12. Perdebatan

207 91 42
                                    

Happy reading!

***

"Direndahkan tidak mungkin jadi sampah.
Disanjung tidak mungkin jadi rembulan.
Maka jangan risau kan omongan orang, sebab setiap orang membacamu dengan pengalaman dan pandangan yang berbeda.
Teruslah melangkah selama engkau di jalan yang benar.
Meski terkadang kebaikan tidak selalu dihargai." _Adel Fidellia

ADEL menuju ke kamar mandi wanita yang letaknya tidak jauh dari kelasnya. Ia kembali ke kelasnya setelah membersihkan baju dan rambutnya yang basah akibat ulah dari seorang cowok.
  Saat berjalan berbagai macam pikiran berkelabat di otaknya. Satu nama bercokol di kepalanya.
  Bian. Cowok itu sukses membuatnya tidak bisa berkonsentrasi sejak tadi. Belum lagi kelas Adel yang tidak suka dengannya akibat kejadian kemarin lalu membuat semua murid menatapnya dengan pandangan sinis. Yang di pikiran Adel bagaimana caranya ia bisa menghilangkan bully di SMA Prima ini. Di tambah lagi ia akan terus berurusan dengan Bian.

Jujur saja Adel sebenarnya binggung bagaimana cara mengatasinya. Namun, ia tidak boleh menyerah. Ia yakin semua masalah pasti ada jalan keluarnya.

Saat Adel masuk ke kelasnya, semua murid menoleh ke arahnya dengan pandangan sinis. Adel tidak memperdulikan pandangan mereka. Ia tetap berjalan menuju tempat duduknya yang di sampingnya sudah ada sahabatnya yang sejak dari tadi menunggunya dengan sangat lama.

"Hai Del," sapa Clarissa sambil tersenyum. Namun senyumannya itu langsung memudar ketika melihat Adel dengan penampilan yang sangat buruk. "Lo kenapa" tanya Clarissa panik.

"Gak pa-pa kok" ucap Adel berbohong sambil tersenyum.

"Kalau lu enggak pa-pa, kenapa baju dan rambutnya lu bisa basah?" tanya Clarissa smabim memperhatikan rambut dan baju Adel yang memang sudah jorok,dan basah.

"Oh itu. Tadi ada orang yang tidak sengaja menumpahkan jus jeruk ke gua," ucap Clarissa berbohong.

"Oalah. Percuma tuh cowok ada mata tapi gak dipergunakan dengan baik," ucap Clarissa kesal.

Adel langsung tersenyum. Ia senang sekali mempunyai sahabat seperti Clarissa yang sangat peduli dengannya.

"Udah. Enggak pa-pa kok," ucap Adel menyakinkan Clarissa yang masih kesal.

"Setelah pulang nanti lu mandi ya" ucap Clarissa.

"Siap" kata Adel sambil memberikan hormat membuat Clarissa tertawa.

"Alah! Paling-palingan di bully tuh," sindir Sinta. Cewek berambut pendek dengan badan yang mungil.

"Kalau itu mah udah jelas," saut Maya membuat semua murid yang ada di kelasnya menganggukan kepalanya karena menyetujui jawaban dari Maya.

"Makannya jangan sok jadi ratu pembela" celetuk Sinta sambil menatap sinis Adel.

"Yaelah! Lu gimana sih Sin, dia kan mau caper" saut Sara membuat semua murid yang di kelas menyorakkan Adel.

Adel yang tidak kuat lagi mendengar sindiran dari mereka, membuat ia langsung berdiri dari kursinya sambil menatap dua cewek yang menyindirnya tadi.

"Gua jadi ratu pembela karena gua gak suka dengan namanya bully! Sedangkan lo berdua dan termasuk kalian semua," tunjuk Adel ke semua teman-temannya yang ada di kelas," Suka dengan namanya bully. Jadi wajar aja kalau lu semua tidak ingin ada ratu pembela di sekolah ini. Satu lagi. Lo semua itu pecundang yang hanya taunya ngomongin orang di belakang!." kata Adel membuat semua murid yang ada di kelas terdiam tak berkutik.

Clarissa pun yang melihat Adel melawan sindiran dari teman-temannya membuat ia tersenyum. Clarissa yakin sahabatnya orang yang hebat yang tidak ingin kalah meskipun ia sekarang sudah di titik lemah.

"Mana nyali lu semua? Kok diem?!" tanya Adel sambil menatap semua teman-temannya. "Gue peringatin sama lu semua. Gak semua yang lu rendahin itu rendah! Suatu saat mereka akan ada di titik yang paling tinggi sampai-sampai membuat semua orang tidak menyangka." ucap Adel dengan tegas.

Semua teman-temannya menundukkan kepalanya. Mereka merasa bersalah telah mengecap Adel sebagai murid rendah. Termasuk mereka juga salah telah menyindir Adel.

Adel langsung tersenyum kecut sambil memandang semua teman sekelasnya. "Mungkin gua memang orang cupu, rendah, yang gak masuk kedalam kriteria pertemanan kalian. Mungkin lu semua juga ngira gua sok jadi ratu penyelamat karena gua cari muka atau bisa di bilang caper. Sebenarnya kalian salah. Gua memang bisa di bilang sok jadi ratu penyelamat. Tapi di dalam hati gua, gua enggak pernah sekalian untuk berniat cari muka atau caper. Gua menolong orang tulus." ucap Adel dengan serius membuat semua teman-temannya menatap Adel dengan rasa bersalah. Terutama Sinta dan Maya juga melihat Adel. Mereka melihat mata Adel yang memang tidak ada kebohongan di dalam matanya membuat mereka merasa bersalah telah menyindir Adel.

Suasana di kelas pun menjadi hening. Mereka tidak berani berbicara, ataupun bergerak sama sekali. Entah kenapa bibir dan tubuh mereka serasa di lakban dan di ikat dengan tali.

"Siang semuanya" sapa pak Beni yang sudah berada di pintu kelas dengan tiba-tiba membuat semua murid yang ada di kelas menoleh ke arah pak Beni. Pak Beni yang di tatap oleh semua muridnya dengan tatapan tajam membuat ia bergidik ngeri. Serasa anak muridnya ingin memakan ia dengan hidup-hidup.

Pak Beni pun menggaruk kepala nya yang tidak gatal untuk menghilangkan ketakutannya. "Siang semuanya" sapa pak Beni ulang membuat semua teman-temannya langsung tersadar.

"Siang pak" ucap semua murid.

Syukur. Untung anak murid gue udah normal semuanya. Batin pak Beni sambil mengelus dadanya.

Pak Beni pun melangkah ke mejanya. Ia pun meletakkan semua buku-buku yang sedari tadi di pegang olehnya.

"Baik. Buka buku Biologi halaman 120" perintah pak Beni. "Sudah kalian buka?" tanya pak Beni sambil melihat semua murid-muridnya yang sudah ada yang buka buku dan masih ada yang belum buka buku.

"Sudah pak," ucap semua murid serentak.

"Karena sebentar lagi kita pulang, jadi tugas yang ada di halaman 120 di kerjakan di rumah." kata pak Beni sambil memperhatikan semua anak muridnya. Namun yang di lihat pak Beni adalah anak murid-muridnya hanya melamun. Mereka sama sekali tidak memperhatikan pak Beni yang sedang berbicara.

"Kalian semua kenapa melamun?!" bentak pak Beni membuat semua murid yang ada di kelas kaget. Mereka pun langsung menatap pak Beni dengan tatapan sangar. Pak Beni pun langsung meneguk salivanya. Ia bergidik ngeri menatap murid-muridnya yang sedang menatapnya dengan tatapan sangar.

Astaga, kenapa dengan anak murid ku. Apa mereka semua kesurupan. Batin pak Beni sambil menatap semua murid-muridnya.

Bel pun berbunyi.

Pak Beni merasa bersyukur karena bel telah berbunyi yang berarti ia sudah selesai mengajar muridnya yang sedang kesurupan.

"Baiklah. Kita sudahi jam pelajaran kita hari ini di karenakan bel telah berbunyi. Sekali lagi selamat siang buat kita semua." ucap pak Beni lega sambil bergegas meninggalkan kelas. Semua murid hanya menatap pak Beni dengan tatapan yang ingin makan orang. Mereka sama sekali tidak menjawab ucapan dari pak Beni. Yang ada di pikiran mereka masih tentang ucapan Adel yang masih menohok di hati mereka.

***
Hello guys!
Apa kabar?
Gimana untuk part ini? Seru gak? Author mau nanya nih, ada gak yang bisa di ambil maknanya atau motivasi untuk kita? Kalau ada author senang karena cerita author bisa juga di ambil maknanya dan di senangi oleh pembaca:)
Author minta maaf juga kalau misalnya ada typo yang bertebaran di part ini. Author juga dalam tahap pembelajaran:) Kalau kalian senang dengan cerita author, jangan lupa vote and comennt ya!

Thank you!❤🌼

ADELBIAN (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang