***
Prilly sedang menyiram tanaman di halaman rumah-nya. Ia mengepang rambut-nya menjadi satu, ia sampingkan kepangannya ke sisi kanan. Tangan seseorang mengusap-usap perut yang belum membesar itu, "Ali apaan si, geli tau."
"Gak pa-pa. Aku ngusap-usap dedek bayi nya kok." Ali menaruh dagunya di pundak Prilly.
"Kan dedek bayi-nya ada didalem perut aku."
"Kamu gak ngidam?"
"Enggak." Ali melepaskan pelukannya, ia menatap Prilly yang masih fokus dengan selang ditangan-nya.
"Kok aneh."
"Aneh kenapa?"
"Biasanya, orang hamil tuh ngidam. Ngidam-nya yang aneh-aneh lagi, kenapa kamu enggak?"
"Emang kamu mau aku ngidam pecel kereta?" Ali merenggut.
"Ya, enggak segitunya. Maksudnya-"
"Ya biarlah, nanti aku juga bilang kalo aku mau apa-apa. Kamu aneh ih, orang-orang mah bersyukur istrinya gak ngidam yang aneh-aneh."
"Ya, aku suami pengertian berarti." Pede sekali. Prilly memperhatikan Ali dari bawah hingga atas, detail sekali, "Bentar-bentar, kamu-"
"Kenapa?
"Kayaknya kamu bagus deh kalo gemuk, kayak ka Ricu pas main sinetron GGS dulu."
Mampus.
***
"Mama apa kabar? Aku kangen sama mama."
"Mama baik nak, mama juga kangen sama kamu. Selamat ya sayang, atas kehamilannya. Udah berapa bulan."
Ully sedang pulang kampung ke Ambon, Rizal dan Raja pun ikut. Prilly melepas rasa rindu pada sang mama, ia skype-an dengan sang mama.
"Alhamdulillah, baru tiga bulan, dua belas minggu."
"Semoga sehat-sehat ya sayang bayi-nya. Eh ... mantu mama mana?" Suara Ully diseberang sana.
"Lagi mandi. Baru pulang syuting, abis ada projek."
"Oh alhamdulillah kalo gitu, Siti udah balik kerja sama kamu belum?"
"Belom ma, aku belum panggil dia lagi. Masih pengen berduaan sama Ali," sedikit malu mengatakan itu pada sang mama. "Ali juga maksa biar Siti balik kerja lagi, soalnya aku kan sekarang lagi bunting. Katanya takut kecapean."
"Iya tuh, mending kerja lagi aja. Takutnya kamu kecape-an. Kamu udah bisa masak belum?"
"Baru bisa masak ceplok telor, dadar telor, sop ayam, ayam goreng, udah itu aja."
"Masak mie instan gak bisa?"
"Ali gak ngizinin aku makan mie instan, gak sehat katanya, apalagi aku sekarang lagi hamil dia banyak ngelarang aku. Makan ini gak boleh, makan itu gak boleh, beres-beres ini gak boleh, itu gak boleh. Semuaaa gak boleh."
"Bagus dong, berarti Ali bener-bener sayang sama kamu sama debaynya. Kamu harus nurut ya nak ya sama suami kamu. Sekarang Mama sama Papa udah gak ada tanggung jawab lagi atas kamu, sekarang kamu udah milik Ali sepenuhnya. Kamu gak boleh kurang ajar sama Ali, kamu harus nurut apa perkataan Ali yang baik, ya sayang ya."
"Iya ma, Ali juga baik banget. Dia sayang sama Prilly, dia kabulin semua mau nya Prilly, apapun yang Prilly mau dia turutin."
"Alhamdulillah, Mama sama Papa gak salah nyerahin kamu sama Ali. Harus tetep rukun ya nak, kalo ada masalah bicarain baik-baik, jangan saling egois, harus ngerti satu sama lain."
"Iya mama."
"Bie." Panggil Ali didalam kamar mandi. Pasti ia lupa membawa handuk, suatu kebiasaan Ali saat mandi. Ia tak suka membawa handuk, mungkin itu membuatnya lelah ataupun menambah beban.
"Udahan dulu ya ma, Ali manggil. Pasti gak bawa handuk."
"Iya sayang, layanin dulu suami nya. Hati-hati ya sayang, turutin perkataan Ali. Salam ya buat Ali."
"Iya ma, salam buat Papa sama Raja. Mama baik-baik ya disana."
"Iya sayang nanti mama sampein, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Prilly buru-buru mengambil handuk dan membawakannya untuk Ali. "Biee."
"Apa!"
"Handuk."
"Kebiasaan." Prilly tersenyum kecil, ia menyembunyikan handuknya. Perlahan Pintu kamar mandi terbuka, Ali menyembulkan kepalanya.
"Mana handuk nya, yang?"
"Gak ada. Ambil sendiri, perut aku sakit. Dedek bayi nya pengen bunda nya santai."
"Terus ngapain kamu kesini kalo gak bawa handuk nya?"
"Kepengen aja."
Dasar bumil.
"Prilly ku sayang, Hubbie, istri -nya Ali. Tolong ambilin suami-nya handuk ya sayang ya,"
"Sun dulu." Prilly menyentuh Pipi nya. Prilly mendekat. Ali mencium Pipi kanan, pipi kiri, kening, hidung, mata kanan, mata kiri, dan ... bibir tipis Prilly.
"I LOVE YOU SAYANG!" Teriak Ali.
"I LOVE YOU TOOOOOOOO!" Balas Prilly teriak.
Prilly memberikan handuk untuk suami tercintanya.
*
23.13
Prilly tidak bisa tidur, ia tidak ngantuk sama sekali. Prilly memaksa Ali agar tetap terjaga, Ali dilarang tidur sebelum Prilly tidur. Mereka sedang menonton acara televisi.
"Aku mau cilok. Cilok Mang Mustar." Prilly melihat adegan seseorang makan cilok di TV.
"Jam segini mang Mustar udah gak jualan, sayang." Prilly bersender di dada bidang Ali, tempat ternyamannya. Ali mengusap-usap puncak kepala Prilly.
"Gak mau tahu, pokoknya aku mau cilok mang Mustar sekarang. Dua puluh bungkus."
Hah?
Mang Mustar, penjual Cilok keliling komplek nya. Cilok ter-enak, cilok-nya selalu laku setiap hari.
"Diabisin enggak?"
"Diabisin. Makanya beliin sekarang aku mau cilok." Prilly memukul-mukul pelan paha Ali.
"Jam segini pasti udah abis ciloknya sayang, apalagi dua puluh bungkus. Mang Mustar nya juga udah tidur, istirahat. Besok baru jualan lagi."
"Kalo dedek bayi-nya ngiler, aku gak tanggung jawab. BODO AMAT." Prilly bangun. Sedikit menjauh dari Ali, ia memajukan bibir nya.
"Iya, yaudah aku cari ya sayang, ya."
"Cepetan lima menit."
"Sayang, rumah mang Mustar itu diluar komplek gak cukup lima menit, dan kamu pesen dua puluh bungkus, bikinnya lama sayang."
"Kamu Ribet!" Ali menghembuskan napas nya. Ia mencoba sabar, ia tak akan sanggup memarahi istri kecil nya. Dan kalaupun ia tak menuruti perkataan istri-nya pasti dia akan Pundung.
Apakah bumil se-sensitif ini?
"Dua puluh lima menit ya, sayang."
"Yaudah iya. Hati-hati." Prilly mencium punggung tangan Ali, Ali pun mencium kening Prilly agak lama.
"Hati-hati sayang." Prilly tersenyum.
"Iya."
"Beliin Lapis talas Bogor yang asli dari Bogor, yang."
!!!
***