Soon Mee menatap lekat Soonyoung yang sedang mengenakan jaketnya. Menyisir rambut seadanya. Jangan lupakan dia yang tersenyum-senyum di depan cermin. Sesekali bertindak malu-malu yang membuat Soon Mee menatap geli ke arah kakaknya.
"Bukankah oppa sudah selesai ujian? Untuk apa berpakaian serapi itu?" Tanya Soon Mee sambil menahan buku kuduknya yang merinding.
"Memangnya aku berpakaian rapi untuk ke kampus saja? Justru kalau aku terlalu ganteng di kampus, banyak yeoja yang mengantri." Ucap Soonyoung dengan percaya diri. Soon Mee pun tidak menahan diri lagi untuk melemparkan bantal. Namun dengan cepat, ditangkis oleh Soonyoung.
"Terus mau ke mana? Tidak mungkin pacaran. Pacar saja belum punya. Ajak gebetan, gebetannya tidak peka. Apa jangan-jangan oppa punya yang lain?"
Soonyoung balik melemparkan bantal itu. Berbeda dengan Soonyoung, Soon Mee sama sekali tidak memprediksi lemparan itu hingga kepalanya langsung berciuman dengan bantal tersebut. Soonyoung sontak melebarkan matanya. Dia pun berlari keluar rumah sebelum Soon Mee melampiaskan kemarahannya.
Secepat mungkin, Soonyoung menaiki dan menyalakan motor. Ketika motor Soonyoung sudah keluar dari pekarangan rumah, suara Soon Mee pun terdengar memanggilnya. "OPPAAA!!!"
"Aku pergi dulu! Nanti pulang aku bawakan makanan!!" Balas Soonyoung. Dengan teriakan yang sama kencangnya dan meninggalkan pekarangan rumahnya.
☆🐯☆
Byeolin mengalihkan matanya ke arah pintu. Menggantikan sorot mata yang sejak tadi hanya melihat kumpulan huruf, menjadi sosok tampan dari Seungcheol.
"Aku mau pergi. Mau ku belikan apa pulang nanti?" Seungcheol menghampiri Byeolin yang ada di depan mejanya. Mengusap kepala Byeolin sambil melihat pelajaran apa yang kali ini adiknya pelajari.
"Tidak perlu. Oppa mau ke mana?"
"Mau meeting dengan direktur dan pemegang saham lain. Doakan ada perkembangan baik bulan ini ya. Biar appa percaya pada kemampuanku." Senyum tipis Seungcheol membuat Byeolin merasa iba. Rasa kasihan mendominasi dirinya setiap kali melihat Seungcheol mulai putus ada. Kakaknya sudah terlalu lelah menghadapi permintaan ayahnya yang selalu berekspetasi tinggi.
"Pasti. Oppa yang sabar ya. Hati-hati di jalan. Aku sedang tidak ingin apa-apa." Kata Byeolin. Tidak ingin terlalu memberatkan Seungcheol lagi.
Seungcheol mencium puncak kepala Byeolin. Berpamitan pada adiknya dan menutup pintu itu kembali. Punggung Seungcheol memang sudah tidak lagi terlihat, tapi Byeolin seakan masih bisa merasakan kehadiran Seungcheol. Dia pun menghela napas dan menidurkan kepalanya di atas meja.
Memilih terpejam untuk sesaat. Rasa panas mulai menjalar di seluruh bola matanya. Pasti dia sudah terlalu lama berkutat dengan buku-buku hingga matanya jadi perih saat dipejamkan.
Sebenarnya Byeolin ingin ikut dengan Seungcheol. Tapi Seungcheol pergi bukan untuk main-main atau bersantai. Orang tuanya juga tidak akan memperbolehkan Byeolin pergi karena dirinya sedang belajar untuk ujian masuk universitas besok. Sudah seminggu dia belajar, rasanya lelah. Meski begitu, Byeolin seperti tidak mengingat isi buku yang dia baca sama sekali. Hanya sebagian saja.
Di saat seperti inilah, Byeolin sangat ingin meminjam otak seseorang yang pintar agar dia bisa langsung menghafal isi buku secara cepat. Jadi otaknya tidak terasa berat seperti ini.
Matanya di buka kembali. Dia menengokkan kepala ke arah lain. Memperhatikan langit-langit dari jendelanya yang terbuka. Ada seekor burung yang terbang melewati jendelanya. Bebas, tapi sendirian. Setidaknya lebih baik daripada sendirian dan tidak bebas sepertinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
247 [TERBIT]
FanfictionMencintaimu adalah salah satu hal terindah untukku. Setiap hari, setiap jam, setiap menit bahkan setiap detik yang ku lakukan hanya memikirkanmu. Tidak pernah ada rasa bosan untukku memandangmu, meski dirimu tidak tau akan perasaan ini. Tapi ini cuk...