9. Pelukan

19 5 5
                                    

Jangan menjadi cahaya yang hanya bersifat sementara, di saat gue lagi terpuruk.
.
.
.
Kenandra Sebastian


Sabtu pagi yang cerah, namun tak secerah dengan pikiran gadis yang baru bangun dari tidurnya saat ini.

Percayalah jika semalaman Adel tidak bisa tidur dengan nyenyak. Guling sana guling sini, tapi tak kunjung mendapatkan tempat yang pw.

Entah hal apa yang membuatnya begitu sulit untuk tidur.

Mata Adel tak sengaja melihat sebuah sketsa dengan bingkai hitam polos yang menghiasi meja belajarnya. Itu sketsa yang ia buat kemarin saat ada tugas SBK.

Di sketsa itu terlihat wajah Rafa yang tengah tersenyum manis dengan mata yang membentuk seperti bulan sabit. Tampan. Satu kata yang tiba-tiba terlintas di otak Adel saat melihat lukisannya itu.

Adel menggelengkan kepalanya, nggak del, kali ini lo harus bisa cuek ke Rafa. Ujarnya dalam hati.

Gadis itu bejalan menuju meja belajar, mengambil bingkai sketsa lalu membawanya menuju balkon kamar.

"Buang gak ya?"

"Buang aja deh" tangan Adel terhenti, ia tak tega jika harus menjatuhkan benda yang ada di tangannya saat ini dari lantai 2 ke lantai 1.

Adel jarang melihat Rafa tersenyum, tapi di lukisannya kali ini, Adel menggambar wajah cowok itu seolah-olah sedang tersenyum bahagia. Dan tentu senyum itu Adel rasa hanya untuknya.

"Jangan deh, nanti si Rafa gak bisa senyum lagi"

"Tapi kan dia udah jahat sama gue"

"Tapi dia juga pernah kok baik sama gue"

Adel menimang-nimang bingkai itu, bingung lantaran tidak menemukan jawaban yang cocok dengan pikirannya saat ini. "Buang jangan buang jangan buang jangan"

"Lah? Kok jangan sih, harusnya buang dong. Oke, gue cap cip cup aja"

Jangan.

"Lah anjir, ada yang salah sama mulut gue. Masa iya dari tadi jawabannya 'jangan' mulu"

"Kesel ih"

Gadis itu menghentikan monolog nya saat tiba-tiba bi Ranah mengetuk pintu kamarnya dan berucap jika ada seseorang yang mencarinya saat ini.

Seseorang? Siapa? Dan dia datang sepagi ini hanya untuk mencari Adel? Really?

Adel jadi penasaran sekarang.

Langsung saja Adel keluar dari kamarnya, berjalan menuruni anak tangga dengan memakai piyama, lalu dengan cepat segera menuju ruang tamu.

"Adel"

Huh suara itu lagi. Adel tidak tau harus berekspresi bagaimana sekarang. Senang? Tapi tamunya ini pernah menyakiti dirinya beberapa hari yang lalu. Kesal? Tidak bisa, melihat tamunya saja adalah cowok yang selama ini dia dambakan.

Jadi Adel hanya menampilkan ekspresi datar andalannya.

"Gue minta maaf" gumam cowok yang saat ini tengah berdiri di depannya.

ME-US&ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang