11. Roti

30 4 4
                                    

"Oppa, bisa ke sana dulu?" Tanya Byeolin. Menunjuk ke arah taman yang berbeda arah dari sekolah.

Seungcheol melirik sebentar, lalu bertanya, "Mau apa?" Karena waktu masih cukup panjang, Seungcheol mengiyakan permintaan gadis itu sebelum benar-benar membawanya ke sekolah. Dia menepikan mobil di tempat yang terlihat aman dan menghentikannya.

"Aku mau beli roti dulu. Oppa di sini saja. Aku tidak akan lama." Tidak merasakan ada yang aneh pada Byeolin, Seungcheol pun tidak banyak bicara. Dia mempersilakan adiknya pergi sendiri. Secara bersamaan, Seungcheol juga menerima panggilan dari ponselnya.

Byeolin pun turun meninggalkan Seungcheol yang sudah bicara dengan temannya di seberang saja, sedangkan dia berjalan agak cepat menuju cafe coklat itu. Memang belum buka, tapi dia sudah bisa membeli roti untuk sarapan.

Pria kasir itu menyambutnya kembali. Sepertinya dia masih mengenali Byeolin sebagai pelanggan yang datang beberapa hari lalu. Byeolin pun berjalan mengambil dua roti sekaligus dengan cepat. Menyerahkan selembar uang tanpa perlu menanyakan berapa harganya lagi. 

"Kamsahamnida." Tanpa basa-basi juga, Byeolin berlalu pergi kembali ke mobil.

Kasir tersebut melihat kepergian Byeolin dengan sebuah pertanyaan, "Tidak biasanya beli dua."

🐯

Sesampainya di sekolahan, Byeolin mengambil selembar sticky note yang sudah dia siapkan dari rumah dan menempelkan pada salah satu roti tersebut. Berjalan keluar dari kelasnya dan menuju kelas Soon Mee.

Dia mengedarkan pandangan di seluruh kelas, hingga menemukan sosok yang dia cari tertutup pria berbadan agak gemuk di depannya. Tidak berteriak pada umumnya, Byeolin justru berjalan menghampiri Soon Mee dan mencolek pundak temannya itu.

"Byeolin-ah, wae?"

"Aku mau nitip sesuatu." Roti yang dia bawa dan tersembunyi dibalik punggungnya pun dikeluarkan. Byeolin juga sengaja membalik rotinya agar sticky note itu tidak terlihat orang lain. 

Soon Mee merasakan sebuah kertas di tangannya. Dia hendak membalik, tapi Byeolin menahannya karena tidak mau ada orang lain mengetahui ini. Byeolin pun membisikkan, "Ini untuk oppa-mu. Jangan sampai ketahuan yang lainnya. Malu."

"Aish.. Kau ini. Malu kenapa? Suka itu wajar." Goda Soon Mee. Mengabaikan rasa malu Byeolin, Soon Mee pun melanjutkan niatnya membaca catatan Byeolin dengan menghalangi pandangan orang lain melihat pesan tersebut. Rasanya dengan Soon Mee pun dia masih malu. Padahal dia akan tau juga.

Sunjingan senyum Soon Mee muncul setelah membacanya. "Dia bisa teriak-teriak jika menerima ini." Gumam Soon Mee.

"Mwo?"

"Ani. Akan ku sampaikan. Tapi dia ujian pagi." Kata Soon Mee.

"Gwaenchana. Aku memberikannya juga karena tidak enak soal malam itu. Tapi jangan salah paham dulu ya. Aku bukan suka padanya. Hanya berterima kasih."

"Terima kasih? Memang apa yang terjadi?" Pertanyaan Soon Mee tidak dijawab Byeolin karena bel masuk sudah berbunyi. Byeolin juga seakan menghindari pertanyaan itu, sehingga dia pergi tergesa-gesa.

Soon Mee tidak mau terlalu mencampuri urusan itu. Membantu Soonyoung untuk dekat dengan Byeolin saja sudah cukup melelahkan. Apalagi dengan tingkah Soonyoung yang selalu ada-ada saja. Setidaknya malam itu ada yang membuat Byeolin merasa senang sampai berterima kasih. Semoga saja.

Sebelum Soon Mee meletakkan roti dari Byeolin itu ke dalam tas, Soon Mee memotretnya terlebih dahulu dan mengirimkan pada seseorang yang menunggu-nunggu hal ini. Padahal tadi aku tidak niat menyemangatinya. Habis hasilnya pasti tidak lulus lagi. Apalagi dari pengakuan sepupunya. Tapi karena Byeolin duluan, jadi ya sudahlah.

247 [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang