5. Protektif

63 11 6
                                        

Tatapan selidik terus menghujani Byeolin sejak dirinya dijemput. Walaupun selama perjalanan, dia tidak mendapat sebuah pertanyaan, tapi saat turun dari motor, Byeolin langsung diberi satu serangan.

"Kenapa senyum-senyum terus? Ada yang membuatmu senang?" Tanya Seungcheol selaku kakak Byeolin yang sangat perhatian, tapi lebih ke protektif.

Byeolin sendiri tidak mengetahuinya. Dia menyentuh pipi dan menggerakannya ke atas bawah. Bibirnya memang terasa berbeda, tapi, "Benarkah?" Tanya Byeolin karena masih tidak percaya.

Seungcheol hanya mengangguk sambil melepaskan helm-nya. Mengunci motornya dengan besar. Lalu merapikan rambutnya dengan sedikit acakan. Berjalan menuju pintu rumah sambil berkata, "Sejak kau naik motor, aku melihatmu terus tersenyum. Kenapa? Jangan-jangan kau lagi jatuh cinta?" Tatapan mengerikannya kembali lagi.

Kalau sudah membahas ini, selalu saja lebih sensitif. Padahal dekat dengan pria saja tidak, bagaimana bisa jatuh cinta? Ada-ada saja. "Asal ngomong. Mana ada pria yang suka denganku. Oppa jangan mengada-ada. Ayo masuk. Aku sudah lapar. " Perintah Byeolin agar Seungcheol lebih cepat membuka pintu.

Jika di dalam, Seungcheol tidak akan bicara dan bertanya macam-macam. Canggung menjadi salah satu alasan Seungcheol tidak banyak bicara di dalam rumah. Hubungan Seungcheol dengan orang tuanya memang tidak ada masalah. Hanya saja ada beberapa penyebab Seungcheol tidak bisa bertindak nyaman di rumah sendiri.

Alasan pertama, karena ucapan Seungcheol kadang tidak banyak diterima ayahnya. Kedua, setiap kali Seungcheol mengutarakan pendapat yang sesuai dengan firasatnya, ayahnya selalu menentang dan menganggap itu hanyalah omong kosong. Ketiga, karena mereka sering bertengkar jika sudah berdebat.

Lelah. Kakaknya sudah terlalu lelah untuk berdebat panjang lebar. Saat ini dia lebih memilih diam daripada harus memulai pertengkaran. Meskipun terkadang, dadanya terasa sesak untuk menahan semuanya. Tidak jauh berbeda dengan yamg dirinya rasakan.

Sekeras itulah keluarga mereka dan hanya mereka yang bisa merasakan kekangan ini.

"Kalian pulang lama sekali? Eomma sampai memanaskan makanannya lagi." Sambut ibunya setelah melihat kedua anaknya memasuki rumah.

"Ini Byeolin keluarnya lama. Sepertinya habis berduaan sama namja. Daritadi senyum terus." Adukan Seungcheol sambil melepaskan jaketnya.

"Bohong. Aku tidak senyum-senyum." Sangkal Byeolin. Walaupun dia memang tidak tau kenyataan sebenarnya. Bisa jadi dia tersenyum karena mengingat kejadian Soonyoung yang terjatuh dari motor itu. Cara jatuh dan ekspresinya membuat Byeolin selalu ingin tertawa. Dia tidak menyangka Soonyoung adalah kakak Soon Mee. Kalau tau begitu, dia kan tidak perlu ketakutan padanya.

Jika bertemu dengannya lagi, Byeolin harus minta maaf. Apa dia ke rumah Soon Mee saja ya? Tapi kalau ke rumah Soon Mee, sepertinya terlalu niat. Nanti salah paham lagi.

"Tuh kan senyum-senyum." Ujar Seungcheol. Segera menarik pipi Byeolin untuk menyadarkan adiknya yang entah kenapa hari ini. 

Jika Seungcheol tau Byeolin sedang membayangkan Soonyoung, bisa-bisa Seungcheol akan mencari tau profilnya sesegera mungkin. Dia kan lebih protektif dari ayahnya.

"Anak perempuan appa sudah punya pacar?" Ayahnya ikut dalam pembicaraan. Menutup koran yang ada ditangannya, lalu berjalan menuju meja makan.

Saat sang pemimpin rumah tangga itu sudah ke sana, Seungcheol dan Byeolin pun ikut ke sana setelah menaruh beberapa barang ke tempatnya. Menduduki kursi masing-masing selama menunggu sang ibu menaruh makanan yang sedang dipanaskan.

"Jangan percaya appa. Seungcheol oppa hanya mengada-ngada. Kalau aku dekat dengan pria pun, aku harus nunggu oppa yang punya pacar dulu." Balas Byeolin.

247 [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang