Penampilan seorang Sonya Ruri tak ada bedanya dengan anak-anak beranjak remaja. Gadis berumur tiga belas tahun itu belum tahu, atau lebih tepatnya, kesadaran tentang dirinya adalah seorang siluman, dikubur dalam-dalam melalui pencucian otak. Sonya Ruri memiliki kecantikan bak artis drama Korea. Namun yang kecantikannya natural. Sosoknya senantiasa terlihat bercahaya. Membuat siapa pun pendekar di padepokan Halimun Soang, bergetar hatinya.
"Kita harus mencuci otaknya secara rutin. Satu bulan sekali. Setiap bulan purnama tiba." Kata pendekar Halimun Soang yang mengambil paksa Sonya Ruri dari desa Pancaraya.
"Benar, namun jangan sampai terlihat terlalu mencurigakan oleh Sonya Ruri. Kita masih belum sepenuhnya tahu seperti apa peranakan siluman campuran. Kita hanya tahu, kalau mereka itu bahaya." Kata rekannya.
"Kata Ki Jugo dan Nyi Ratapi, Sonya Ruri yang akan mengubah kita semua jadi siluman, dalam waktu sekejap."
"Ya, aku sudah bertahun-tahun belajar di sini dan sedikit pun belum bisa mengubah wujud jadi siluman yang kuinginkan."
"Siluman kecoak?" goda temannya.
"Siluman Banteng dong."
Mereka sepasang laki-laki dan perempuan. Murid teladan yang ingin membuktikan diri. Ketika ditawari oleh para guru yang sudah khatam menjadi siluman untuk menyelinap masuk ke alam Asta Lawang, mereka berdua yang paling pertama menyanggupi. Dengan bekal ilmu adu domba serta sejarah pertikaian Raja dan Ratu Siluman, mereka memecah belah penduduk Pancaraya. Mereka sudah mahir silat gaib, dan ingin lebih cepat dalam mengubah diri jadi siluman. Misi mereka berhasil. Penduduk Pancaraya yang terbagi jadi manusia Watukayu dan siluman Watukayu, baku hantam karena masalah perbedaan. Di situ mereka menculik Sonya Ruri, kemudian sebelum kembali ke dunia manusia, mereka menuju satu tempat di alam persinggahan Watukayu, sebuah kolam hitam tempat Pendekar Hitam pernah bermarkas. Konon kolam itu mengandung darah Pendekar Hitam. Mereka mencelupkan Sonya Ruri demi menghilangkan ingatannya. Mereka ambil segentong air kolam itu dan dibawa ke padepokan. Di bulan-bulan tertentu, ketika bulan lebih merah dari pada biasanya, sosok Kalong Ireng turun dari langit dan meneteskan darah hitamnya ke kolam pemandian padepokan. Kalong Ireng adalah siluman terkuat, abdi setia Raja Siluman. Guru silat gaib Pendekar Hitam itu sendiri.
Malam ini mereka bertugas membawa Sonya Ruri ke kolam itu. Sudah jadwalnya pencucian otak. Mereka menanamkan kegiatan itu sebagai rutinitas tamu istimewa padepokan kepada Sonya Ruri. Mereka selalu bilang, "Kau adalah Yang Terpilih. Kau adalah Sang Penyelamat kami. Beginilah kami melayanimu." Murid perempuan yang memandikan Sonya Ruri di kolam.
Setelah memandikan Sonya Ruri, mereka kemudian membawanya ke lokasi petilasan di tengah padepokan. Mereka membohongi Sonya Ruri, kalau itu adalah petilasan leluhurnya. "Kami menanti kau dapat membuka pintu makam itu. Sudah ratusan tahun pintu makam itu tak bisa dibuka. Hanya sang keturunan dan juru selamatlah yang dapat membukanya."
Sonya Ruri sendiri jadi penasaran dengan apa yang ada di dalam ruang makam itu. Dia melakukan apa yang disarankan. Sonya meletakkan telapak tangannya di gelang ketuk pintu. Berharap tangannya bercahaya dan tiba-tiba pintu makam itu membuka. Namun belum berhasil juga. Tangannya tak bercahaya.
"Mungkin belum saatnya. Takdir memang seperti itu. Kita tidak pernah tahu kapan turunnya. Tapi takdir selalu datang tepat waktu." Kata murid laki-laki.
"Baiklah, kapan-kapan lagi kalau begitu."
"Mari kita kembali ke kamar. Kau tentunya sudah lapar, mau kami bawakan masakan apa?" tawar yang perempuan.
"Apa pun, yang penting enak."
Sonya dibuat percaya kalau dirinya keturunan bangsawan. Ayah dan ibunya adalah pejabat besar di dunia manusia, namun sudah meninggal, mereka menitipkan Sonya di sini untuk bertemu dengan leluhurnya sekaligus mempelajari rahasia tentang darahnya. Maka tak heran dia diperlakukan bak putri. Semua penghuni padepokan sudah diberi tahu. Sehingga ketika Sonya lewat di depan mereka, menjura adalah tindakan yang semestinya. Mereka menyampaikan doa yang baik-baik mengenai takdir Sonya.
Sonya mendapat pembelajaran khusus di lingkungan utama padepokan. Dia langsung diajari oleh kepala padepokan, yaitu Ki Jugo dan Nyi Ratapi. Bahkan Nyi Ratapi bilang kepadanya dengan nada tulus, "anggap saja kami ayah dan ibumu. Yah meski, kami sudah tampak berusia dua ratus tahun." Sonya tertawa mendengarnya.
"Ralat, tiga ratus tahun." Kata Sonya, sembari menyentuh kulit keriput mereka.
"Tapi jangan salah, kami masih hebat kalau masalah silat."
"Paling hebat." Dua murid teladan menambahkan.
Ki Jugo dan Nyi Ratapi menanami sejarah yang telah mereka puntir. Bahwa musuh sebenarnya adalah dari kalangan Belibis Putih dengan jagoannya, Pendekar Putih. Sonya memercayai itu. "Ayah dan ibumu, meninggal karena ulah mereka."
Pupuk fitnah itu tertanam di hati Sonya, "Kalau aku sudah hebat nanti, akan kuhabisi Pendekar Putih dan antek-anteknya."
"Itu tidak lama lagi. Kami dapat merasakannya. Takdirmu semakin dekat."
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTACAKRA #5 PANCA SONYA
FantasyWaras si Pendekar Putih, dijemput siluman dari masa depan untuk menyusup ke suatu padepokan. Tugasnya adalah untuk mengawasi seorang anak siluman berdarah campuran, Sonya Ruri, agar tidak salah menempuh jalan kehidupan di bawah asuhan antek Kalong I...