Langit luas dan besar itu memandang dunia dari atas. Warnanya yang menyejukkan membuat dunia ini terasa sesak dan kecil. Dia juga minta bantuan matahari untuk meminjamkan sinarnya demi menerani kota agar tidak tertutup kegelapan.
Namun matahari juga sepertinya tidak mau sendirian membantu kota ini, hingga langit mencari teman baru untuk matahari dengan memanggil para awan putih. Untung saja langit memanggil awan-awan ini, jika tidak, mungkin setiap kepala orang-orang bisa digunakan untuk menggoreng sebuah telur.
Seorang anak laki-lagi yang berdiri di depan teras sebuah toko terus menyentuh kepalanya yang terasa panas hanya karena teriknya matahari. Pikiran polosnya sejak tadi menemaninya menunggu dengan mata yang terus memandang langit berwarna biru cerah menyilaukan. Matanya yang kecil, makin hilang ketika berusaha menebak bentuk awan yang abstrak.
Soonyoung sangat mengantuk karena diminta menunggu. Dia ingin pulang saja bermain di atas kasur sampai tiba-tiba ketiduran. Tapi ibunya sedang mengurusi sesuatu yang entah apa di dalam cafe yang penuh dengan makanan bertemakan coklat. Bosan berada di dalam, akhirnya dia memilih keluar dan di sinilah dia sekarang. Berdiri sendirian sambil mencari kesibukan. Dia khawatir jika dirinya lebih lama di dalam, perutnya terus berbunyi karena visual makanan yang menggugah seleranya.
Dia tidak mau pipinya makin bengkak layaknya kue yang mengembang karena minta diberi makan terus. Soonyoung jadi menekan-nekan pipinya sendiri. Memainkannya selama bosan, sekaligus mengharapkan angin di pipinya keluar dan mengempes.
Dengan umurnya yang sudah memasuki dua belas tahun, dia menginginkan tubuh yang lebih ideal. Sekarang berat badannya terlalu berlebihan. Soonyoung tidak ingin dianggap obesitas, meskipun terlihat begitu. Dia bahkan sampai mengikuti olahraga taekwondo demi mengurangi berat bedan. Tapi..
Beginilah. Masih belum ada perubahan. Gemuk. Orang dewasa sering melihatnya dengan gemas karena mata kecil yang tertekan pipi. Tapi teman-teman seumurannya lebih banyak yang mengejek, walaupun tidak sampai mem-bully. Untungnya.
Selama Soonyoung menekan-nekan pipinya. Beberapa orang juga tidak berhenti menatapnya. Apa dia seperti anak hilang? Apa sebaiknya masuk saja? Soonyoung melihat ke dalam. Memastikan apa ibunya sudah keluar dari ruangan tadi atau belum. Tapi dia justru melihat sebuah kue coklat. Refleks perutnya berbunyi. Soonyoung memindahkan tangannya ke perut.
Aku terlihat menyedihkan sekali. Gumam Soonyoung sambil memajukan bibirnya sendiri.
Secara bersamaan, seorang anak perempuan keluar dari cafe tersebut. Melihat Soonyoung yang memeluk perutnya sendiri. Merasakan perhatian itu, Soonyoung pun mengalihkan pandangan.
Perempuan itu terkejut. Pipinya bersemu malu. Dia menunduk ke arah kantong makanannya. Setelah itu melirik ke arah Soonyoung lagi sambil menyodorkan paper bag tersebut.
"Ini." Soonyoung memiringkan kepala. Meskipun bingung, dia tetap mengulurkan tangan untuk menyentuh paper bag yang pasti dari cafe ini.
"Kau lapar bukan? Makanlah." Kata perempuan itu dengan suara imut dan gigi yang ompongnya.
"Tidak perlu. Itu punyamu." Tolak Soonyoung. Walaupun dia lapar, dia tidak mungkin mengambil milik orang lain. Apalagi dari seorang perempuan.
"Aku bisa beli lagi. Ambillah." Kata perempuan itu dengan nada paksaan yang lembut. Perempuan itu menyentuh tangan Soonyoung dan meletakkan paper bag itu di tangannya. Setelah itu kembali memamerkan gigi ompongnya. Meski begitu, senyuman itu terlihat manis untuk Soonyoung.
Karena Soonyoung diam saja melihatnya, perempuan itu membungkukkan tubuh dan pamit pergi. Dia menuju ke arah seorang ibu-ibu yang Soonyoung tebak pasti ibunya karena perempuan itu langsung mengaitkan tangan mereka. Mendongak tinggi ke arah ibu-ibu itu seakan mendapat pertanyaan.
Soonyoung tidak hentinya menatap anak itu yang semakin menjauh pergi. Tapi saat senyuman dari wajah perempuan itu hilang, Soonyoung ikut berubah datar. Dia langsung menatap pada kantong kertas pemberian anak tadi. Apa ada hubungannya dengan ini? Pikir Soonyoung.
Ketika Soonyoung ingin berjalan untuk mengembalikannya, ternyata anak itu menengok ke arahnya. Pipi Soonyoung memanas tanpa alasan saat mendapati perempuan itu tersenyum lagi ke arahnya sambil melambaikan tangan.
"Sampai ketemu lagi." Meski samar-samar, Soonyoung dapat mendengar jelas dengan membaca pergerakan bibir anak itu. Refleks tangan Soonyoung ikut bergerak membalas lambaian tangan tersebut.
Lalu saat anak itu membalikkan kepala untuk menatap depan, Soonyoung pun menurunkan tangannya menyentuh dada. Dadaku hangat. Tidak mungkin aku suka dengan anak kecil kan? Batin Soonyoung.
☆🐯☆
Anak kecil bilang anak kecil 😂
Mau lagi? Ayo kita lanjut chapter selanjutnya >.<
Swipe >>

KAMU SEDANG MEMBACA
247 [TERBIT]
FanfictionMencintaimu adalah salah satu hal terindah untukku. Setiap hari, setiap jam, setiap menit bahkan setiap detik yang ku lakukan hanya memikirkanmu. Tidak pernah ada rasa bosan untukku memandangmu, meski dirimu tidak tau akan perasaan ini. Tapi ini cuk...