22. Menjengkelkan (2)

128 53 71
                                    

Happy reading

***

"Jadilah diri sendiri. Dengan begitu lo akan terus bersyukur bahwasannya sang pencipta masih baik memberi lo napas kehidupan, meskipun lo memang tidak sempurna." -Adel Fideliia

Bian sudah berdiri didepan pohon mangga yang tinggi dan besar itu. Ia pun melemparkan sepatu Adel ke pohon mangga, sehingga sepatu Adel nyangkut di pohon mangga.

"Lah, lo kok ngelempar sepatu gue di pohon mangga sih?!" gerutu Adel kesal membuat Bian menoleh ke arah belakangnya.

"Oh jadi sepatu lo? Berani sekali lo ngelempar gue dengan sepatu butut lo yang murah itu!" kata Bian sambil mengepalkan tangannya.

"Maaf tadi gue gak sengaja," kata Adel memelas.

"Maaf? Gampang banget lo minta maaf. Bisa gak sih lo itu gak usah cari masalah dengan gue?! Dasar cupu!" celetuk Bian membuat Adel langsung menatapnya dengan tatapan tajam. Ia paling benci dikatain cupu, meskipun penampilannya cupu.

Adel menghembuskan napasnya. "Setidaknya gue udah minta maaf sama lo. Dan satu lagi, kenapa emangnya kalau gue cupu? Emang salah? Asal lo tau, lebih baik jadi diri sendiri dari pada jadi diri orang lain. Karena menjadi diri sendiri itu membuat lo terus bersyukur! Bahwasannya, lo masih diberi bernapas meskipun lo memang tidak sempurna!" ucapan Adel membuat semua orang terdiam termasuk Bian dan geng Compacto.

"Dan satu lagi, manusia itu gak ada yang sempurna. Hanya sang pencipta lah yang sempurna," kata Adel sambil
pergi meninggalkan mereka semua.

"Lo memang adek gue yang paling bijak." Batin Alex sambil tersenyum melihat Adel yang berjalan menuju koridor sekolah.

"Cabut!" perintah Bian membuat semua geng bully meninggalkan kerumunan itu.

Adel memasuki kelas dengan satu kaki memakai sepatu, dan satu lagi tidak memakai sepatu. Ia tidak malu untuk masuk ke kelas dikarenakan kelas yang masih kosong akibat jam istirahat yang masih berlangsung.

Cewek berambut panjang itu langsung duduk di kursinya. "Sekarang gue tau, orang yang pernah bilang kecantikan hati yang paling utama ternyata itu salah. Kenyataannya, kecantikan paras wajahlah yang paling utama, sehingga dirinya bangga." Batin Adel

***

Selama pelajaran berlangsung, Adel dan Clarissa tidak saling cakapan. Biasanya ketika mereka bosan mendengar materi yang disampaikan bu Dayu sebagai guru matematika, pasti mereka akan bercerita. Namun, tidak untuk hari ini. Mereka enggan untuk berbicara ataupun saling menyapa. Terutama Clarissa yang dari tadi selalu tidak fokus dengan pelajaran bu Dayu.

Selama setengah jam pelajaran bu Dayu berlangsung, akhirnya selesai juga. Semua murid yang tadinya lemas dan sudah terkapar di meja, namun ketika mendengar suara bel yang menandakan jam pulang sekolah membuat mereka semangat.

"Maafin gue," kata Clarissa sambil memegang tangan Adel yang sedang memasukkan buku kedalam tas.

Adel menepis tangan Clarissa. Ia pun melanjutkan menyusun bukunya.

"Del, pliss maafin gue," Clarissa bermohon dengan air mata yang sudah keluar sambil memegang tangan Adel yang masih menyusun buku.

ADELBIAN (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang