Diam. Canggung. Dingin. Tidak ada tanda kehidupan di dalam mobil. Semua diam, tanpa ada yang niat membuka suara. Byeolin sibuk melihat keluar kaca mobil. Tidak tertarik menatap Soonyoung sama sekali. Dia sendiri pun tidak tau harus membicarakan apa dengan gadis tercintanya.
Sejak kejadian memalukan di meja makan itu, Soonyoung jadi tidak punya muka untuk diperlihatkan pada Byeolin. Rasanya tidak hanya berat badan saja yang ingin dia hilangkan, tapi juga sampai mengoperasi wajahnya. Buat matanya ada lipatan mata kalau bisa.
"Aish.. Paboya!" Soonyoung mendengus pelan merutuki dirinya.
"Joesonghamnida." Soonyoung mengalihkan matanya hati-hati ke arah Byeolin. Akhirnya ada yang bersuara juga. Jantung Soonyoung jadi berdegup hanya dengan satu kata maaf yang terucap.
"Untuk apa?" Soonyoung tetap mencoba santai, meski saat ini dia sudah ingin melompat memeluk gadis yang duduk di sampingnya.
"Tadi oppa mendengus kesal. Itu karena aku kan?" Byeolin menunduk. Soonyoung kesulitan melihat ekspresinya karena rambut panjang yang menutupi wajah Byeolin. Dia jadi kebingungan harus berkata apa.
"Aniyo. Bukan itu maksudku. Aku hanya mendengus kesal karena.." Soonyoung masih mencari alasan yang tepat untuk memberikan jawaban. Tidak mungkin dia berkata dengusan itu karena malu dengan wajahnya sendiri.
"Kalau oppa tidak suka, aku turun di sini saja." Soonyoung refleks menginjak rem mobilnya. Membuat mereka berdua terdorong ke depan dengan jantung mereka yang berpacu secara bersamaan. Namun pikiran mereka mengarah pada hal yang berbeda.
Byeolin mengira Soonyoung menghentikan mobil tiba-tiba karena tidak terima dengan ucapannya. Tapi sebenarnya, Soonyoung berhenti karena dia tidak melihat perubahan warna merah pada lampu lalu lintas. Dia terlalu sibuk memikirkan alasan untuk Byeolin.
Dadanya naik turun mencengkram stir. Matanya sampai lupa untuk dikedipkan. Byeolin menatap Soonyoung dengan perasaan mencekam. Kembali gadis itu menundukkan kepala sambil memainkan tangannya di atas kedua pahanya.
"Joesonghamnida." Ucap Byeolin sekali lagi.
Soonyoung menghela napas berat. "Tolong, jangan terus meminta maaf. Kau tidak melakukan kesalahan apa pun, jadi tidak perlu minta maaf. Aku.."
"Aku hanya bingung bagaimana bersikap dengan seorang wanita." Terutama wanita yang ku suka selama kurang lebih sembilan tahun. Lanjut Soonyoung dalam hati.
"Aku bukan tidak nyaman denganmu. Hanya ada hal lain yang tidak bisa ku katakan padamu. Tolong jangan sungkan denganku. Kau adalah wanita dan aku adalah pria. Sudah seharusnya aku mengantarkan seorang wanita pulang ke rumahnya. Aku merasa bertanggung jawab karena wanita itu spesial." Soonyoung memberanikan diri menyelipkan beberapa helai rambut Byeolin ke belakang telinganya. Memastikan wajah Byeolin tidak lebih pucat.
Merah. Wajah Byeolin merona dalam waktu singkat karena gerakan tangan Soonyoung. Dia pun beralih meraih tangan Byeolin.
Memisahkan kedua tangan itu agar Soonyoung bisa menggenggam salah satu tangannya. Menarik napas panjang dan menahannya kembali saat Soonyoung memberikan sebuah kecupan singkat di punggung tangan tersebut.
Setelah dirasa cukup untuk dirinya merasakan kulit lembut di tangan Byeolin, Soonyoung mengangkat wajahnya. Menatap langsung ke arah kedua mantik hitam yang bergetar itu.
"Ta-tangan oppa dingin." Terlihat jelas Byeolin berusaha agar Soonyoung melepaskan pegangan dan menjauhkan diri darinya. Namun bukannya menjauh, pria itu justru lebih mendekat.
Soonyoung tidak bisa mengendalikan diri. Walaupun di dalam kegugupannya meluap-luap, tapi di otaknya ada sesuatu yang membuat Soonyoung ingin lebih dekat dan sangat dekat lagi dari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
247 [TERBIT]
FanfictionMencintaimu adalah salah satu hal terindah untukku. Setiap hari, setiap jam, setiap menit bahkan setiap detik yang ku lakukan hanya memikirkanmu. Tidak pernah ada rasa bosan untukku memandangmu, meski dirimu tidak tau akan perasaan ini. Tapi ini cuk...