Part 8 - Vanilla

143 18 49
                                    

2 Bulan kemudian ...



SUDAH 2 bulan semenjak Yoongi kembali ke Seoul, tempat yang menjadi tujuannya setiap hari selalu Ryuna Bakery. Sebenarnya, ia memang rutin kembali ke Seoul 1 tahun 1 kali dan mendapatkan masa liburannya 3 bulan—meski tidak sepenuhnya berlibur, karena ketika di rumah ia tetap mengerjakan musiknya. Ah, di rumah? Itu dulu sebelum ia bertemu kembali dengan Ryuna. Karena ia tak pernah mengerjakan musiknya di rumah, selalu datang ke toko ini dan menyewa meja seharian. Entah mengapa, inspirasinya tak pernah berjalan dengan baik ketika di rumah (karena terganggu sebab ia selalu memikirkan Ryuna). Jika berada di sini, hatinya terasa tenang (karena melihat Ryuna). Yoongi tersenyum simpul, memalukan—kenapa ia bertingkah seperti remaja saja?

"Ya, pulanglah. Aku akan menutup tokoku sekarang."

Yoongi melirik arlojinya yang masih menujukkan pukul 11 siang, lalu menatap Ryuna yang tengah berdiri di samping mejanya sembari berkacak pinggang dengan tatapan tajam. Ia menghela napas, mengambil Americano-nya lalu bersandar di kursi, menyesap minumannya dari sedotan dengan santai. Melihat Ryuna yang mulai menajamkan tatapan, ia menyimpan minumannya lalu kembali berkutat dengan laptop di depannya.

"Belum waktunya tutup. Pulang saja, aku akan menjaga tokomu."

"Baiklah, aku akan menguncimu dari luar dan mematikan saklar lampu."

"Kau tak akan melakukannya. Aku percaya padamu."

Ryuna menggigit bibir bawahnya. Ia sangat kesal, tapi tersentuh di waktu yang sama. Astaga, bisa tidak sehari saja laki-laki ini tak membuatnya mengingat bagaimana dulu ia sangat terobsesi dengan hubungan singkat itu?

"Aku sudah berubah. Aku juga bisa kejam sepertimu yang meninggalkanku sendirian dan tak pernah kembali lagi." Ryuna mengerlingkan mata, berbalik berniat untuk pergi namun Yoongi menahan pergelangan tangannya hingga ia berhenti. Ryuna menoleh, menatap Yoongi yang mengalihkan pandangannya pada jendela di sampingnya.

"Aku tak akan kembali padamu sebelum aku sukses. Sekarang aku sudah berhasil melakukannya, tapi kau bukan lagi milikku. Aku harus bagaimana, Ryuna-ya?"

"Apa kau harus meninggalkanku seperti itu untuk sukses? Apa menyakitiku adalah caramu agar berhasil mewujudkan mimpimu? Benar, kau benar-benar berhasil—kehilanganku." Ryuna menghempaskan tangannya dan berjalan cepat menuju kasir, mengambil tasnya dan berjalan ke arah pintu dengan cepat. Ia tak perduli pada Yoongi yang mungkin akan membusuk di tokonya selama sepekan. Ia tak perduli, sungguh, ia tak perduli.

Ryuna menggenggam erat gagang pintu dengan helaan napas berat. Sungguh, kapan Min Yoongi berhenti mengganggunya seperti ini?

Dengan langkah kesal Ryuna kembali ke meja Yoongi dan mengambil laptop laki-laki itu lalu menyimpannya di teras. Kemudian tas, Americano dan terakhir menarik tangan Yoongi agar keluar dari tokonya. Ia menghela napas lalu susah payah mengunci pintu dengan napas memburu. Ia sudah lama tidak olah raga, ah—tidak, ini karena ia melakukannya dengan emosi. Yoongi benar-benar ...

"Minumlah."

Ryuna menoleh pada sebotol air mineral yang diberikan Yoongi padanya. Ia menyernyit lalu terbatuk dan menekan dadanya. "Tak perlu. Simpan saja."

"Kau akan terus batuk seperti itu jika tidak minum setelah kelelahan." Yoongi menggamit tangan Ryuna lalu menyimpan botol itu di telapak tangannya. Ia tersenyum simpul lalu mengambil laptop, tas dan Americano-nya. Ia pun melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Ryuna, namun langkahnya terhenti mendengar Ryuna memanggilnya.

"Aku sudah memiliki suami. Kenapa kau terus menunjukkan dirimu di depanku—setiap hari? Apa kau tak punya pacar? Kau bahkan memiliki dua pacar saat bersamaku."

(Bad) Marriage Life: My Second [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang