oleh kalimat Namjoon yang menenangkan. Tapi, kenapa ia juga takut—takut Namjoon mungkin kelak yang akan menyakitinya. Ia tak pernah mendapatkan pikiran ini sebelumnya. Apa ini bukti bahwa ia sudah mencintainya?

"Kau tak akan mengkhianatiku, kan? Kau akan selalu menenangkanku dari semua badai, kau akan melaluinnya bersamaku seperti janjimu. Apa kau akan selamanya seperti itu padaku?"

Namjoon terenyak. Hatinya bak diremas sesuatu yang membuat aliran darahnya tersendat di sana. Ia hanya harus berbohong. Katakan saja iya. Semudah dirinya mengkhianati isterinya dengan berhubungan bersama Wiseok. Tapi, kenyataannya ia hanya mengusap pipi Ryuna yang basah lalu tersenyum dengan sorot sendu. Apa ini? Apa dirinya sudah tak ingin berbohong karena merasa mengkhianati janjinya pada Wiseok? Kegilaan menghujam nalarnya. Ia adalah seorang pria matang yang penuh kebimbangan karena dua wanita; di dalam dan di luar pernikahannya.

(Bad) Marriage Life: My Second [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang