Byeolin berdiri dengan gugup di depan gedung tempatnya akan menuntut ilmu pendidikan tinggi. Saat sekolah, ingin cepat-cepat lulus. Namun ketika sudah masuk universitas, rasanya setegang ini. Kenapa beradaptasi itu harus sesulit ini?
"Ingat ya. Jangan pulang dengan pria yang tidak dikenal. Terutama pria yang kemarin. Tidak boleh! Arachi?" Byeolin mengangguk-angguk mengikutinya. Diam-diam mendenguskan napas menahan sabar mendapati kecurigaan Seungcheol. Dia tidak bisa menyalahkan sikap itu. Byeolin memang punya truma akan hal ini. Hanya saja, dia tidak merasa takut dengan Soonyoung. Entah karena apa?
Mungkin karena sifat menghiburnya. Tingkah lucunya juga.
"Sudah masuk sana, sebelum kau terlambat dan jadi dihukum. Ingat pesanku. Aku akan menjemputmu jam lima." Kata Seungcheol.
"Tapi aku tidak tau kapan tepatnya aku pulang."
"Gwaenchana. Aku akan tunggu. Aku pergi kerja dulu. Annyeong."
Setelah membenarkan letak helm-nya, Seungcheol langsung mengendarai motornya dengan cepat. Membuat angin menerbangkan beberapa helai rambut Byeolin. Lalu tidak lama setelah itu, terdengar seseorang memanggilnya.
"Yeol.. Yeolin!" Tapi benarkah itu panggilan untuknya? Byeolin merasa ragu karena jarang ada yang memanggilnya begitu.
"Chagiya.." Sudah Byeolin pastikan jika itu bukan tertuju padanya.
"Park Byeolin!" Teriakan itu datang bersamaan dengan genggaman di kepalanya. Tangan besar itu menggenggamnya cukup kuat. Namun tidak menyakitkan. Harusnya Byeolin takut jika ada dikeadaan seperti ini. Tapi dia justru bersemu merah merasakan tangan orang tersebut.
"Pria tadi siapa? Namchin-mu?" Tebak Soonyoung. Memunculkan wajahnya dari atas. Byeolin dibuat mendongak untuk melihat ke belakang. Posisi yang aneh jika orang lain melihatnya.
Soonyoung pun segera mengubah posisi mereka dengan lebih normal. Mengitari tubuh Byeolin sampai tubuh tinggi pria itu ada di hadapannya. Menggerakkan tangannya kembali memberi usapan untuk merapikan anak rambut Byeolin.
Padahal sudah beberapa kali diperlakukan seperti ini, tetap saja rasanya masih canggung. Byeolin juga tidak ingat, kapan terakhir kali Soonyoung jadi suka menyentuh kepalanya begini. Mungkin saat mereka sudah lebih dekat layaknya kakak adik. Karena alasan itu juga, Byeolin jadi tidak terlalu takut dengan pria satu ini.
Hanya Soonyoung yang tidak membuatnya kabur ketakutan.
"Tadi itu oppa-ku."
Soonyoung berseru ceria. "Aku kira siapa." Gumamnya.
"Oppa kenapa ada di sini? Bukankah anak kampus belum masuk?" Tidak memberikan jawaban dengan kata-kata, Soonyoung menunjukkan name tag-nya dengan bangga.
"Aku yang akan meng-ospekmu tiga hari ke belakang." Setelah dirapikan, Soonyoung justru mengacak rambut Byeolin kembali. Sebentar lagi juga sisir balik. Memang aneh pria satu ini. Byeolin tertawa sendiri menebaknya. Kalau nanti sudah lebih akrab, pasti Byeolin akan mengomeli Soonyoung yang seenaknya mengacak-acak rambutnya ini.
"Ayo masuk. Sebelum kita jadi tontonan anak-anak pengurus dan mahasiswa yang lain." Kata Soonyoung. Dia berkata demikian, tapi tangannya memeluk pundak Byeolin. Bukankah ini lebih mengundang perhatian orang-orang?
"Tegang ya?" Tanyanya.
"Orang-orang yang melihatku karena pelukan oppa buat aku tegang." Soonyoung segera melepaskan pelukannya dan berbatuk kecil. Bersikap seakan tidak melakukan apa-apa.
"Kalau begitu aku pergi dulu ya. Fighting!" Semangatinya. Setelah itu berlari pergi ke arah pengurus yang mengenakan almamater sama.
Byeolin berhenti sebentar. Mengepalkan kedua tangan dan meletakkan di antara dadanya yang berdetak cepat. Berkali-kali Byeolin harus menghembuskan napas demi menormalkan detak jantungnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
247 [TERBIT]
FanfictionMencintaimu adalah salah satu hal terindah untukku. Setiap hari, setiap jam, setiap menit bahkan setiap detik yang ku lakukan hanya memikirkanmu. Tidak pernah ada rasa bosan untukku memandangmu, meski dirimu tidak tau akan perasaan ini. Tapi ini cuk...