✃p̶a̶r̶t̶ ̶2̶7̶✃

14 3 0
                                    

║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║

Cerita ini dibuat oleh:

Kelompok 3 [Ineffable Lazuardi Yaf]

Dan
Diperuntukkan untuk:

author_project

║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║

"Apa yang harus kulakukan?" Batin Claudia bertanya-tanya. "Korban sudah sangat banyak, bahkan Kevin ... setelah semua penyelidikan ini aku tak mendapat petunjuk apa-apa selain motif pelaku. Aku tak tau siapa dan bagaimana ia melakukan semua ini ..." Claudia masih memejamkan matanya.

Semua hal yang telah terjadi terngiang di kepalanya. Rasanya Claudia sedang menonton sebuah kisah nyata mengerikan yang terus terulang. Claudia merasa lelah dengan semua hal-hal buruk yang tak ada habisnya ini.

"Seandainya ..." gumam Claudia. "Seandainya saja aku tak pernah kuliah disini, apa yang akan terjadi? Seandainya aku tak bertemu satupun dari, teman-temanku apa yang akan terjadi? Seandainya saja aku tak disini, apa semua ini akan tetap terjadi?" Gumam Claudia pada dirinya sendiri. Claudia mengubah posisinya menjadi duduk.

"Apakah aku yang akan jadi target selanjutnya?" tanya Claudia entah pada siapa.

"Aku mulai berpikir," ucap Claudia pada dirinya sendiri, "semua penyelidikan ini hanya memberiku beberapa petunjuk dan tak ada satupun yang kumengerti, rasanya semuanya sia-sia, aku bahkan sudah kehilangan seorang teman yang mana aku tak bisa membuatnya percaya padaku  ... teman macam apa aku ini!" Seru Claudia di akhir kalimatnya.

Claudia duduk di kasurnya dengan tidak tenang. Pikirannya benar-benar membuatnya sangat khawatir akan banyak hal. Ia berjalan mondar-mandir dikamarnya dengan cemas dan frustasi sampai-sampai ia mengacak-acak rambutnya dengan kesal.

Semua pikirannya sangat rumit dan tak berujung. Ia tak menemukan jawaban apapun, semuanya tak masuk akal.

Claudia mencoba melupakan semua pikirannya yang tak berguna itu dengan mengerjakan tugas-tugasnya. Memang benar saat ia mengerjakan tugasnya Claudia lebih fokus ke pelajaran di bukunya.

Tapi saat ia menyelesaikan semua tugasnya, semua pikiran itu kembali lagi.

Teman-temannya menelpon Claudia, tapi tak ada satupun yang di jawab, ia sedang tak mood untuk bicara pada siapapun, bahkan semua pesan yang jumlahnya sudah puluhan tak ada yang dijawab satupun. Claudia meletakkan kepalanya di meja dengan lesu.

"Apa lebih baik aku menyerah saja ...?" gumam Claudia.

"Jika aku menyerah, orang-orang mati yang aku bantu akan menggangguku selamanya ... tapi, semua yang kulakukan sia-sia dan tak ada ujungnya." Claudia tak henti-hentinya bergumam.

Pikirannya seakan berkata untuk terus berusaha menyelesaikan masalah sedangkan hatinya malah memintanya untuk menyerah dan mengabaikan semua hal yang telah terjadi.

Claudia mengambil jaketnya dan langsung pergi ke jembatan dimana Kevin memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Claudia berdiri di pinggir jembatan itu dan memandang ke bawah jurang dengan tatapan kosong.

Claudia mengerti kenapa Kevin menyerah. Walaupun kelihatannya sepele, tekanan yang diterima Kevin memang berat.

"Aku yakin, pasti aku selanjutnya yang akan menyusul Kevin walaupun bukan aku yang memutuskannya ..." batin Claudia dengan sedih.

"Kau dengar aku Kevin?! Aku akan menyusulmu nanti! Kita akan bertemu lagi kawan!" Teriak Claudia kearah jurang itu. Setelah sekian lama berada di jembatan itu, Claudia akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu dan pulang.

Di kamarnya Claudia hanya berbaring dikasurnya dengan lesu. Ia mengambil hp-nya dan membaca semua berita pembunuhan yang sedang ia coba untuk selidiki. Tak mendapat pencerahan apa-apa Claudia meletakkan hp-nya dengan malas.

"Polisi pun tak mendapat petunjuk apa-apa, apalagi aku yang amatir ini. Sebenarnya apa yang aku coba lakukan?" Batin Claudia.

"Aku berjanji membantu roh-roh mati padahal aku tak mengerti apa yang kulakukan ... dasar aku!" Batin Claudia memaki dirinya sendiri.

"Aku ingin menyerah. Sia-sia saja. Tak ada yang berguna ..." Claudia menangis dengan diam. Claudia membenamkan wajahnya di bantal. Dalam hati ia memaki dirinya sendiri.

"Tapi, aku tak boleh menyerah aku sudah janji ... tapi bagaimana caranya, semuanya sia-sia ..." gumam Claudia dalam tangisannya.

Hari sudah semakin malam dan Claudia tak bergerak sama sekali dari posisinya.  Dalam dirinya bagai terjadi perdebatan hebat antar pikiran dan hatinya. Yang satu mengatakan untuk menyerah dan yang satu mengatakan untuk terus berjuang mengubah takdir buruk.
Perlahan-lahan Claudia mulai tertidur dengan kesunyian malam yang dingin.

"Kuharap kau tak menyerah ... kumohon jangan menyerah ..." suara bisikan dari kejauhan memandang Claudia dengan sedih.

Pukul 02.00

Suara petir menyambar dan hujan lebat membuat Claudia terbangun dengan wajah sedih. Claudia duduk sambil mengusap wajahnya yang basah karena air mata.

Claudia bermimpi Kevin ada di depannya. Kevin terlihat biasa ia mengenakan pakaian yang biasa dan ia tersenyum kearah Claudia.

"Kevin ... kamu dimana sekarang?" tanya Claudia.

"Entahlah, aku sendiri tak tau aku dimana ... tapi aku hanya ingin bilang ..." ucapan Kevin terhenti.

"Iya?" ujar Claudia.

"Kumohon jangan menyerah. Aku ingin kau bisa membantu semua orang. Berjuanglah! Kau masih punya impian dan teman-teman yang setia menemanimu kan? Kumohon temukan pembunuhnya! Kau pasti bisa Claudia!" Seru Kevin menyemangati Claudia.

Baru saja Claudia akan menjawabnya, ia sudah terbangun.

"Aku tak bisa Kevin ... aku lelah," gumam Claudia dan berbaring kembali mencoba untuk tidur.

"Kalau begitu jangan lakukan ... tapi mereka akan tetap menteror dirimu. Meski kau berhenti membantu mereka bukan berarti berhenti diteror oleh mereka," ujar Kevin lalu perlahan menghilang.




𝕥𝕠 𝕓𝕖 𝕔𝕠𝕟𝕥𝕚𝕟𝕦𝕖𝕕

All member Ineffable Lazuardi Yaf

Stefi1909
Regina_alya
LabilWriter
RatuHati5
PaperPen_Ink

Hidden Subject [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang