BALA HALIMUN

44 8 1
                                    


Di padepokan Halimun Soang, Ki Jugo dan Nyi Ratapi kesal bukan main karena Sonya dibawa kabur oleh orang yang menyamar sebagai Wati. Mereka menendang tungku sampai menumpahkan bakaran rambut dan darah, yang kini telah berubah jadi cairan kental hijau berbau busuk.

Penghuni padepokan yang tadi melewati proses perubahan jadi siluman namun belum sempurna, sedang memulihkan diri. Efeknya lebih parah dari pada waktu Sonya berhasil membuka makam.

"Pendekar Putih keparat!" umpat Ki Jugo. Wisana telah diberi ilmu tembus mata oleh Kalong Ireng sendiri hingga dia bisa tahu sukma pendekar putih telah menyusup ke kawannya.

Mereka menghitung ada berapa yang telah berubah jadi siluman namun cukup sempurna. Rupanya masih sedikit. Sisanya setengah-setengah. Wujud mereka separuh manusia separuh binatang.

"Padahal kita masih belum sempurna! Kita masih perlu mengekstrak pancasonanya." Nyi Ratapi merutuk. Dia kesal hingga menembak tembok menggunakan jarinya. Tadi dia menggunakan jurus jari petir.

Tabib padepokan menaroh tungku besar lagi dan kini menaruh racikan untuk pemuli tenaga. Ki Jugo telah menginstruksikannya demikian, sebab dia punya firasat akan adanya kejutan sebentar lagi.

Para murid padepokan dan guru-guru menghirup aroma terapi yang keluar dari tungku. Sedikit demi sedikit dari mereka dapat duduk dengan benar. Mereka tak lagi terengah-engah oleh himpitan raga yang membelah jadi dua. Perlahan-lahan mereka kembali jadi manusia.

Aroma udara berubah jadi sangit. Suasana menjadi gelap.

"Kalong Ireng datang," Ki Jugo. Dia dan Nyi Ratapi menuju pinggiran kolam hitam. Diikuti oleh Wisana dan murid-murid padepokan.

"Akan ada perubahan rencana. Apa pun yang terjadi, tujuan kita semua akan tetap tercapai," ujar Nyi Ratapi. Dia menancapkan tongkatnya dan kuku-kukunya menyala.

Ada tekanan angin dari atas. Anginnya terasa sumpek. Mereka semua mendongak melihat ke atas. Sayap kelelawar Kalong Ireng membentang sepanjang tujuh meter masing-masing. Matanya kuning menyala. Murid padepokan yang tak kuat, menutup telinganya. Getaran suara yang timbul akibat turunnya Kalong Ireng membuat telinga mereka berdarah. Hanya Ki Jugo, Nyi Ratapi, beberapa guru siluman, dan Wisana yang masih berdiri tegak tak terpengaruh.

"Kalian telah gagal menjalankan rencana." Suara Kalong Ireng membahana, bergetar di dalam gendang telinga para pendengar.

Ki Jugo, Nyi Ratapi, beberapa guru siluman, dan Wisana berlutut.

"Kami mohon ampun."

"Aku sudah berbaik hati memberi ilmu tembus mata kenapa masih gagal menangkap si penyusup?"

Wisana maju dan memberikan penjelasan.

"Tutup mulutmu. Aku bisa melihatnya sendiri. Aku bisa melihat segalanya. Kalian semua tidak bisa diandalkan. Lihat saja nanti ketika kekuatan kosmik turun nanti, kalian semua akan kena hukuman."

Mereka semua bersujud memohon ampun. Hukuman dari entitas kosmik sangatlah mengerikan.

"Sudahlah kalian semua tak bisa diandalkan. Aku jadinya mesti turun lagi, padahal masih banyak yang perlu kurencanakan. Pion-pionku di seluruh dunia sedang bersiap-siap. Hanya kalian yang bikin gagal. Apa pun yang terjadi, kekuatan kosmik itu sudah pasti akan turun. Aku hanya hadir untuk memperlancarnya, dengan segala macam cara."

"Mohon sebut apa yang dapat kami bantu," Ki Jugo mengajukan diri.

"Tidak ada. Kalian dinyatakan gagal. Kalian tak pantas mendapatkan ilmu pancasona."

"Tapi, engkau telah menjanjikan itu."

Empasan energi membuat mereka gelimbungan ke belakang. Kalong Ireng murka. "Berani-beraninya kalian menuntutku? Selagi aku tuntut sesuatu, kalian tak bisa memenuhinya?" air dalam kolam hitam naik hingga jadi dinding setinggi sepuluh meter. Mereka melihatnya ketakutan. Kalong Ireng melayang di hadapan mereka. Begitu agung dan mencekam.

"Ampun ampun."

"Tiada ampun bagi kalian. Bikin repot aku saja." Kalong Ireng mengepak sayapnya, mengirim angin bermuatan energi listrik dan menyerang mereka semua. Itu adalah bagian dari rencana Kalong Ireng. Dia mungkin saja tidak membutuhkan mereka saat ini, tapi dia membutuhkan tubuh mereka sebentar lagi.

Dinding air kolam hitam dia turunkan kembali. Kalong Ireng berubah jadi sosok manusia tinggi. Dia mirip sekali dengan Pendekar Hitam, namun tingginya tiga meter. Dia berdiri di tepian kolam. Menanti siapa pun yang keluar dari sana.

Dia tak bisa melihat apa yang terjadi di dasar kolam. Mengapa pendekar putih menceburkan Sonya ke sana. Dia tidak bisa mendeteksi adanya Sonya di dasar. Dia pun heran, seingatnya tidak ada akses menuju alam lain di dasar itu.

Dia meraskan air mulai beriak. Ada getaran berasal dari dasar. Kalong Ireng membuat ancang-ancang. Ketika getaran pada permukaan air semakin kentara, dan ada kepala menyembul menimbulkan gelombang, Kalong Ireng dalam sekejap berubah kembali menjadi kelelawar raksasa.

Sosok yang keluar dari kolam berpendaran warna lembayung. Menyilaukan dan hangat. Di bawahnya seperti mengikuti, ular dalam wujud bayang-bayang. Itu Sonya. Aroma ini dikenali oeh Kalong Ireng. Rupanya dia telah berubah jadi entitas lain yang disebut Astacakra. Tubuh Sonya berbalutkan kain motif sisik ular warna lembayung. Selendangnya memencar dan menciptakan gelombang-gelombang kejut.

Kalong Ireng terbang dan memberikan serangan pamungkasnya untuk menghentikan Astacakra. Dia melesat lebih cepat dari kemunculan Sonya. Sayapnya mengepak, mengirim energi himpit ke bawah, gerakan Sonya jadi melamban. Segera saja Kalong Ireng mencengkeram kepala Sonya dengan kakinya yang bercakar tajam. Di kakinya itu ada racun hitam.

Kalong Ireng menekan Sonya sampai mereka mencebur lagi ke kolam hitam.

Sonya yang masih bisa mengendalikan dirinya, menggerakkan selendang untuk menarik Kalong Ireng dari kepalanya. Sakit kepalanya digencet pakai cengkeraman kaki busuk kelelawar. Mukanya kena noda hitam berupa cairan kental.

Kalong Ireng terempas, dan mendarat berubah jadi manusia tiga meter.

Melihat Sonya masih bisa menyerangnya, Kalong Ireng mesti mengerahkan kekuatan pamungkasnya.

Sementara itu, cairan kental hitam di muka Sonya merasuk ke dalam hidung. Dia telat menyekanya.

Kalong Ireng terbang dan membentangkan sayapnya selebar tujuh meter, masih dalam wujud manusia. Sayap itu tumbuh dari punggung. Matanya kini berubah jadi hitam. Dia mengucapkan mantra yang membuat telinga para penghuni padepokan berdarah-darah.

Di makam padepokan, nisan-nisan mencelat. Dari balik tanah, muncul sosok-sosok putih transparan. Kalong Ireng membangkitkan bala halimunnya. Yaitu roh-roh jagoan masa lalu yang belum selesai urusannya di dunia tapi sudah mati. Setiap yang bangkit mencari tubuh potensial, merasukinya.

"Bala Halimun, serang dia!"

ASTACAKRA #5 PANCA SONYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang