✃p̶a̶r̶t̶ ̶2̶6̶✃

17 4 0
                                    

║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║

Cerita ini dibuat oleh:

Kelompok 3 [Ineffable Lazuardi Yaf]

Dan
Diperuntukkan untuk:

author_project

║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║


Sudah hampir seminggu Talia mengetahui bahwa Kevin benar-benar sudah tiada, ada rasa bersalah yang menyelubungi hatinya. Ia mengurung diri seharian di kamarnya, menatap kosong segalanya. Panggilan dari Claudia, Darrel, maupun Olivia ia abaikan. Ia memilih memeluk lututnya dan duduk diam di atas ranjangnya.

Ingatannya tentang Kevin pada malam sebelum Kevin menjatuhkan dirinya di jurang membuatnya semakin merasa bersalah. Ia menyesal mengabaikan Kevin yang jelas-jelas tulus meminta maaf. Dan Kevin akhirnya memilih pergi.

"Talia!" seruan dari luar kamarnya terdengar, itu suara Darrel, sepupunya.

"Ku mohon keluarlah!"

Talia seperti tak mendengarnya, ia masih diam meringkuk. Kini matanya beralih menatap boneka kayu yang ia temukan di sofa rumahnya. Awalnya ia bertanya-tanya siapa pemilik benda itu, tapi mengingat ia pernah melihat ini di tas Kevin jadi ia yakin bahwa Kevin pemiliknya.

"Talia, ayolah!" Suara itu semakin lemah, seakan putus asa karena Talia tak kunjung ke luar.

Tiba-tiba pintu terbuka, menampilkan Talia dengan rambut acak-acakan dan mata sembabnya. Darrel yang melihat itu segera memeluk Talia. Merasa iba melihat sepupunya ini.

"Darrel, aku lapar," ucapnya pelan, tapi Darrel bisa mendengarnya.

Darrel segera membawa Talia ke dapurnya, di sana telah ada Claudia yang sedang menggoreng nasi. Talia tersenyum melihat itu, selain rasa bersalah dirinya pada Kevin, ternyata masih ada rasa lain yang membuatnya bertahan sampai saat ini.

Siapa lagi jika bukan karena teman-temannya ini. Kemarin Talia sebenarnya sempat ingin melempar dirinya ke jurang yang sama dengan Kevin. Namun, Claudia merengkuhnya membawanya ke luar dari jembatan itu saat Claudia melakukan penyelidikan untuk kedua kalinya.

Talia memang beruntung, tapi keberuntungannya membawa petaka bagi Kevin. Hal itu yang terus saja mengusik hatinya. Apalagi dirinya merasa dihantui oleh Kevin dalam mimpinya. Itu membuatnya terpuruk.

"Nah ayo ini sudah siap, mari makan!" ajak Claudia yang sudah membagikan nasi goreng itu ke piring Darrel, Talia dan piringnya.

"Makasih, Claudia!" Claudia tersenyum menatap Talia, "Sama-sama, Talia. Sudah ayo makan, jangan pikirkan hal yang membuatmu terpuruk!" Talia mengangguk, lantas menyuap nasinya. Sedangkan Darrel sudah dari tadi menyuap nasinya tak menunggu Talia, dengan alasan lapar tingkat dewa.

Ketiganya makan dalam hening, hanya denting sendok yang terdengar.

⫸⫸⫸

Claudia yang baru saja pulang dari rumah Talia diantar oleh Darrel segera memasuki kamarnya. Memilih posisi nyaman lalu memejamkan matanya.

Tok ... tok ...

Suara pintu membuat matanya terbuka, kemudian dirinya beranjak ke arah pintu.

"Claudia!" Claudia membelalak melihat siapa yang ada di hadapannya.

Mereka adalah Willie dan Kayla. Kayla dengan wajah pucatnya menggigit bibirnya, seperti ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa?" tanya Claudia dengan kedua sosok itu masuk berterbangan mendahului Claudia.

"Maafkan aku, Clau," Kayla bersuara seraya duduk di depan Claudia. Claudia mengernyit, tak paham dengan arah pembicaraan Kayla. "Aku minta maaf karena aku yang telah melukai Kevin sebelum dia meninggal," kata Kayla menundukkan kepalanya merasa bersalah.

"Iya, aku sudah tau." sahut Claudia singkat.

"Aku tidak mempersalahkan itu, tapi aku merasa kecewa bahwa aku bukan teman yang baik untuknya sehingga dia memilih jalan terakhir untuk mengakhiri semuanya," jelas Claudia tersenyum tipis.

Kayla dan Willie yang mendengarnya menatap Claudia prihatin. Mengingat teman-teman Claudia selalu jadi perbincangan di kalangan mahasiswa karena persahabatan mereka yang terlihat begitu hangat. "Maaf sekali lagi, Clau"

Claudia mengangguk, seraya menampilkan senyum tulusnya. Namun, kemudian ia teringat akan sesuatu. Ia beranjak meraih jaket yang belum ia cuci sama sekali setelah seminggu lalu. Kayla dan Willie yang melihat itu mengernyit, tapi menunggu Claudia duduk kembali untuk menjelaskan sesuatu.

"Aku kemarin menaruhnya di sini, mana mungkin akan hilang," Tangannya merogoh kantong di balik jaketnya, tempat ia menaruh boneka kayu itu.

"Apa yang kau cari?" tanya Willie tak bisa menahan penasarannya. "Boneka kayu, tapi mirip boneka santet!" jawabnya membuat kedua sosok itu membelalak.

"Hei, siapa yang akan kau santet?" Kini Kayla yang bertanya.

"Tidak, bukan aku yang punya, tapi aku menemukannya di rumah Kevin!" katanya dengan cepat.

"Apa kau yakin itu milik Kevin?" tanya Willie.

"Aku tidak yakin, tapi aku pernah melihat Kevin membawa boneka itu ke sekolah. Waktu ku tanya itu boneka siapa, dia menjawab bahwa boneka itu ia dapatkan di atas mejanya. Aku tidak menanyainya lebih lanjut." cerita Claudia diangguki keduanya.

"Aku masih bingung, mengapa kamu butuh boneka itu?" Claudia menghela napas sebelum akhirnya menjelaskan. "Aku ingin mencari pemilik boneka itu melalui orang pintar, tapi aku masih ragu. Karena itu pasti menyeleweng dari kepercayaanku terhadap Tuhan." Dan lagi, keduanya hanya mengangguk, tak tau harus berkata apa.

"Hm sudahlah. Oh iya, apa tujuan kalian hanya minta maaf itu?" tanya Claudia.

"Iya hanya itu, sejauh ini kami belum bisa mengingat segalanya." jawab Kayla dan Claudia hanya mengangguk. "Hm baiklah. Jika begitu aku ingin istirahat sesaat, tubuhku rasanya penat sekali, haah!" ungkap Claudia sembari menggeliat.

"Kalau begitu kami pamit, Clau. Sampai jumpa!" Kayla dan Willie sudah menghilang dari hadapannya, setelahnya Claudia segera membaringkan tubuhnya ke ranjang dan memejamkan matanya dengan tenang.




𝕥𝕠 𝕓𝕖 𝕔𝕠𝕟𝕥𝕚𝕟𝕦𝕖𝕕

All member Ineffable Lazuardi Yaf

Stefi1909
Regina_alya
LabilWriter
RatuHati5
PaperPen_Ink

Hidden Subject [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang