PANCASONA

44 8 1
                                    

Sebelum Sonya terpental dari kawah penggodogan Astacakra dan kembali ke kolam hitam tempatnya masuk, ada ingatan yang menyusul. Ingatan itu baru muncul ketika pusaka yang mengandung inti Astacakranya telah aktif. Tepat setelah dia mengucapkan kalimat andalan, "aku Astacakra." Pusaka totem Astacakra yang telah tertanam di batok kepalanya. Sebuah mahkota berbentuk badan dan kepala ular. Mahkota itu tadinya berbentuk jenglot.

Dalam ingatan seputar Astacakra yang masuk ke benaknya. Menyatu menjadi memori yang dia kenal, disebutkan bahwa di awal siklus penciptaan Astacakra, delapan entitas cakra satria memencar dan merasuki benda-benda kuno yang memiliki kekuatan atau dianggap suci atau pun keramat. Benda-benda itu berkeliaran di dunia manusia dan menunggu untuk diklaim oleh orang dengan darah dan takdir yang tepat. Belum pernah delapan pusaka atau totem Astacakra itu aktif dalam waktu berdekatan. Sejauh ini, hanya totem Astacakra pertama dan ketiga saja yang telah diklaim oleh orang lain sebelumnya. Sisanya masih menjadi legenda dan mitos.

Bahkan dunia Asta Lawang, di mana setiap desanya mesti dijaga oleh seorang Astacakra, pintu keempat sampai kedelapan, sampai lupa dengan sosok pelindung mereka sebab selama ribuan tahun tak kunjung muncul.

Sonya dibawa kepada ingatan mengenai pusaka jenglotnya itu.

Ratusan tahun silam. Seorang pendekar yang diremehkan di dunia persilatan, kehausan dan mampir ke pinggir sungai untuk minum. Tubuhnya babak belur, mukanya sudah tak berbentuk lagi, dia baru saja dikeroyok oleh lima pendekar di warung. Dalam keputusasaannya karena gagal menguasai jurus-jurus dan gurunya tak mau menerimanya lagi sebab gerakannya selalu semberono serta membuat celaka murid lain, dia diusir, pendekar bernama Dayadigda itu berharap dirinya mati saja. Daripada mencoreng dunia persilatan. Terutama di padepokan tempatnya menuntut ilmu. Gurunya bernama Eyang Soang.

Dia tersedak sesuatu ketika mencemplungkan kepalanya dan menenggak air langsung dari sungai. Rupanya dia menemukan sebuah boneka kecil berambut hitam panjang. Dia menemukan jenglot!

Tidak sengaja jarinya tergores taring jenglot itu. Darahnya kemudian menghidupkan kembali si jenglot. Dayadigda muda tahu, jenglot adalah makhluk gaib yang dapat memberi siapa pun penemunya kekuatan. Dia sembunyikan jenglot itu dan dibawanya pulang. Di dalam kamar dia berusaha bicara dengan jenglot yang telah hidup, mata merahnya telah mengedip-ngedip.

Kepada jenglot itu Dayadigda memohon kesaktian. Jenglot itu meminta tumbal. Yaitu darah orangtuanya. Dayadigda menurutinya. Dia bunuh kedua orangtuanya saat itu juga lalu memandikan jenglot dengan darah mereka. Dia pun ikut mandi dengan darah itu. Jenglot yang menginstruksikannya. Dia akan diberi separuh jiwa si jenglot. Dari situ segala kesaktian yang dia inginkan akan terwujud.

Setelah selesai mandi darah, Dayadigda mengujicobanya dengan menantang ulang pendekar di warung. Mereka yang menghajarnya kaget karena luka di sekujur tubuh Dayadigda sudah sembuh. Dayadigda menghajar mereka semua sampai mampus. Warung itu kemudia dia kuasai. Dia bebas makan dan minum di situ tanpa bayar. Bahkan dia menarik upeti.

Mendengar kekacauan itu, Eyang Soang menyatroni Dayadigda, memintanya untuk tidak berbuat kekacauan. Dayadigda tidak senang dinasehati oleh guru yang telah membuangnya. Dia menyerang guru itu. Sialnya, dia kalah. Dia berbohong untuk berjanji tidak lagi berbuat kekacauan. Dipenuhi rasa dendam dia akan membunuh Eyang Soang dan merebut padepokannya.

Dayadigda terluka parah karena diserang Eyang Soang dengan jurus tapak halilintar. Dia pulang tertatih-tatih ke rumah untuk mengadu kepada jenglot. Dia ingin ilmu kebal terhadap jurus apa pun. Si jenglot berkata, dia punya ajian itu, namanya Pancasona. Dayadigda menuntut untuk memilikinya.

Si jenglot memberi syarat lagi. Dayadigda harus mencari makhluk yang bernama Kalong Ireng dan bersumpah janji kepadanya. Dayadigda tidak tahu siapa itu Kalong Ireng, tapi dia akan bersumpah setia kepadanya. Dia akan mencari keberadaan Kalong Ireng.

Dengan ilmu Pancasona, Dayadigda akan memiliki hidup panjang sebab dia tidak akan mati. Pancasona yang akan masuk ke dalam tubuhnya bukanlah pancasona sembarangan. Dia adalah kekuatan kosmik yang turun ke bumi dan masuk ke tubuh jenglot.

Maka mereka berangkat ke puncak bukit. Mencari hari di mana hujan deras dan penuh badai petir menyambar. Dayadigda mesti disambar petir dulu untuk dapat menerima ilmu pancasona. Dia mesti mengangkat tinggi-tinggi si jenglot.

Setelah melakukan penantian ratusan hari, badai yang dinanti tiba. Dayadigda berhasil tersambar petir sambil menjunjung tinggi jenglot. Yang terjadi adalah ruh hidup jenglot seluruhnya berpindah ke tubuh Dayadigda, sementara ada kekuatan kosmik yang masuk ke dalam tubuh jenglot. Membuatnya membatu kembali. Jenglot itu kemudian masuk ke lapisan kulit Dayadigda.

Butuh tiga hari tiga malam Dayadigda siuman dari proses penyerapan ilmu pancasonanya. Ketika siuman dia langsung turun dan membantai seisi padepokan Eyang Soang. Ada dua murid yang terkagum dengan kesaktian Dayadigda, dialah Jugo dan Ratapi. Mereka berdua menjadi murid pertama Dayadigda. Mereka terobsesi dengan ilmu Pancasona Dayadigda. Dayadigda berjanji akan menurunkan ilmu itu kepada muridnya dengan syarat mereka harus membantu membangun ulang padepokan ini dengan nama Halimun Soang, lalu membantunya mencari keberadaan Kalong Ireng.

Selama bertahun-tahun pencarian, bukanlah mereka yang menemukan Kalong Ireng. Namun Kalong Ireng yang menemukan mereka. Saat itu Kalong Ireng bukanlah sosok kelelawar raksasa melainkan sosok pendekar berjubah hitam dengan tinggi badan mencapai dua meter lebih. Dia membutuhkan pasukan untuk menghalau Pendekar Belibis Putih.

Dayadigda bersumpah setia padanya dan melatih murid-muridnya untuk persiapan bertempur dengan Pendekar Belibis Putih yang saat ini sedang berkelana mencari keberadaan Kalong Ireng.

Ratusan hari berlalu dan akhirnya Belibis Putih datang, seorang diri, hendak meminta pertanggungjawaban Kalong Ireng. Belum dia bertemu dengan Kalong Ireng, Belibis Putih mesti berhadapan dengan Dayadigda.

Pertarungan hebat terjadi yang akan dikenang sepanjang masa. Jurus-jurus mematikan Belibis Putih membuat bukit-bukit hancur, sungai terbelah, langit runtuh, pohon tumbang, namun kesemuanya tidak membuat Dayadigda mati atau terluka sedikit pun.

Belibis Putih mundur sejenak. Dia mesti mencari tahu kenapa Dayadigda tidak mati-mati juga dengan jurus mematikannya. Dia bertapa di sebuah gua di pantai laut selatan. Sesosok tubuh terbuat dari petir menghadapnya dan memberitahu bagaimana mengalahkan Dayadigda. Ilmu itu Pancasona, dan pemiliknya tidak akan mati kalau tubuhnya tidak dipisah. Dari sosok petir itu Belibis Putih menerima pusaka pedang petir. Sosok petir menjanjikan akan datangnya bantuan untuk membawa kabur kepala Dayadigda supaya terpisah dari tubuh utamanya.

Merasa siap, dia menghadapi Dayadigda lagi. Kali ini Dayadigda merasa tinggi hati. Memanfaatkan kesombongan itu, Belibis Putih menggunakan tipu muslihat. Yang ada di hadapan Dayadigda hanyalah proyeksi raga sukma separuhnya. Sementara raganya yang solid muncul di belakang Dayadigda dan menebas kepalanya dengan pedang petir.

Bantuan tak terduga itu datang. Sekelebat lebih cepat dari sambaran petir, kepala Dayadigda dan Belibis Putih telah berpindah tempat ke laut selatan. Sosok cepat kilat itu segera menghilang tanpa menyebut nama. Belibis Putih menyebutnya dengan Setan Kilat. Kepala Dayadigda kemudian dia bawa ke dasar laut terdalam. Belibis Putih mengubah dirinya menjadi bulus raksasa.

Tubuh Dayadigda yang tertinggal di padepokan Halimun Soang, kulit perutnya membelah dan mengeluarkan pusaka jenglotnya. Namun itu tidak terlihat oleh siapa pun. Duka mendalam menimpa Ki Jugo dan Nyi Ratapi. Mereka membuat makam keramat bagi Dayadigda. Setelah makam itu jadi, petir dahsyat menyambar tempat itu, menyegelnya. Petir itu juga menyambar Kalong Ireng. Seketika mengubahnya menjadi sosok kelelawar raksasa, dia ditarik oleh kekuatan tak kasat mata ditelan bumi. Titik menghilangnya Kalong Ireng kemudian berubah jadi kolam dengan air yang hitam legam.

Ratusan Bala Halimun menyerang bergantian ke arah Sonya. Sonya tengah melawan racun yang menggerogoti inti Astacakranya, menangkis dan menyerang balik Bala Halimun. Pancasonanya telah aktif, jadi dia tidak begitu khawatir dengan serangan yang diterimanya. Tidak akan menimbulkan luka sedikit pun.

Meski begitu, racun itu semakin banyak menggerogoti jiwanya. Sonya lama-lama tidak sanggup menahan. Dia jatuh berlutut.

Serangan Bala Halimun tiba-tiba berhenti.

ASTACAKRA #5 PANCA SONYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang